Jangan Ada (Diskriminasi) Kusta Diantara Kita


 

Pernahkah temen-temen mengalami bullying?  Ada banyak hal yang bisa dijadikan bahan bullying, yang paling sering biasanya berhubungan dengan body shaming. Terlalu kurus, terlalu gendut, bentuk tubuh kurang ideal, sampai karena terkena efek penyakit tertentu yang terlihat jejaknya pada tubuh. Salah satu yang rentan mengalami hal ini adalah Orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK).

Saat menyimak Live Streaming Youtube Berita KBR pada Selasa, 15 Juni 2021 yang lalu, saya jadi teringat tentang bullying yang ternyata bisa dialami siapa saja, tak terkecuali OYPMK. Bahkan, dulunya, penyakit kusta ini dianggap sama dengan penyakit kutukan, sehingga setiap penderitanya harus dijauhi bahkan diasingkan. 

Yang lebih miris, OYPMK yang telah dinyatakan sembuh dan telah menjalani serangkaian pengobatan ternyata juga masih terkungkung dalam lingkaran perilaku diskriminatif. Dampaknya, para OYPMK ini sulit mendapatkan pekerjaan untuk menyambung hidup mereka. Tak heran, banyak yang terpaksa hidup dalam kekurangan.

Talkshow Ruang Publik KBR yang juga bisa disimakdi 100 radio jaringan KBR di seluruh Indonesia, dari Aceh hingga Papua dan juga di 104.2 MSTri FM Jakarta, serta streaming di official website www.kbr.id ini mengusung tajuk "Memberikan Kesempatan Kerja bagi disabilitas dan Orang yang Pernah Mengalami Kusta? Kenapa tidak!", bekerjasama dengan NLR Indonesia. 



Pada kesempatan itu, hadir Angga Yanuar - Manager Proyek Inklusi Disabilitas NLR Indonesia, Zukirah Ilmiana - owner PT. Anugrah Frozen Food, dan Muhamad Arfah - Pemuda OYPMK. 

Dipandu oleh Rizal Wijaya, acara ini berlangsung dengan mengalir dan bisa memberikan pesan yang nyata. Seperti Apa?  

  Fakta Tentang Kusta

Indonesia sendiri menempati peringkat ke 3 kasus kusta termasif setelah India dan Brazil. Pada tahun 2018 saja, tercatat 17.017 kasus baru, dan 6,6 % diantaranya memiliki cacat tingkat dua pada saat diagnosis. Sedangkan proporsi kasus anak diantara kasus baru adalah 10,9 % dan ini dinilai cukup tinggi.

Kusta berasal dari bahasa sansekerta kustha yang srtinya kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Istilah dalam Bahasa Inggris adalah lepra atau hansen disease. Seorang Dr. Gerrad Armaurer Henrik Hansen dari Norwegia menjadi ilmuwan pertama yang mengidentifikasi kuman penyebab kusta yaitu Mycobacterium. Sejak ditemukan pengobatannya, barulah kusta tak lagi dianggap sebagai penyakit kutukan.

Jika penanganannya terlambat, penderita kusta bisa mengalami disabilitas dan menyerang syaraf. Banyaknya penderita kusta yang mengalami disabilitas setelah sembuh biasanya ditandai dengan berjalan kurang sempurna, seperti tertatih, dan sebagainya. Awalnya biasanya ditandai dengan bercak putih, merah, atau mati rasa. Jangan ragu untuk memeriksakan diri ke Puskesmas dan bertanya lebih lanjut jika orang terdekat atau kita sendiri mengalaminya. 

Tak perlu lagi ada diskriminasi tentang kusta dan penderitanya, supaya rantainya bisa kita putus sesegera mungkin. 

Fenomena tentang diskriminasi ini disampaikan Angga Yanuar, Manajer Proyek Inklusi Disabilitas NLR Indonesia.

OYPMK Juga Bisa Berdaya

OYPMK ini sama seperti para penderita selin kusta pada umumnya. Bahkan, setelah selesai menjalani pengobatan, mereka tidak akan terjangkit penyakit yang sama dan dinyatakan sembuh total. Sayangnya, biasanya kepercayaan dirinya turun karena sempat mengalami bullying dan merasa dikucilkan.

Beruntung, salah satu narasumber bincang pagi kali ini yaitu Zukirah Ilmiana - owner PT. Anugrah Frozen Food berkenan berbagi pengalamannya. Perusahaan yang sudah menerima magang disabilitas dalam Program Kerja Inklusif/KATALIS yang diinisiasi oleh NLR Indonesia bersama mitra organisasi ini berada di Bulukumba, di Sulawesi Selatan.

Zukira mengaku puas dengan hasil kerja karyawan magangnya. Baginya, yang terpenting bukan tentang masa lalunya, terutama yang berkaitan dengan kusta, tapi bagaimana karyawan mau belajar dan menunjukkan kinerja yang baik. Dinilainya, karyawan magang yang merupakan OYPMK cukup adaptif dan cepat tanggap. Karyawan lain pun juga bisa menerimanya dengan baik. 



Pembicara terakhir yang melengkapi perbincangan pagi itu adalah Muhammad Arfa, seorang OYPMK. Dulu, ia mengalami penyakit ini saat duduk di bangku SMP, dan alhamdulillah saat ini dinyatakan sembuh total.

Ia mengaku keberhasilannya sembuh sangat bergantung pada kemauan diri, serta support dari orang-orang terdekat seperti orangtua dan juga lingkungan di sekitarnya. Meski, di lingkungan sekolahnya, ia mengaku sempat juga minder karena mengalami bullying. 



Kini, setelah sembuh total, ia punya pengalaman baru dengan pernah menjalani program magang di Satpol PP Kota Makassar sebagai staf administrasi. 

Semoga ada banyak OYPMK yang merasakan dirinya berdaya setelah sembuh total seperti penuturan Muhammad Arfa ya. 

Kita Bisa Bergandengan Tangan

Dengan bahu membahu dan saling menjalankan peran masing-masing, pekerjaan berat akan terasa ringan. 

Selain saya sebagai blogger yang bertugas menyampaikan informasi dalam rangka edukasi ke publik secara luas, organisasi non profit seperti NLR (No Leprosy Remains) Indonesia juga dibutuhkan keberadaannya untuk memberikan pendampingan kepada masyarakat tentang penyakit kusta dan OYPMK, termasuk program magang seperti yang dilakukan di Sulawesi Selatan. Selain itu, NLR juga memberikan upgrade skill dalam rangka membangun kepercayaan diri OYPMK sehingga lebih berdaya dan bangkit rasa percaya dirinya. Tentu, dukungan pemerintah atas hal ini juga sangat diharapkan. Supaya hasilnya makin maksimal dan menyeluruh. 

Yok bisa yok, bergandengan tangan untuk jangan ada (diskriminasi) kusta diantara kita. 


- Wassalam -

Prita HW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar