Media Sosial dan Sudut Pandang Manusia

Pagi ini, dari jam 3 an kurang lebih, saya dibangunkan oleh wara wirinya bayik Tangguh yang udah kebangun 🥺 After shalat, seperti biasa langsung scroll-scroll linimassa alias timeline WA, IG, ngecek pesan yang belum berbalas, dsb.

Sampai pada melihat story @denaahaura, pasangannya @hawaariyyun, yang banyak dianggap netizen muda yang sedang bersemangat hijrah sebagai couple goals. Ganteng, cantik, sholih, sholihah. Mungkin begitu stigma umumnya. Apa disini ada yang juga suka stalking-in mereka? 🤭

Nah, mata saya tak beranjak dari story yang dibuat Dena, saat menyertakan sticker : give me a question, spontan banyak pertanyaan yang kemudian dijawab dengan cara repost dan tambahan jawabannya.

Pertanyaan tentang : apa sebenernya pekerjaan atau bisnis Bang Hawa? atau suami Dena, membuat mata saya berhenti, jari saya menahan laju layar supaya nggak beranjak ke next story.

Saya langsung teringat ke pertanyaan yang sama yang ditujukan ke diri saya tentang apa pekerjaan suami. Di situ Dena menjawab, pekerjaan suaminya adalah mengurus bisnis bersamanya, yaitu @hawariystore, @minimslm, dan @deona_essentials

Dan, jawaban saya saat ada pertanyaan semacam itu juga sama. Mengurus bisnis bersama. We called us, duo fulltime freelancer who build social business named @thejannah.ins. Dan sampingan yang lain, seperti @lapakthejannah dan @bukukujember.

Hm, dari sini, saya jadi berefleksi kadang manusia itu memang sibuk pada hal artificial. Hal yang tampak, yang bisa dilihat mata. Padahal, kalau menyelami lebih jauh, at least lewat akun IG yang sekarang memang mau nggak mau sudah jadi online platform untuk menyusun portfolio atau melihat jejak rekam seseorang, kita sebenarnya lebih mudah menemukan jawaban.

Kalau toh media sosial hanya menjadi ajang pencitraan bagi sebagian orang, atau membentuk fake branding, saya yakin sih auranya bakal terasa. Nggak bisa dibohongin. Mau dari pemilihan kata, visual yang ditampilkan, bio profil, maupun interaksinya. Friendly or unfriendly. Honest or no. Masih ingat kasus akun Jouska Indonesia si financial planner keblinger? Kira-kira study case-nya begitu.

Jadi, nggak perlu kuatirlah dengan penilaian manusia. Karena urusan niat, hanya Allah dan diri kita yang tahu. Urusan kita itu adalah tanggungjawab atas semua potensi yang Allah berikan, sudah maksimal diasah apa belum? Sudah dimanfaatkan untuk kemaslahatan atau kemudharatan? Masih sebatas untuk maslahat diri dan keluarga, atau sudah menjalar ke lingkungan terdekat, dan beyond dari itu?

Pertanyaan-pertanyaan itu cukup dijawab dengan action plan ya mentemen. Have a productive Monday.

Jember,
Senin pagi, 19.10.20
from ur lovely mentor and sisterlillah,
@pritahw

Prita HW

2 komentar:

  1. nasihatnya beyond the inspiration. Balik lagi ke kodrat manusia ya mbak...

    BalasHapus
  2. Media sosial, filter dan absorb. Medsos, Menyalurkan informasi untuk disampaikan ke khalayaj dan semoga bermanfaat untuk yang membaca. Betul Bu, nggak perlu kuatir dengan penilaian manusia yang terkadang karena juga membingungkan. Yang penting niatnya baik. Terima kasih untuk pencerahannya Bu.

    BalasHapus