Medio
Senin, 13 Feb 2012
Mulai
hari ini, aku berkomitmen untuk rutin menulis apapun yang aku lihat, dengar,
dan rasakan setiap harinya. Mengikat makna kan tidak harus saat selesai membaca teks,
tapi lebih dalam juga saat kita telah selesai membaca keadaaan, intisari
kehidupan yang sesungguhnya.
Aku flashback sebentar pada apa yang kualami
seminggu yang lalu… Entah, apa hikmahnya… Pertama kali, aku iyakan tawaran
menulis seorang kawan penulis yang sebenarnya bukan sekali dua kali selalu
dengan setia ngasi info soal job-job yang bertebaran. Cuma, pertama kali aku
mencoba menerima satu tawaran yang langsung di-approve tanpa seleksi. OMG, berkah!!
Cuma,
aku sempet terhenyak, ternyata deadline
nya cukup ketat, 1 minggu saja untuk 60-80 halaman. Hal yang nggak pernah aku
bayangkan sebelumnya, menulis buku solo dengan waktu yang singkat. Perlu
digaris bawahi, ini bukan antologi yang biasanya aku lakukan!
Entah
darimana keberanianku bermula. Aku sama sekali nggak punya fasilitas itu,
komputer atau laptop. Dengan jadwal kerjaku yang hampir memakan separuh
hari-hariku, kapan waktu untuk menulis? Kuputar otak sesaat. Yah, aku bisa ke
warnet sampai lembur, aku bisa pinjem laptop. Kucoba dua-duanya. Ke warnet,
memang aku bisa mengumpulkan banyak referensi dari situs-situs yang tersedia,
dan yang terpenting, aku bisa ‘hidup’ lagi dan welcome back di dunia maya. Terutama jagat per-facebook-an yang membesarkan ‘nama’ku… ^halah, sok penting banget
de^
Tapi,
urusan nyicil nulis buku, nol! Menulis ternyata tetap butuh mood.
Aku
coba alternatif kedua. Pinjem laptop! Ada
seorang kawan kantor, yang kebetulan satu tim denganku. Setelah kusampaikan
maksud untuk ‘sewa’ laptopnya seminggu aja, ehh, ternyata udah ada yang ‘booking’ duluan. Gagal. Entah dari mana
bermula, aku yang saat itu berniat pulang kampung sesaat demi menjenguk papa
yang lagi kurang enak badan, tiba-tiba teringat kakak kandungku yang kabarnya
juga akan pulang kampung dari Jakarta.
Aha, ada laptop kakak! Aku iseng sms, aku bilang intinya aku butuh laptop untuk
job nulisku dan aku mau ganti laptop dia dengan harga second asalkan pembayarannya dilakukan saat honorku cair. Ajaib!
Kakakku yang biasanya susah untuk soal beginian, langsung setuju. Alhamdulillah… Saat pulang kampung di
Jember itulah, aku berhasil menuntaskan ¼ halaman dari target minimal 60
halaman. Pppfuuhh, bisa juga mengawali…
Pulang
ke Surabaya
terasa begitu melelahkan. Perjalanan yang normalnya cuma butuh waktu 4 jam,
harus molor jadi 7 jam, gara-gara dampak luapan Lumpur Lapindo di Porong,
Sidoarjo. Sialan! Hari itu juga, aku menyempatkan diri untuk sekedar menengok
timku yang baru mobile di field, demi salah satu sistem yang
ditanamkan di kantorku, no excuse! ^yap,
pekerjaanku berkutat di bidang marketing,
tapi di ranah advertising, so tiap
hari harus nemuin customer di tempat
yang beda2^
Cuapeeeee!
Malemnya mesti lembur lagi dan lagi, nulis, nulis!! Sampai deadline tanggal 9 Feb, aku masih baru hampir separo halaman…
Aarrggghhh! Alhasil, 10 Feb adalah injury
time, waktu tambahan. Aku putar otak, harus tetep masuk kantor. Urusan
kantor dan nulis harus sejalan! Jadilah, aku ijin setengah hari. Sempet train orang baru lagi! It’s ok, yang penting jam 2 siang tet,
aku standby di depan laptop. Padahal,
normalnya aku baru pulang kantor jam 6 sore.
Jadilah
aku yang hari itu berpikiran, harus selese, harus beres, bener-bener memforsir
tenaga, pikiran, dan hati pastinya… Herannya, di saat-saat terakhir, selalu
semua ide tumpah, luber… Hehehe… Jadilah aku hari itu, jam 23.30 tet selesai,
lengkap dengan kata pengantar, daftar isi, biografi penulis, dll… Tapi, satu
masalah datang lagi. Aku harus kirim email
malam itu juga. Aku sedikit memaksa, ditemani suamiku, kami ke warnet
terdekat, 500 m dari kost kira-kira. Ehh, naas tapi menguntungkan. Tas HP ku
yang berisi flashdisk data yang akan
kukirim, dijambret orang yang mendadak mendekat dengan motor, dan direbut!
Tanganku sakit karena proses tarik menarik itu… Beruntungnya, dompet dan HP ku,
aman di kantong. Oh Allah, aku kaget sekali… Apalagi paginya, aku sempet
limbung karena kecapean, jatuh duduk di atas ember tempat airku di kamar mandi…
Hmmmm…
Akhirnya,
email berisi naskahku 70 halaman
tuntas kulayangkan tanggal 11 Feb pagi, di kantor. Thanks Allah masih
memberikanku banyak kekuatan.
Rasanya,
semua beban hilanggggg… Legaaaa… Tapi, hari itu aku nggak bisa pitching alias kasi info tentang promo
yang aku bawa ^kerjaan kantor^ karena tenagaku udah terforsir habis…
Tanggal
12 Feb, tepat hari Minggu, aku berniat pindahan kost, karena tempat yang lama
udah nggak asik, lembap, sedikit bocor nggak jelas, dan air PAM nggak keluar
sama sekali. Hm, nggak ada yang bisa dipertahanin! Sempet bingung, ada tiga
undangan pula ke beberapa komunitas taman baca. Dengan mengumpulkan sisa tenaga,
aku berniat menghadiri salah satu acara ulang tahun taman baca Kawan Kami di
Putat Jaya, Dolly. Eh, baru turun dari tangga, tiba-tiba terpeleset, dan degan
mulus aku langsung meluncur sampai ke anak tangga ketiga, tapi bukan dengan
kaki, tapi dengan pantat dan tulang ekorku. Aaauuww, sakit sekali, dan nggak
ada orang sama sekali di kost. Alhasil, aku nggak jadi kemana-mana dan memilih
istirahat.
Senin,
13 Feb, alhamdulillah, sudah sedikit fresh. Ada satu meeting
yang dibawakan seorang manager ku
di kantor.. Cukup menginspirasi. Memang kita bisa belajar banyak hal dari
siapapun dan kondisi gimanapun, bahkan dari seekor semut. Dikisahkan seekor semut
yang terkenal dengan semangat solidaritas dan gotong royongnya, sedang berusaha
mencari makan yang berbentuk sebutir nasi untuk keluarganya yang sudah menanti
di sarang. Dengan ekstra hati-hati, dibawalah sebutir nasi itu naik ke atas,
dari lantai menuju tembok. Di tengah perjalanan, si semut banyak bertegur sapa
dengan beberapa teman, hingga sebutir nasi yang dibawanya jatuh lagi ke lantai,
dan dia pun mengambilnya lagi. Sesampainya di sarangnya, ia pun dengan rela
membagikan sebutir nasi itu untuk dinikmati istri dan anak-anaknya.
Sebenarnya,
si semut bisa saja mengambil lebih dari sebutir nasi, tapi yang ia pikirkan
adalah fokus, membawanya satu persatu. Meski ada banyak rintangan yang dia
lalui saat perjalanan, dia tetap tahu tujuannya, membawakan sebutir cinta lewat
nasi yang dia persembahkan untuk orang-orang tercintanya.
Hm, so sweet, hehe…
Semut
aja mengenal yang namanya fokus dan pantang menyerah, harusnya kita pun bisa
demikian.
Dari
kisah semut, aku belajar bahwa proses yang aku alami minggu lalu dengan segala
rasa lelahku menyelesaikan pekerjaan menulis dan no excuse di kantor, termasuk membawa pesan kisah semut, bawa
satu-satu dan lakukan usaha terbaik dari apa yang kita bisa. (thil)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar