Memiliki
tubuh yang mungil – kalau tak mau disebut kecil – merupakan suatu
anugerah tersendiri buat saya. Loh, bukannya sering di-bully dengan
dipermainkan seperti anak kecil ya saat ada joke-joke ringan? Haha, bagi
saya itu adalah bagian terbesar dari doa-doa yang mereka sisipkan lewat
bahasa lain agar saya tetap awet muda :)
Tapi, segala sesuatu kan pasti tidak diciptakan sempurna ya, seperti halnya ukuran tubuh saya yang tergolong mini. Disebut mini, karena semua ukuran baju selalu harus S, ukuran sepatu 36, bahkan secara kasat mata bisa dilihat antara 35-36, kids series kata teman saya :)
Dan, satu lagi, kalau beli celana dan rok, pasti bawahnya harussss ... dipotong! Yap, itu yang bikin saya sedikit repot. Bukan hanya itu, tak jarang bagian pundaknya kurang naik lah, tangannya kepanjangan, atau bagian pinggang kurang singset, hihihi, banyak ya. Karena itu, peran penjahit dalam hidup saya menempati porsi amat sangat penting. Hampir semua baju selalu dipermak
Kerepotan yang Membawa Berkah Lain
Kalau waktu saya kecil sih enak ya, ada eyang putri yang punya hobi menjahit dan selalu membuatkan baju-baju lucu untuk jadi koleksi atau dipakai sehari-hari. Begitu berkuliah di luar kota, kemudian lulus dan melanglang buana dari satu kota ke kota lain untuk mengadu nasib demi sebakul nasi, seteko teh, semangkok sop, setundun pisang, sebuah tiket pesawat, dan eh.. keterusan, peran penjahit tak bisa dielakkan. Di kota-kota yang pernah menjadi tempat tinggal sementara saya seperti di Surabaya, Balikpapan, dan terakhir Semarang, saya pasti punya langganan penjahit.
Nah, yang terakhir di Semarang adalah penjahit yang paling sering saya repoti, atau saya bagi rejeki ya, entahlah. Yang jelas kalau permak ke penjahit favorit saya yang bernama Pak Azis ini, saya bisa membawa sekantong kresek berisi minimal tiga baju untuk dipermak, belum lagi pernik seperti kerudung yang kepanjangan, jahitan yang rusak, resleting tas copot, dan lain-lain, deh. Yang saya suka juga, Pak Azis ini selalu dengan seksama mengukur dan menandai bagian yang harus dipermak dengan kapur warnanya. Meski di tengah-tengah pekerjaannya yang sedang memanjakan pelanggannya termasuk saya, ada seekor kucing kesayangan yang suka berlarian kesana sini atau kadang tidur di atas tumpukan kresek baju. Walah.
Belakangan saya ketahui bahwa ternyata Pak Azis yang satu atap berkolaborasi dengan sang kakak di kiosnya yang sederhana ini sudah menjahit selama puluhan tahun. Ia tak ingat persis kapannya. Yang dia ingat adalah bahwa usaha menjahitnya ini sudah turun temurun dari usaha yang dirintis ibunya pada 1975. Wow. Luar biasa eksistensi kios jahit yang satu ini ya. Bahkan, usia saya pun masih dilampaui.
Tapi, segala sesuatu kan pasti tidak diciptakan sempurna ya, seperti halnya ukuran tubuh saya yang tergolong mini. Disebut mini, karena semua ukuran baju selalu harus S, ukuran sepatu 36, bahkan secara kasat mata bisa dilihat antara 35-36, kids series kata teman saya :)
Dan, satu lagi, kalau beli celana dan rok, pasti bawahnya harussss ... dipotong! Yap, itu yang bikin saya sedikit repot. Bukan hanya itu, tak jarang bagian pundaknya kurang naik lah, tangannya kepanjangan, atau bagian pinggang kurang singset, hihihi, banyak ya. Karena itu, peran penjahit dalam hidup saya menempati porsi amat sangat penting. Hampir semua baju selalu dipermak
Kerepotan yang Membawa Berkah Lain
Kalau waktu saya kecil sih enak ya, ada eyang putri yang punya hobi menjahit dan selalu membuatkan baju-baju lucu untuk jadi koleksi atau dipakai sehari-hari. Begitu berkuliah di luar kota, kemudian lulus dan melanglang buana dari satu kota ke kota lain untuk mengadu nasib demi sebakul nasi, seteko teh, semangkok sop, setundun pisang, sebuah tiket pesawat, dan eh.. keterusan, peran penjahit tak bisa dielakkan. Di kota-kota yang pernah menjadi tempat tinggal sementara saya seperti di Surabaya, Balikpapan, dan terakhir Semarang, saya pasti punya langganan penjahit.
Nah, yang terakhir di Semarang adalah penjahit yang paling sering saya repoti, atau saya bagi rejeki ya, entahlah. Yang jelas kalau permak ke penjahit favorit saya yang bernama Pak Azis ini, saya bisa membawa sekantong kresek berisi minimal tiga baju untuk dipermak, belum lagi pernik seperti kerudung yang kepanjangan, jahitan yang rusak, resleting tas copot, dan lain-lain, deh. Yang saya suka juga, Pak Azis ini selalu dengan seksama mengukur dan menandai bagian yang harus dipermak dengan kapur warnanya. Meski di tengah-tengah pekerjaannya yang sedang memanjakan pelanggannya termasuk saya, ada seekor kucing kesayangan yang suka berlarian kesana sini atau kadang tidur di atas tumpukan kresek baju. Walah.
Belakangan saya ketahui bahwa ternyata Pak Azis yang satu atap berkolaborasi dengan sang kakak di kiosnya yang sederhana ini sudah menjahit selama puluhan tahun. Ia tak ingat persis kapannya. Yang dia ingat adalah bahwa usaha menjahitnya ini sudah turun temurun dari usaha yang dirintis ibunya pada 1975. Wow. Luar biasa eksistensi kios jahit yang satu ini ya. Bahkan, usia saya pun masih dilampaui.
![]() |
Kios Pak Azis yang turun temurun dari tahun 1975 |
Bangunan
kios sederhana ini memang begitu apa adanya. Terletak di salah satu
gang dekat minimart yang populer, di suatu jalan bernama Karanganyar,
Semarang. Dekat pula dengan sekolah terkenal di daerah yang sering
disebut banyak orang dengan nama Kampung Kali. Ini dekat dengan letak
kantor saya dulu.
Seingat
saya juga, perubahan yang tampak adalah adanya banner “Putra Tailor”
baru itu setelah saya cukup lama tak mengunjunginya karena harus pindah
kota. Foto di atas diambil oleh teman sekantor saya dulu yang juga
sering saya titipi untuk mengambil jahitan, hehe. Saking seringnya
permak disitu, saya pun tak perlu dibuatkan nota, cukup dicatat di buku
tulis yang nampaknya menjadi buku catatan neraca jual belinya. “Sudah
hafal, mbak. Setiap baju baru kan mesti kesini. Beli baju terus berarti
ya...”, katanya suatu hari saat saya mampir ke kiosnya. Hahaha, padahal
saya bongkar lemari, mix and match baju lama dan memilah mana yang
belum dipermak dan jarang dipakai. Terima kasih loh Pak, sudah membantu
membuat penampilan saya selalu menarik – paling tidak menurut saya dan
kawan-kawan terdekat - :)
Itu yang selalu terpatri dalam hati saat saya membawa sekantung kresek yang sudah ‘disulap’ sesuai keinginan saya.
Nasib Mass Market, Tanggung Jawab Kita Bersama
Pak
Azis adalah satu contoh kecil dari sekian puluh juta pelaku mass market
atau UMKM (Usaha Mikro dan Kecil Menengah) di Indonesia. Menurut Ketua
Dewan Pertimbangan Kadin DKI, Dhaniswara K Harjono, Indonesia merupakan
negara yang paling banyak memiliki pelaku industri UMKM dibanding negara
lain. Atau terdapat sekitar 57,9 juta pelaku UMKM di negeri ini,
seperti yang diungkapkan Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM bidang
penerapan nilai dasar koperasi, Abdul Kadir Damanik.
Namun,
sayangnya ternyata menurut para pejabat yang bergelut dengan dunia mass
market Indonesia itu, banyak pelaku mass market yang belum memiliki
kualitas pendidikan yang memadai, terutama untuk mengembangkan usahanya.
Ada, namun jumlahnya tak sebanyak yang awam. Ya, latar munculnya pelaku mass market
salah satunya karena usia produktif yang lebih banyak dibanding
ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai. Sehingga mau tak mau,
setiap individu dituntut untuk survive dengan memaksimalkan kemampuan apapun yang dimiliki, meskipun pas-pasan.
Tak
heran, banyak pelaku mass market di negeri ini yang berasal dari
kalangan berpendidikan menengah ke bawah. Sehingga banyak ditemui usaha
yang bisa long life sampai bertahun-tahun atau turun temurun
seperti halnya sosok penjahit favorit saya di atas, tapi inovasinya
masih perlu ditingkatkan. Lalu, tanggung jawab siapakah ini ?
Dan
apa peran para intelektual maupun pemangku kebijakan, ataupun para
pengusaha yang skala bisnisnya lebih besar ? Bakti sosial mungkin ? Hmm,
tampaknya bantuan insidentil seperti itu tak mengubah apa-apa dalam
jangka panjang. Dan juga, tak mengubah karakter berinovasinya.
Nah, baru-baru ini, ada terobosan menarik dari Bank Tabungan Pensiun Negara (BTPN) dengan inovasi programnya yang boljugnget alias boleh juga banget :)
Adalah
program Daya yang memiliki beberapa kembangan, seperti Daya Sehat
Sejahtera, Daya Tumbuh Usaha, dan Daya Tumbuh Komunitas. Yang menarik,
suntikan dana bukanlah satu-satunya faktor terpenting – meskipun juga
penting – dalam pengembangan mass market. Lalu, apa dong ? Banyak option lain yang juga sangat dibutuhkan pelaku mass market dalam
pengembangannya. Seperti ilmu-ilmu yang berguna untuk memperpanjang
daya usaha dan mengambangkan pesatkan hasil. Sebut saja, informasi usaha
yang mengulas strategi-strategi marketing untuk mengiklankan usahanya,
pelatihan praktis wirausaha yang bekerjasama dengan Manajemen Bisnis
Institut IPB, juga peluang usaha baru yang lebih mengedepankan
terobosan-terobosan terkini. Wow, ini nih yang memang dibutuhkan. Keren
banget ya BTPN!
Lalu,
peran kita, termasuk saya dan para pembaca sekalian sebagai masyarakat
biasa apa dong ? Kita kan bukan pengusaha skala besar, bukan pula
pemangku jabatan. Tenang, BTPN pun mewadahi kita-kita juga loh. Lewat www.menabunguntukmemberdayakan.com,
kita semua bisa melakukan simulasi perhitungan nilai tabungan yang kita
kumpulkan dalam jangka waktu tertentu sekehendak kita. Dana yang kita
tabung sedikit demi sedkit itulah yang kemudian diteruskan oleh BTPN
untuk memberdayakan para pelaku mass market. Wah, sekali mendayung, dua tiga pulau melampaui ya kalau ibarat kata pepatah.
Berikut cara simulasinya :

2. Pilihlah untuk masuk lewat facebook atau manual, lalu klik pada pilihan yang diinginkan, seperti di bawah ini :


4. Tarraaa.. Hasil simulasi pun tampil. Lihatlah hasil simulasi saya, hanya dengan menyisihkan Rp. 1.000.000 setiap bulannya, saya sudah bisa mengumpulkan dana Rp. 25.234.886 dalam waktu dua tahun saja. Benar ternyata, menabung pangkal kaya seperti pepatah kuno jaman dulu :) :)

Wah,
ternyata berkonstribusi untuk perkembangan para pelaku mass market juga
jadi mudah dengan terobosan program seru BTPN ini. Kita pun untung
karena punya dana tabungan, pelaku mass market pun mengalami kemajuan. Simbiosis mutualisme juga ya :)
Terima kasih BTPN, program inovasinya kece!
Saya
jadi ikut tertarik mencoba nih, siapa tahu dana yang akhirnya saya
kumpulkan, begitu cair nanti bisa digunakan untuk membuka lapangan
pekerjaan baru dan melestarikan keberadaan mass market di
Indonesia. Apalagi akhirnya, Allah mempertemukan saya dengan seorang
pendamping hidup (baca: suami) yang juga seorang penjahit.
Wah, benar-benar penjahit memenuhi seluruh porsi hidup saya saat ini :) Haha, Alhamdulillah.
Selama tinggal di Depok blm nemu penjahit yg cucok :(
BalasHapusbtw sukses ya lombanya :D
wkwkwkwk, iya harus pencarian penjahit, haha.. makasih pril^^
HapusDaya Tumbuh Komunitas?? ini menarik, untuk komunitas kah? ke TKP deh mempelajari lbih lanjut, trims kak sudah share.
BalasHapusyo... bener banget sist tulisannya
BalasHapuswalopun sebagian pendidikannya rendah tapi para pelaku mass market tetap bisa tumbuh dan berkembang loh usahanya.
dan salut untuk bank btpn yang fokus pada segmen usah mikro dan ukm. bagusnya itu dari btpn nggak cuma ngasi bantuan dana doang. tips, trik dan manajemen juga diberikan.
semoga para pelaku mass market di Indonesia bisa lebih sejahtera. amin
salam blogger dan salamhoki