Berkunjung ke Kampung Keputih Tegal Timur, Inspirasi Kampung Kumuh Jadi Kampung Berseri



"Hai, namaku Kak Prita..." (sambil bergaya hewan dan ditirukan anak lainnya)

"Hai, Kak Prita..." (mereka semangat bergaya ala ala)

"Hai, namaku ..." (mereka menciptakan gerakan lainnya)

Masih teringat tawa riang anak-anak saat saya dan suami ditemani buah hati kami yang berusia 11 bulan bermain bersama anak-anak di sebuah kampung di sudut Keputih Tegal Timur, Surabaya. 

Penghujung tahun ini, kami memilih untuk menghabiskan long weekend menelusuri sebuah kampung di ujung Surabaya timur. Bukan tanpa alasan. Selain bernostalgia dengan Surabaya yang pernah saya tinggali 9 tahun lamanya saat masa studi dan bekerja, saya penasaran dengan geliat kampung yang dulu kerap disebut sebagai kampung pemulung untuk berbenah dan menjadi inspirasi kampung lainnya ini.

***

Perjalanan Jember-Surabaya yang seharusnya memakan waktu normal 4 jam, terpaksa molor sampai 6 jam. Maklum, sedikit macet. Bermalam sebentar di sebuah penginapan dekat terminal untuk sekedar merebahkan tubuh yang sedari tadi duduk berguncang di dalam bis rasanya kompensasi yang tepat. Paginya, badan sudah segar dan siap memulai petualangan.

Saya menyebutnya petualangan karena untuk menuju ke tempat ini, tak semua orang akrab dengan jalurnya. Selama tinggal di Surabaya dulu, saya pun belum pernah menginjakkan kaki ke tempat eks TPA (Tempat Penampungan Akhir) ini. 

Tak berapa lama, mobil yang kami pesan secara online pun tiba. Meski sudah ada titik dengan nama Kampung Berseri Astra Keputih Tegal Timur di google maps, si bapak pengemudi sempat bertanya ke 1-2 orang polisi cepek. Sayangnya mereka tak tahu.

Berbekal sinyal GPS yang mulai kembang kempis, kami melanjutkan rute. Terus melewati jalan yang berbelok ke arah TPU (Taman Pemakaman Umum) Keputih. Lalu, ada arahan untuk belok kanan. Meski agak tak yakin karena jalanannya dipenuhi truk-truk sampah dan di kanan jalan berjajar rumah pemulung pengepul, kami terus melaju. Dan, sempat bertanya pada seorang bapak.

"Kampung Berseri Astra dimana, Pak?"

"Terus aja notok, ada pertigaan, jalan yang agak turunan ke bawah, disitu terus aja udah keliatan", kata si bapak. 

Dalam hati saya bergumam, lumayan seru juga nih akses jalannya. Begitu di pertigaan kecil yang dimaksud, ada papan nama yang menunjukkan kalau kami tak salah tempat. Tak berapa lama, kami seperti disambut ucapan selamat datang meski hanya dengan sapaan berupa gapura masuk kampung. Ah, rasa lelah rasanya terbayar. 






Dengan perasaan antusias dan ekstra penasaran, saya, suami, dan baby Tangguh melangkahkan kaki demi kaki di atas jalan berpaving yang rapi. Di kanan kami ada bambu yang dicat biru untuk menutupi tanah kosong yang sebagian digunakan pengepul. Di sebelah kiri, berjejer rumah-rumah warga yang ukurannya tidak terlalu besar.

Duduk ibu-ibu di sebuah teras.

"Nuwun sewu, bu", saya berucap permisi dalam Bahasa Jawa yang umum digunakan saat lewat di depan sekumpulan orang. 

"Geeeee, monggo...", koor ibu-ibu serempak tanpa komando.

"Jalan jalan?", tanya seorang ibu.

"Mau ke Rumah Pintar, monggo bu.", jawab saya sambil pamit berlalu.

Aura kampung yang ramah mulai saya rasakan. Ada perasaan diterima. 

Melihat papan petunjuk kampung, Rumah Pintar menuju ke sebelah kiri dari arah saya berjalan. Tak salah lagi, sesuai arahan bapak yang sebelumnya saya hubungi untuk bertemu hari itu. 




Makin masuk ke dalam mendekati arah Rumah Pintar, saya merasa lingkungan sekitar makin asri. Tiap rumah seakan-akan berlomba untuk membuat halamannya rindang dan nyaman untuk sekedar dijadikan tempat berteduh selain secara otomatis memperindah tampilan rumah yang sederhana. 

Ada pot-pot tanaman hias berjajar, ada pula tanaman rambat yang kemudian ditautkan pada tiang melengkung dan membentuk semacam gerbang hiasan kecil. Yang saya suka, papan penunjuk tentang apa saja yang bisa ditemukan pengunjung disini cukup jelas. 




Tiba di Rumah Pintar, bangunan berlantai dua itu kelihatan terang dibanding bangunan yang lain. 



"Minggir, le. Tamunya sudah datang. Monggo masuk, mbak...", kata seorang ibu penjual jamu yang sedang memarkir gerobaknya di depan Rumah Pintar sambil menginstruksikan beberapa anak yang duduk di pintu untuk memberi jalan.

"Ge, maturnuwun bu. Nuwun sewu, ge. Permisi ya, le.", saya menyambut tawaran itu sambil meminta ijin untuk meletakkan tas dan ransel yang sedari tadi menemani kami. Sekaligus meletakkan baby Tangguh tentunya. 

Tak lama muncul sosok seorang bapak separuh baya yang sudah ngobrol via Whats App dengan saya sebelumnya.  

Tri Priyanto, nama bapak yang saya temui. Setelah beramah tamah sebentar, bapak yang ternyata juga punya kenangan dengan Jember ini, mulai meluncurkan cerita demi cerita sambil santai di atas gelaran karpet biru di lantai 1. 

Dari Pak Tri yang baru berdomisili di Keputih Tegal Timur pada 2002, saya tahu sekilas tentang sejarah kampung ini berdiri. Diawali tahun 1992, awalnya beberapa orang berkumpul untuk merintis pendirian kampung. Orang-orang ini merupakan pendatang yang berkeinginan memiliki tempat tinggal. Sebelumnya, kampung ini memang dihuni pemulung karena kedekatan lokasi dengan TPA. Pantas saja, kalau serangkaian image seperti kumuh, kotor, berantakan, dan dikaitkan dengan tingkah laku warganya yang cenderung "nakal" kerap melekat. 




"Disini dulu bekas tambak mbak, juga banyak sekali limbah industri dibuang kesini. Mulai dari limbah pabrik lampu, limbah minyak, dan lainnya. Tanah disini urukan dari limbah-limbah itu. Tahun 2000, perkembangan warga mulai pesat. Saat itu sudah ada 120 KK, makanya lalu kami minta dibukakan atau dibentuk kampung.", Pak Tri bercerita sambil menerawang ingatan.

Semangat warga untuk memperbaiki kampungnya bisa dibilang cukup tinggi. Tentunya tak ada orang yang ingin bergaya hidup tidak sehat dan memiliki kualitas kehidupan yang buruk karena kondisi lingkungan. Berbekal keinginan mengubah image kampung pemulung, warga mulai senang bertaman dan ingin memperkenalkan kampungnya. Ajang Surabaya Green & Clean yang digelar Pemerintah Kota Surabaya pun dipilih sebagai akses pada tahun 2008. Hingga terus memicu untuk memperbaiki diri di tahun-tahun selanjutnya. Tak ada hasil yang mengkhianati usaha.

Hingga di tahun 2013, ada undangan dari Kecamatan Keputih yang sekaligus memberikan informasi tentang program Kampung Berseri Astra (KBA) yang saat ini bisa dibilang melekat pada branding Kampung Keputih Tegal Timur ini. Awalnya, Pak Tri yang saat itu menjadi perwakilan warga sempat ragu. Karena tentu ada konsekuensi yang harus diemban. Apakah warga sudah siap, itu yang dipikirkannya. 

Pada akhirnya, Kampung Keputih Tegal Timur pun menerima pinangan dari Astra. Penghijauan pun dipilih sebagai program awalan karena urgensinya untuk membuat lingkungan makin lestari. Tak sekedar penghijauan, tanaman produktif seperti terong, cabe, dan tomat pun dipilih. 6100 bibit digelontorkan. Setelah dicoba, beberapa tak bertahan dengan iklim yang ada. Diberikanlah 2000 bibit pengganti. 








"Tapi, karena dasarnya bukan petani ya mbak, tanamannya kurang berkembang. Sempat juga didatangkan tutor. Sampai akhirnya, kami memutuskan untuk kembali ke tanaman hias, alhamdulillah subur sampai sekarang", Pak Tri mengisahkan jatuh bangunnya warga menghijaukan lingkungannya.

Bisa dimaklumi, tak mudah untuk merawat tanaman produktif dalam pot. perlu perawatan khusus terhadap hama biasanya. Sebagai pengganti tanaman produktif, Kebun Toga hadir di tengah-tengah warga. Kader ibu-ibu ternyata sangat bersemangat mengembangkan tanaman obat keluarga seperti kunir, kunyit, kencur, jahe, lengkuas, kumis kucing, dan sebagainya. Bahkan, sempat mencoba budidaya markisa namun tak bertahan lama karena markisa lebih bisa survive dari tanah, bukan tabulampot. 



   
Paralel dengan penghijauan itu, Rumah Kompos juga didirikan dengan bantuan mesin yang mendukung. Sempat berjalan dan menghasilkan, namun karena kendala operasional, Rumah Kompos akhirnya terpaksa menganggur. Kebutuhan warga untuk skala kecil terpenuhi dari pengelolaan sampah rumah tangga menggunakan keranjang takakura. 




Sedangkan sampah kering yang bisa didaur ulang, dipilah dan disetor ke Bank Sampah. "Lumayan mbak, sampah bernilai ekonomis. Meskipun disini memang ada pengepul. Jadi, ya bersaing harganya, haha", ungkap Pak Tri berseloroh sambil tertawa. 





Itulah salah satu pilar dari program CSR (Corporate Social Responsibility) PT. Astra Internasional, yaitu di bidang lingkungan. Saya tak bisa membayangkan bagaimana kondisi kampung ini dulu sebelum ada kesadaran warga yang meningkat ditambah dengan kepedulian Astra untuk mendorong pergerakan positif ini. 

Oase di Padang Rumput yang Gersang


"Dulu mbak, disini gelap. Listrik belum masuk. Saya pindah kesini tahun 1998. Jadi dulu tanah urukan itu atasnya ada lapisan minyaknya, kalau pas panas kena matahari, puanasss menyengat sekali. Sekarang sudah jauh lebih hijau, banyak tumbuhan, sudah jauh lebih nyaman.", ungkap seorang ibu yang saya tumpangi kamar kecilnya. Namanya Ibu Mariasih, tinggal tak jauh dari Rumah Pintar. 

"Ditambah, dulu ya mbak, kalau kita jalan kaki atau naik sepeda motor, belatung-belatung dari sisa sampah itu kretes kretes kita injekin. Jadi, nyampe rumah udah kotor semua, bau. Ah, sudahlah.", tambahnya lagi.


kondisi jalanan sebelum ada KBA

Perasaan saya campur aduk. Membayangkan saja, kulit tubuh dan kulit kepala saya seketika jadi terasa gatal. Ada rasa salut dan bangga atas perjuangan warga hingga mereka bisa bertahan sampai saat ini di tengah kondisi yang minus itu. 

Satu bidang lagi dari 4 pilar CSR Astra yang paling dirasakan warga adalah di bidang kesehatan. Air PDAM sendiri masuk di kampung yang makin ke dalam jalannya hanya sekitar 1,5 meter dan mampu dilewati kendaraan roda dua atau roda tiga saja ini, baru dialirkan sekitar tiga tahun lalu. Dan hanya menyala saat malam hari. Tak pelak, warga harus selalu berjaga saat pukul 10 malam tiba untuk mewadahi air tersebut ke wadah-wadah apa saja yang mereka punya. 

Kesehatan berkaitan erat dengan kebersihan air. Sadar akan hal itu, pada tahun 2014, Astra menginisiasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang mengolah air bekas wudhu dari Mushola kampung. Lumayan berfungsi untuk menyiram tanaman. Warga yang ingin menambah pasokan air, hanya dikenakan Rp. 2000 untuk 1 gerobak yang berisi 8 jerigen. Itupun dengan sistem kepercayaan semacam kotak amal yang tergantung di dinding tembok toilet mushola. 

Airnya lumayan segar. Saya, suami, dan baby Tangguh juga memanfaatkan air di mushola ini untuk mandi. Maklum, kami sempat live in 1 malam di Rumah Pintar dan ternyata kami tak terjaga pada pukul 10 malam. Air bersih pun lewat begitu saja. Tak bisa ditampung di bak mandi toilet Rumah Pintar. Ternyata ya, harus terbiasa dengan alarm jam 10 malam itu.





Makanya, adanya IPAL ini sangat membantu buat warga yang kebablasan atau tak sempat terjaga seperti saya dan suami 😆

Selain itu, ada pula WTP (Water Treatment Plan), semacam teknologi pengolahan air bersih yang bahan bakunya dari air Sungai Jagir Wonokromo yang diproses sedemikian rupa. 

"Jadi, ditarik pipa dari Jagir sana mbak, lalu dikasih obat namanya BAC, di-filter, dikaporit sampai bakterinya hilang, baru menyalur ke tandon, dan sampai ke warga", Pak Tri bercerita lagi dengan penuh semangat.

Dirinya mengakui dengan adanya WTP ini, warga jadi bisa mendapatkan air bersih untuk mandi, mencuci, bahkan memasak di siang hari. Tak harus menunggu malam hari dan berjaga. 




Air memang sumber kehidupan. Tanpanya, rasanya mustahil mengidamkan kehidupan yang sehat dan ideal. Saya merasakan sekali kalau air bagi warga di kampung yang mayoritas profesinya sebagai buruh harian dan wiraswasta ini sangat berharga. Ini saya lihat saat Pak Tri berbisik meminta ijin pada Bu Mariasih supaya saya bisa menumpang kamar mandinya. Jadi, saya pun tahu diri juga untuk berhemat air. 

Tak mungkin mengandalkan sumur dari air tanah, karena ada kemungkinan airnya berminyak dari sisa limbah TPA. 

"Kalau dulu mbak, air hujan itu diwadahi sama warga. Nanti yang bagian kotornya dibuang, sisanya dipakai untuk sehari-hari", begitu cerita kenangan masa lalu yang disampaikan Bu Mariasih. 

Dengan adanya IPAL dan WTP, Astra menjadi semacam oase di padang rumput yang gersang.   

Berdaya atau Mati

Hari semakin siang saat saya berkunjung di hari Sabtu, lembar ke 29 di bulan Desember. Suara adzan yang memanggil setiap muslim untuk melaksanakan shalat sudah berkumandang. Beberapa warga terutama yang laki-laki segera bergegas untuk melaksanakan shalat berjamaah.

Sambil menikmati kopi yang disuguhkan dari Warung Kopi persis di depan Rumah Pintar, saya ngobrol dengan ibu-ibu yang bersiap mengolah tepung dan bihun jadi martabak bihun yang enak dimakan saat hangat. Sambil sesekali mengintip laptop untuk tetap terhubung dengan printilan saya yang lain. 





Siapa sangka di warkop itu ada wifi. 

"Zaman sekarang mbak, kalau ga ada wifi ya ketinggalan. Apalagi ini pas liburan sekolah, anak-anak pada cari hiburan", kata Bu Ririn, si pemilik warkop.

Hm, statement itu menunjukkan kalau keinginan berdaya warga sangatlah besar. Tak peduli ia tinggal di sudut kampung yang mungkin tak jarang dianak tirikan, ia tetap harus terkoneksi dengan informasi. Juga, menambah nilai tambah untuk warkopnya yang sederhana. 

Tak hanya warkop, saya melihat penunjuk arah beberapa UMKM atau usaha rumah tangga warga yang masuk dalam papan penunjuk. Seperti laundry, pembuatan krupuk, pembuatan sari kedelai, pembuatan tempe, sampai kost atau kontrakan. Geliat warga untuk berdaya jelas terlihat.




Karena itu, Pak Tri dan kawan-kawan penggerak KBA Keputih terus bergerak untuk mewadahi minat wirausaha yang makin meningkat. Bersama Astra, warga sedang mengembangkan pembibitan jamur tiram.  

"Menuju 2020, untuk bidang wirausaha mandiri, selain jadi kampung wisata edukatif yang nantinya ada permainan tradisional dan lain-lain, kami ingin mengembangkan UMKM jamur, mulai produksi sendiri, menjual produk jamurnya, sampai olahannya", Pak Tri menyambung lagi obrolannya dengan letupan optimis.

Menurut pria berkacamata yang mulai tinggal di kampung ini karena membersamai mertua sepulang dari bekerja di Kalimantan, untuk menjadi icon Kota Surabaya sesuai visi KBA di 2020, kampung ini harus punya ciri khas. Dipilihlah usaha jamur karena olahan jamur seperti bumbu kaldu non MSG juga makin menjamur. Dan, itu berhubungan erat dengan urusan dapur ibu-ibu. Karena itu, pelaku UMKM nya juga ibu-ibu. 

18 Desember lalu, pelatihan awal untuk peningkatan SDM sekaligus starting untuk pembibitan sudah terselenggara dan sedang berlangsung. 

"Nantinya Rumah Kompos akan kami alih fungsikan jadi Rumah Jamur, mbak", tambahnya lagi.

Keberdayaan tanpa literasi untuk mendukung pengetahuan warga tentu tak bisa tercipta. 

Pembelajaran yang terus menerus dan menyatu dengan aktivitas warga difasilitasi dalam Rumah Pintar Astra yang sedari awal menjadi tempat saya beramah tamah. 




Sejatinya, Rumah Pintar ini semacam balai serbaguna pertemuan warga mulai dari rapat, Posyandu, dan aktivitas lainnya. Di lantai dua, warga bisa memanfaatkan berbagai sentra, seperti Sentra Buku & Permainan, Sentra Jahit & Kriya, Sentra Komputer, dan Sentra Audio Visual. 

Sentra Jahit & Kriya juga termasuk wadah keberdayaan warga. Ibu-ibu yang sehari-hari mengurus rumah tangga pastinya membutuhkan aktualisasi diri. Penyaluran positifnya bisa dengan aktivitas mengolah barang-barang bekas menjadi lebih layak untuk digunakan kembali dengan bentuk barang yang baru.





Saat arus informasi makin pesat, warga seperti Bu Ririn yang tadi saya kisahkan, bisa menggunakan fasilitas komputer dan juga Audio Visual. Misalnya, menonton Youtube untuk melihat video tutorial kerajinan recycle, atau nonton bareng anak-anak, ataupun aktivitas ketik mengetik kebutuhan warga untuk program-program yang terus berjalan. 

Satu yang tentu paling menarik bagi saya adalah Sentra Buku & Permainan  yang sangat disukai anak-anak. Meski untuk membaca atau melakukan aktivitas permainan lainnya tentu tak terbatas pada sebuah ruangan kotak itu saja. Selain anak-anak, warga yang membutuhkan referensi bacaan untuk meningkatkan kesuburan tanamannya, untuk menyingkap lebih jauh menfaat toga, atau menambah bacaan kewirausahaan juga bisa berkunjung dan menjelajah koleksi bukunya. Sayangnya, tak ada pengelola khusus untuk perpustakaan mini ini.





Rumah Pintar ini merupakan perwujudan dari pilar CSR Astra dalam bidang Pendidikan selain pendirian PAUD dan juga pelatihan berbasis kebutuhan warga yang berjalan harmonis dengan program bidang lainnya. 

Ya, karena pendidikan bukan soal membaca teks saja. Tapi, ia harus berguna secara fungsional dan budaya. Pengetahuan yang bermanfaat adalah kata kuncinya. Berdaya adalah tujuan akhirnya. Menghidupi diri sendiri adalah sebuah keniscayaan di tengah kehidupan ekonomi yang pas-pasan. Apalagi, membuktikan pada dunia luar bahwa kampung mereka sudah berubah juga terbilang tak mudah. Maka, pilihannya, berdaya atau mati menyerah pada keadaan.

***

Pagi hari seusai mandi dan menikmati udara pagi yang cukup sejuk untuk wilayah Surabaya, Minggu, 30 Desember itu, saya sungguh bersemangat untuk memulai hari. Pun, suami dan baby Tangguh. 

Aktivitas kampung mulai tampak hiruk pikuk diantara rerimbunan dedaunan tanaman. Ada petugas sampah, ada penjual tahu, warga yang sedang bebersih halaman rumahnya, sampai anak-anak yang terlihat berlarian sesaat setelah bangun tidur. 





"Nanti ke Rumah Pintar ya, kita main bareng-bareng jam 9", pesan saya saat melewati gerombolan anak kecil. 

Mereka hanya mengangguk sambil tersenyum polos, tanda mengiyakan.

Saya sengaja membuat kegiatan bermain dadakan untuk menghibur mereka di masa liburan sekolah. Crayon, pensil warna, gunting, isolasi, dan sedotan sudah siap. 

Sebelum mulai, saya mengajak mereka untuk berkenalan ceria dulu. 

"Sudah kenal, Kak.", kata sebagian dari mereka.

"Loh, tapi Kak Prita sama Kak Nana dan Dek Tangguh kan belum kenal. Yuk, sekarang kita bentuk lingkaran sedang, biar motor tetep bisa lewat. Kalian punya hewan favorit? Gerak geriknya yang lucu, bisa kalian tiru ya, sambil diperagakan dan bilang, Hai, namaku....", saya langsung menjawab dan mengkondisikan situasi yang mulai ribut 😅 




"Aku gaya kelinci."
"Aku ikan suro."
"Kalau buaya, gimana kak gayanya?"
"Aku burung."
"Aku kupu-kupu."

Mereka sibuk memikirkan gerakannya sambil malu-malu mulai bergerak. 

Cara berkenalan ini termasuk efektif untuk mencairkan kekakuan dan malu malu mau diantara mereka. Termasuk saya yang belum mengenal mereka satu persatu. Ada Dafa, Vangga, Ibnu, Adi, Bayu, Galih, Zaki, Usi, Nisa, Laura, Della, dan beberapa yang keluar masuk. Sempat nonton bareng film pendek juga saat menunggu beberapa teman yang lain.




Berlanjut, saya mengajak mereka untuk membuat kupu-kupu dari bentuk jari tangannya masing-masing. Lucu sekali. Ada yang bilang, "ga bisa Kak, gimana pegang pensilnya, tangannya semuanya kan di kertas?" 

Sambil saling membantu yang lain, kami asik membuat kupu-kupu dari tangan, mewarnainya, mengguntingnya, dan memberikan sedotan di belakangnya sebagai pegangan mainannya. 

"Yeyyy, bagus Kak. Aku taruh di sepedaku...", kata Vangga dan teman yang lain.

"Oke, sekarang kita keliling kampung, yuk. Kita foto di tempat yang banyak lukisannya. Sambil mengenal, nama-nama tanaman disini, kalian tahu dan pernah mencatat ga?", tanya saya sambil berjalan menyusuri kampung di hari siang itu.




"Belum, Kak. Tapi tahu ada toga, tanaman obat keluarga.", jawab Usi yang duduk di kelas 1 SD.

"Oke, lain kali kita belajar bareng-bareng nama-nama tanamannya ya. Kalian seneng ga tinggal di kampung ini? Asri ya?", pancing saya lagi.

"Iyaaaa, banyak tanaman, Kak."
"Terus, senengnya lagi, banyak teman..."

Ya, itulah anak-anak. Jujur dan apa adanya.

Mereka tak pernah tahu kalau kampung mereka ini bisa saja digusur kapan saja suatu saat nanti, karena status tanahnya yang belum legal untuk ditinggali. 

Yang warga tahu, saat ini mereka terus berbuat yang terbaik untuk membuktikan bahwa kampung pemulung yang dulu kumuh itu, yang dulu tak diperhitungkan itu, yang dulu dicibir banyak orang itu, pelan-pelan sudah berbenah. Dan, bahkan siap menjadi kampung percontohan berbasis lingkungan. Upaya-upaya ini mereka harapkan menjadi bahan pertimbangan bagi pemangku kebijakan agar mereka tak dipindah di rumah susun suatu saat nanti. Dalam hati, saya mengamini dan berdoa, semoga anak-anak dengan keceriaannya bisa melanjutkan perjuangan para orang tuanya.

Tips Berkunjung ke Kampung Berseri Astra Keputih Tegal Timur

  • Jika ingin mendapat penjelasan tentang berbagai komponen menarik di KBA, hubungi saja Pak Tri Priyanto, Koordinator Penggerak KBA Keputih Tegal Timur lewat WA : 087855548697
  • Bisa pesan transportasi online dan langsung search titik : Kampung Berseri Astra Keputih Tegal Timur. Ada dua akses jalan masuk, yaitu melalui Terminal Keputih dan Hutan Bambu atau melalui lorong rumah-rumah pengepul.

  • Jika membawa mobil, parkirlah di depan MCK Komunal atau dekat WTP, arah pertigaan menuju ke kanan, dari arah gapura masuk. 
  • Siapkan akan menginap dimana karena di KBA Keputih Tegal Timur belum menyediakan homestay. Ada kost atau kontrakan bulanan, tapi masih berupa kamar kosong tanpa perabot. 
"Kalau untuk homestay mungkin masih jangka panjang ya, mbak. Karena rumah warga ukurannya cuma 4 x 12 meter. Masih belum layak untuk itu. Tapi, kalau mau menginap di Rumah Pintar dengan kondisi ada karpet begini, monggo", itulah jawaban Pak Tri saat saya menanyakan kemungkinan homestay ke depannya. 

  • Perhatikan papan penunjuk jalan untuk menuju ke Rumah Pintar, Rumah Kompos, WTP, IPAL, Bank Sampah, Kebun Toga, dan lainnya.
  • Wajib berfoto di rimbunnya hijau kampung dan instagenic spot yang banyak berada di sisi-sisi tembok tiap gangnya.




  • Tanyakan juga warung terdekatnya. Selain warkop di depan Rumah Pintar, ada warkop di jalan lebar pertama selurus dengan gapura KBA, Soto Ayam Eddy (yang sayangnya sotonya habis saat saya kesana), dan juga Warung Mbak Anik (yang menjual nasi pecel, dan lain-lain dan sayangnya sedang tutup di akhir tahun kemarin). Jadi, lebih save juga untuk membawa air mineral sendiri (meski disediakan pula di Rumah Pintar) atau beberapa cemilan.
  • Cek ada air atau tidaknya saat akan ke toilet atau menumpang kamar kecil ke warga. Bila ingin menggunakan air bersih lebih banyak, lebih baik gunakan saja toilet musholla kampung yang terdapat IPAL.
  • Bila ingin datang saat ada aktivitas Bank Sampah atau lainnya, lebih baik tanyakan jadwalnya lebih dulu dengan menghubungi Pak Tri.
  • Ngobrol dengan warga secara santai untuk mendapat cerita-cerita menarik.
  • Buat kegiatan bermain dengan anak-anak sebagai selingan aktivitas. Kegiatan rutin anak-anak adalah adanya bimbel dari mahasiswa perguruan tinggi di Surabaya secara bergantian. Atau buat kegiatan berbagi ilmu untuk ibu-ibu atau yang lain. 
Liburan akhir tahun 2018 ini buat saya dan suami jadi berkesan. 

Tak cukup memang hanya dengan 2 hari 1 malam, saya bisa ikut merasakan aura perjuangan warga Keputih Tegal Timur dari kampung yang sedemikian kumuh hingga berseri berkat program CSR dari Astra seperti saat ini. 

Tapi minimal, saya ikut merasakan kebanggaan perubahan image positif dan bagaimana kampung ini lebih dikenal masyarakat diluar Keputih. Terbersit keinginan untuk kembali saat program menuju 2020 mulai menunjukkan eksistensinya. Tak sabar menyaksikan ibu-ibu bercerita tentang UMKM jamur tiramnya.





Satu yang saya yakin bisa terus dipertahankan sebagai modal utama KBA Keputih Tegal Timur ini adalah kekompakan dan keramah tamahan warganya. Teruslah menjadi inspirasi demi generasi yang lebih berseri untuk sekian tahun mendatang. Karena semua upaya bukan saja untuk hari ini, tapi nanti. 


Wassalam, 



Prita HW

46 komentar:

  1. Menginspirasi bangett mbak prita metamorfosis kampung keputihnya, aku sampe merinding bayangin kalau harus nginjek belatung buat jalan disana😨😨, Alhamdulillah sekarang keren banget semangat dan hasil perubahannya. ini bisa jadi contoh buat kampung2 yang lain buat berbenah lebih baik lebih produktif..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya setiap desa itu Ada pendamping desa kak dan lewat dana desa ya diharapkan desa menjadi lebih produktif dan creative. Ada juga program desa tematik. Hehehe coba aja andai semua desa bisa berbenah pasti Indonesia lebih Keren dari jepang wkwkwkwk. Auto semangat aku hehehe salam kenal kakak

      Hapus
    2. sama Milaa, aku bayangin gmn orang udah terbiasa sama belatung2 itu, dan mrk harus bersabar sampai akhirnya sampai bisa kayak begini. Salut bgt

      Hapus
  2. Ahhh ini isi desanya Keren banget. Jadi penasaran dong aku pengen kesana hehehe asri banget rasanya.

    BalasHapus
  3. Baca ini kok jadi inget acara2 di tv2 itu ya baik mulai dr opening sampai ending
    Emg harus dtg langsung y mb biar brasa bgt gregetny
    Kampungny juga bersih bgt trnyata

    BalasHapus
  4. Bantuan CSR aja sdh bisa membuat perubahan yaa. Apalagi kalo pembenahan dan pemberdayaan kampungnya dilakukan negara yg bersungguh2 memngurusi rakyatnya. Pasti bakal lebih keren kampungnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener banget mbak, kalau negara yg punay program kayak gini, jadi masif banget deh

      Hapus
  5. Kayaknya seru banget pengalamannya mbak sampe live in juga, seruuuuu. Btw asri yah mbak ijo2 gitu lingkungannya.

    BalasHapus
  6. Ada rumah pintar juga, kereeen! Salut bisa mengubah dari kampung kumuh terus jadi kampung asri kayak gitu. Masyarakat mau terlibat terutama anak-anak jadi tersadarkan. Makasih sudah melaporkan daerah ini Mbak. Saya malah deket tapi belum pernah ke sana :)

    BalasHapus
  7. Wuah, kondisinya beda jauh ya dari sebelumnya cuma kampung kumuh, sekarang menjadi kampung yang asri, banyak tanaman2 hijau yangbikin seger mata.
    Itu temboknya dipenuhi gambar2 warna-warni, cakep juga buat latar belakang foto di situ. Instagramable :)

    BalasHapus
  8. Kerennnnnnnnnnnnnn mbak prita petualangannya. Sampek kebawa cerita pas baca, ngebayangin kalo aku juga ikut dalam kegiatan. Jadi pengen kesana.

    BalasHapus
  9. Aku bisa ngebayangin kalau tanpa air kehidupan jadi berasa hampa *halah. Seru banget perjalanannya Mbak Prita, yang dikunjungin juga menarik tempatnya.

    BalasHapus
  10. Kasihan juga yaa sebelum ada KBA warga di kampung keputih hidup di antara tanah urukan dan berbagai limbah industri. Keren nih Astra, bikin program yang peduli banget dengan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat kecil. Semoga makin banyak kampung dan desa yang bisa tersentuh KBA :)

    BalasHapus
  11. Suka banget dengan pager dan tembok yang warna warni, tanamannya juga banyak disepanjang jalan kampung, bikin tampilan kampung keputih ini jadi instagramable hehehe.

    BalasHapus
  12. Keren nih KBA Keputih Tegal Timur Surabaya. Semuanya serba ada dan kreatif banget. Aku suka deh sama bank sampah dan rumah pintar. Btw, seru banget sih di warung kopi ada wifi.

    BalasHapus
  13. Maa syaa Allah. Terharu sekali dengan kegigihan masyarakatnya. Tuh betul kan ya ternyata semua orang fitrahnya suka kebersihan, ketertiban, kerapihan, dan segala sesuatu yang asri.

    Saya membayangkan, seandainya bukan cuma satu dua perusahaan swasta yg punya kepedulian begitu terhadap masyarakat dan lingkungan, tapi semua berpadu membina desa-desa/kampung/daerah kumuh, pasti Indonesia ini udah jadi tempat yang indah dan menyenangkan. Bu Mariasih itu, salah satu warga yang jadi saksi bagaimana dulu dan sekarang tempat tersebut berkembang, tentu bahagia dan terharu banget. Orang-orang yang merasakan jatuh bangun begitu insyaa Allah akan lebih menghargai proses.

    Apa pernah diliput televisi/media internasional mbak ini tempatnya?

    BalasHapus
  14. Liburannya seruuu banget ya Mbak.
    Bisa nambah ilmu dan pengalaman.
    Alhamdulillah sekarang makin banyak orang yg berinovasi seperti ini, semoga setiap daerah punya tempat seperti ini juga. Ngarep ini di tempatku jg ada yg kayak gini. :)

    BalasHapus
  15. Beberapa hari ini, saya baca berbagai postingan tentang Kampung Berseri Astra. Salut dengan kepedulian Astra. Harapan saya tentunya semoga banyak perkampungan yang seperti ini.

    BalasHapus
  16. Saya di Surabaya sejak tahun 2000 mba, dan dulu ngekos di Klampis, setiap malam di atas pukul 9 malam, masha Allaaahhh.. bau sampah menyeruak.
    Truk2 pengangkut sampah lewat mau buang sampah di Keputih sana dan air sampahnya jatuh2 di jalan.
    Duh mual deh.

    Di tahun 2003an saya pernah nginap di perumahan yang bisa dikatakan lumayan lah di dekat keputih itu, dan bau sampahnya masih terasa dong, salut banget orang yang tinggal di situ, makanya dulu banyak rumah kosong, mereka beli aja dan nunggu sampai sampahnya di pindah.

    Awal tahun kemaren kami pernah iseng ke sana, dan masha Allah, terkejut banget liat perubahannya.
    Udah cantik banget, rumah-rumah makin ramai, dan harga tanah melambung tinggi hahaha

    Astra ini selalu ada di mana-mana ya, membantu pemerintah memberikan asa kepada masyarakat di tempat terbelakang :)

    BalasHapus
  17. Di Jakarta nih banyak bamget kampung kumuh, kalau semua disulap seperti ini bisa jadi perkampungan asri dan lebih sehat ya

    BalasHapus
  18. Tidak mudah ya pastinya mengawali sebuah kebaikan , apalagi ini semacam terobosan budaya.
    Selalu salut pada mereka yang mengabdikan hidupmnya demi perkembangan peradaban

    BalasHapus
  19. Jadi kepengen berkunjung di sana �� asri dan adem banget yah mba, pengen banget kampung halaman saya kayak gini, kapan yah dibina juga sama Astra �� kalau tinggal di kampung yang adem kayak gitu pasti bakal betah apalagi dengan warganya yang ramah-ramah, mudah2an bisa menginspirasi desa-desa Lainnya yah ��

    BalasHapus
  20. Bagus sekali program CSR ASTRA. Mendukung daerah untuk memajukan kampung yang awalnya tidak terekspose, sekarang jadi sorotan karena program programnya yang bagus. Mulai dari pendidikan PAUD sampai pelatihan untuk warga sekitar

    BalasHapus
  21. Keren ya programnya, tahun kemarin aku diajak ke KBA kemuning di Gunung Kidul. Seneng banget bisa melihat programnya Astra di sana.

    BalasHapus
  22. Yang foto di bawah rimbunnya pohon itu cakep loh mba, jadi pengen juga kesana. Nggak hanya itu aja sih, karena kampungnya ternyata memiliki begitu banyak sumber daya yang telah bwruber menjadi destinasi wisata edukatif. Banyak yang bisa diberdayakan di kampung ini, termasuk warung kopi yang udah kekinian karena menyediakan wifi. Tapi sedih ya mba, karena bisa saja suatu hari kampung ini menjadi kenangan karena status tanah yang bukan milik warga

    BalasHapus
  23. Kampungnya nyaman banget ya mba.
    Ada peta dan penunjuk arah juga, baru pertama kali lihat yang begini di tempat yang namanya kampung :)

    BalasHapus
  24. Keren bangeeeet! Perbandingannya antara jalanan sebelum ada KBA dengan rimbunnya tanaman yang jadi bacgroun foto Mbak Prita.... Saya kok jadi pengen main ke sana juga ya Mbak, lihat bank sampahnya. Sekalian belajar berkebun di area perumahan....

    BalasHapus
  25. kok aku sering banget ya baca tulisan tentang beberapa kampung binaan astra ini. berapa kampung ya binaanya ini. aku jadi penasaran. kalau semua kampung dibuat seperti ini, tentunya kampung tersebut akan terlihat indah dan perekonomiannya bagus dg upaya pemberdayaan UKMnya. keren banget nih astra.

    BalasHapus
  26. Ini daerah dekat kampusku dulu. Inget banget memang dulu begitu gersang kondisinya. Sekarang jadi asri begini ��

    BalasHapus
  27. Semoga semakin banyak desa yang warganya seperti ini, kreatif dan berdaya juang tinggi untuk melakukan perbaikan terhadap kampunya sehingga kehidupannya pun lebih sejahtera dan sehat

    BalasHapus
  28. Kampungnya benar2 berseri dan layak jadi percontohan. Aku ingin punya kampung kaya gitu, tapi sepertinya masih jauh. Ya untuk mewujudkan kampung indah kan butuh kerjasama dari semua pihak termasuk penghuninya yg ingin perubahan

    BalasHapus
  29. Wah keren banget ya. Semoga bertambah lagi Kampung Berseri Astra. Di tempatku blm ada KBA nih, padahal banyak kampung.

    BalasHapus
  30. Setiap baca cerita tentang kampung Astra, selalu ada perasaan bangga campur haru. Kerjasama yang sangaaat baik antara pihak Astra yang sudah memberikan fasilitas, serta penduduk/warga yang memang mau berbenah menjadi lebih baik.

    Aku punya mimpi bisa membangun desaku menjadi seperti ini Mba Prita. Kondisi sekarang itu banyak anak yang ditinggal ibunya ke luar negeri menjadi TKW, banyak pengangguran karena nggak mau jadi petani sementara pekerjaan utama di kampungku ya petani. Dan lagi, aku ingiiin banget anak-anak di kampungku terus sekolah, nggak cuma mentok SMP terus pada pergi meratau yang paling banter jadi ART/nanny :(

    Semoga suatu saat aku bisa mewujudkan mimpiku membangun kampung berseri dan melek literasi. Aamiin Ya Allah.

    BalasHapus
  31. Senang banget dgn progr CSR nya PT Astra ini kebermanfaatannya panjang dan luas semoga ditiru oleh pengusaha lainnya ..

    BalasHapus
  32. Perjuangan untuk menjadi lebih baik memang gak mudah ya, Mbak. Seperti rumah kompos, inginnya memberi manfaat, tapi karena gak berjalan sesuai rencana, mau gak mau harus diubah yang lain. Tentunya yg lebih baik lagi, seperti rencana membuat rumah jamur. Semoga warga di sana makin berdaya dan kehidupannya makin baik lagi ya.

    BalasHapus
  33. Senang deh melihat desa yang ditata cantik seperti Kampung Keputih Tegal Timur. Oh ya, aku mau tanya Mba, bagaimana cara agar desa tersebut bisa masuk program ASTRA? Apakah ada prosedurnya?

    BalasHapus
  34. Alhamdulillah ya bisa menjadi desa astra. Ada berapa sih mba desa astra ini. Kemaren sempet ngobrol di grup kok ga ada yang tahu pasti jumlahnya.

    BalasHapus
  35. Salut sama kepedulian ASTRA dan ini tim CSR-nya keren banget semoga banyak juga perusahaan termasuk perusahaan aku nih meniru CSR ASTRA mba

    BalasHapus
  36. Tempatnya asli kereeen mba. Dan asri banget ya, banyak tanaman dan bunga. Senang membaca transformasi luar biasa yang dilalui

    BalasHapus
  37. Uwoowww kereennn bgt kampungnya.. Hijau nan asri ya Mba. .Selalu mupeng, andai aja kampungku dijadiin kampung astra hehhe.. Jd ijo cantik begitu :)

    BalasHapus
  38. keren mbak prita, cakep fotonya bukan main, hijaunya juga asri banget... Suka deh, andai semua tempat Seperti ini pasti Indonesia makin keren dan asri #jejakbiru

    BalasHapus
  39. Aku selalu suka konsep KBA ini entah kenapa. Bikin kampung lebih hidup ya Mba.

    BalasHapus
  40. Wuah kampung keputih jadi keren nih. Kayaknya aku kudu ke sana untuk lebih tahu tentang pengelolaan airnya.

    Hohoooo kuat ya motoran bertiga ke surabaya. Semoga ntar dapat yang mobil deh, hahaha

    BalasHapus