![]() |
design modified by @nanawarsita |
Oleh : Prita Hendriana Wijayanti*
Jember akhir-akhir ini cukup populer diperbincangkan. Bukan cuma
gara-gara berbagai kasus yang makin menggejolak, seperti rendahnya
tingkat literasi, kabar pencabulan santri, penyebaran narkoba, hingga
disinyalir menjadi salah satu ‘sarang’ berkembangnya LGBT saja. Isu
tentang ekonomi kreatif juga sedang ramai menjadi sorotan. Apalagi sejak
kota karnaval disematkan sebagai ‘julukan’ baru. Meski, ini cukup
menuai kontroversi dengan identitas awal Jember sebagai kota seribu
pesantren atau kota santri.
Ekonomi kreatif memang sedang dikembangkan secara serius oleh
Pemerintahan Jokowi saat ini melalui pembentukan Badan Ekonomi Kreatif
(Bekraf). Satu angin segar, tentu saja di satu sisi memang benar
demikian adanya. Sebab, banyak talenta-talenta muda Indonesia yang kini
menjadi kian bersemangat untuk mengembangkan potensinya. Diharapkan,
Bekraf dapat menjadi motor penggerak perekonomian Indonesia ke depan.
Dikatakan oleh Kepala Bekraf, Triawan Munaf, ada tiga sektor ekonomi
kreatif yang sedang naik daun, yaitu fashion, kuliner, dan crafts.
Sedang prioritas lain yang akan dikembangkan adalah games, aplikasi, dan musik.
Di Jember sendiri, selain gelaran Jember Fashion Carnaval di bidang fashion, memang
banyak bermunculan industri kreatif lainnya. Terutama di bidang
kuliner, yang ditandai dengan kemunculan berbagai kafe baru dan juga
makanan siap saji ala delivery order yang banyak diinisiasi anak muda Jember.
Termasuk di bidang crafts seperti pembuatan souvenir dan
juga pengembangan batik. Diungkapkan Bupati Jember, dr. Hj. Faida, MMR,
dirinya sangat mengapresiasi dibuatnya batik motif pesawat terbang,
karena bisa diartikan sebagai sesuatu yang positif karena Jember akan
mengembangkan bandaranya untuk menjadi embarkasi umroh dan haji.
(suaraindonesia-news.com)
Baru-baru ini, pertengahan Maret lalu (18/03) juga digelar event
akbar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif itu. Terutama dari
kalangan mudanya. Adalah Festival Saudagar Kampus Jember yang
diselenggarakan di Gedung Soetardjo. Event yang digagas oleh komunitas
Saudagar Kampus, dan didukung HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia)
Jember serta Universitas Jember ini juga menghadirkan pembicara dari
Bekraf.
Ada pernyataan menarik dari pembicara yang cukup menggelitik, “Kalau
bisa kita mengurangi beban negara, karena negara ini sudah terlalu
banyak beban.”. Pernyataan ini langsung menggiring pikiran menuju hutang
negara yang memang menghebohkan semua orang.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Riza Annisa Pujarama menyebutkan bahwa utang luar negeri Indonesia telah mencapai Rp. 7.000 triliun yang mencakup total utang pemerintah dan swasta. Untuk utang pemerintah, utang tersebut dalam rangka menambal defisit anggaran pemerintah. Sementara utang swasta dilakukan korporasi dan BUMN.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Riza Annisa Pujarama menyebutkan bahwa utang luar negeri Indonesia telah mencapai Rp. 7.000 triliun yang mencakup total utang pemerintah dan swasta. Untuk utang pemerintah, utang tersebut dalam rangka menambal defisit anggaran pemerintah. Sementara utang swasta dilakukan korporasi dan BUMN.
Diungkapkan pula, peningkatan utang terus berlanjut hingga APBN 2018
bulan Februari menembus angka Rp. 4.034,8 triliun, Dan pada APBN 2018
mencapai Rp. 4.772 triliun.(ekonomi.kompas.com)
Menurut Prof. Dr. Ing. H. Fahmi Amhar, uang 4000 T utang negara itu
ibaratnya, “Kalau 1 truk container mampu memuat sekitar 20 m3, maka
diperlukan 2.000 truk untuk mengangkut seluruh uang itu. Kalau dalam
pecahan Rp. 1.000 maka tentu jadi 200.000 truk. Bila 1 truk panjangnya
10 m, maka menjadi 2.000.000 m atau 2.000 km alias 2 kali panjang Pulau
Jawa”.
Padahal, kalau kita telaah, Indonesia yang dulu dikenal dengan
sebutan negeri gemah ripah loh jinawi saking kaya dan suburnya, apakah
tidak mungkin bisa membuat warganya sejahtera, dan membuat pemerintahnya
tak menumpuk utang? Jawabannya, mungkin saja, selama penerapan ekonomi
kapitalis tak lagi digunakan dan kita kembali pada hukum Allah SWT.
Sebab, dalam sistem pemerintahan yang kembali pada hukum Allah SWT,
merupakan kewajiban negara untuk mengelola harta milik umum (seperti
Sumber Daya Alam) yang kemudian hasilnya digunakan untuk kepentingan
rakyatnya, bukan kepentingan segelintir orang saja atas nama privatisasi
atau bahkan diserahkan kepada pihak asing.
Tak heran, banyak polemik muncul. Kabarnya, pemerintah juga akan
menggalakkan pajak dari berbagai sektor. Tak hanya korporasi atau
lembaga besar, para pelaku ekonomi kreatif pun, termasuk para pemasar online mandiri (bukan e-commerce) juga akan ikut kena dampaknya. Seperti yang selama ini memanfaatkan media Instagram untuk bisnisnya, sebagai contoh. Pun, para freelancer yang biasanya menggeluti dunia kepenulisan, desain, aplikasi, serta IT.
Berbagai cara dilakukan untuk menambah penghasilan negara lewat pajak. Maka, ketika ekonomi kreatif terus dirangsang pertumbuhannya, ada apa dibalik ini semua? Semoga negara segera bertobat, berganti dari sistem kapitalis menuju hukum-hukum Allah SWT. Sehingga, tak ada cerita negara membebani rakyatnya seperti sekarang ini atas nama pembangunan. Seharusnya negaralah yang harus mengurus dan memenuhi kewajiban rakyatnya.
Berbagai cara dilakukan untuk menambah penghasilan negara lewat pajak. Maka, ketika ekonomi kreatif terus dirangsang pertumbuhannya, ada apa dibalik ini semua? Semoga negara segera bertobat, berganti dari sistem kapitalis menuju hukum-hukum Allah SWT. Sehingga, tak ada cerita negara membebani rakyatnya seperti sekarang ini atas nama pembangunan. Seharusnya negaralah yang harus mengurus dan memenuhi kewajiban rakyatnya.
*)Blogger, penulis lepas, pelaku ekonomi kreatif di The Jannah Institute
Note :
Dimuat di Suara Jatim Post, Senin, 2 April 2018
Bener banget mbak, di kota ku juga ekonomi kreatifnya mulai naik. kebanyakan dari wisata sih sama kuliner tradisional yang kembali naik daun.
BalasHapus