Saya pernah duduk bersama dengan para mahasiswa yang kebetulan banget berlatar program studi berbasis lingkungan. Saat itu, kami sama-sama aktif di sebuah komunitas kerelawanan lingkungan hidup. Ada semacam semangat, harapan, dan juga rasa was-was yang sering kami diskusikan. Saya yang memang lebih tua beberapa tahun dari mereka saat itu, sempat berujar, "Kira-kira ketika kita semua nanti terjun ke dunia kerja yang sesungguhnya, masih nggak sih kita bisa menjaga idealisme kita tentang lingkungan ini?" Saat itu, kami saling memandang, tersenyum, dan mengelana dengan pikiran kami masing-masing. Istilah green jobs belum kami kenal ketika itu.
Anak Muda Indonesia : Fast Generation, Not Instant Generation
Percaya nggak kalau sebenarnya Indonesia saat ini berada dalam era terbaik karena adanya bonus demografi. Salah satu dampak dari bonus demografi Indonesia ini adalah masifnya para generasi millenial yang akhir-akhir ini digadang-gadang. Banyak sekali program dan produk menjadikan segmen millenial ini sebagai segmen marketing-nya.
Menurut Times Magazine, generasi millenial adalah orang-orang yang lahir pada 1980 - 2000. Bisa dibilang per tahun ini, yang berusia di rentang 41 hingga 21 tahun bisa disebut millenial. Sedang yang berada di bawah usia 21 tahun, selain bayi yang baru lahir beberapa tahun terakhir, disebut dengan generasi Z. Sampai sini, sudah lebih clear ya, bahwa kaum millenial itu luas banget, ada yang millenial awal sebagai mahasiswa atau fresh graduate dan ada pula millenial yang sudah membentuk keluarga muda.
Kembali lagi ke bonus demografi yang dialami Indonesia, ini bisa dianggap sebagai beban atau tantangan, atau justru menjadikannya peluang. Hal ini juga disampaikan dalam Talkshop yang diadakan Koaksi Indonesia berkolaborasi dengan Uni Eropa saat mengangkat topik Green Jobs 3 November 2020 lalu.
Dalam buku Generasi Langgas yang ditulis Yoris Sebastian, Dilla Amran, dan Youth Lab disebutkan bahwa 50 % dari penduduk usia produktif Indonesia adalah millenials. Ini merujuk pada perbandingan usia produktif, antara 16-64 tahun seperti yang ditetapkan Pemerintah.
Ada perbandingan menarik dalam buku ini. Apa yang saat ini kita alami di Indonesia ini hampir sama dengan bonus demografi yang dialami Jepang pada 1950-an. Karena SDM yang berkualitas, pada 1970, Jepang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke-3 di dunia.
Bila kita bisa mengubah tantangan menjadi peluang, kualitas millenials meningkat, maka otomatis ekonomi Indonesia dapat meningkat pula.
Anak muda Indonesia yang disebut millenials inilah yang menjadi cikal bakal untuk kita bisa optimis menatap masa depan. Apa pasal? Sebab generasi ini adalah generasi yang berbeda. Yang perlu diluruskan adalah mereka ini bukan generasi instan seperti tuduhan banyak orang, terutama generasi di atasnya, seperti X dan baby boom. Lebih tepatnya, disebut generasi cepat (fast generation). Ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan dan inovasi teknologi yang saat ini memang sudah tak bisa dipisahkan dalam kehidupan kita. Terlebih di masa pandemi yang hampir 1 tahun ini.
Dari beberapa ciri sifat yang dimiliki millenials, yaitu : efficient, punya banyak pilihan, sangat mencintai belajar (love learning), mengalami information overload, tech-savvy multi tasker, peer affirmation rules, challenge seeker, dan punya endless opportunity. Ciri sifat inilah yang bisa kita manfaatkan untuk bisa melesat lebih tinggi dalam membangun Indonesia yang lebih bersih lewat berbagai upaya penyadaran lingkungan hidup yang progresif dan unik.
Fakta Perubahan Iklim di Era Pandemi
Energi memang menjadi kebutuhan yang sangat serius dalam kehidupan manusia sepanjang masa. Sebab, hampir seluruh aktivitas manusia akan terpenuhi dengan menggunakannya. Yang termasuk dalam energi, seperti minyak, batu bara, gas, nuklir, dan energi terbarukan. Sayangnya, yang terakhir disebut memang masih sangat jarang diaplikasikan secara massal, baik di negara kita, maupun di dunia.
Pemanasan global atau perubahan iklim dunia disebabkan oleh peningkatan kadar karbon dioksida dan gas-gas polutif lainnya di dalam atmosfer. Gas yang dihasilkan akibat pembakaran batubara, minyak bumi, dan gas serta penebangan hutan, berhasil menyelimuti bumi dan menjebak panas yang berasal dari pancaran matahari di seputar permukaan bumi. Sekali emisi gas itu memasuki atmosfer akibat emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan dari pembakaran energi fosil, ia akan menetap di sana selama beberapa tahun. Bisa dibayangkan...
Meski, terdapat sebuah penelitian terbaru yang mengungkap bahwa tanggapan global terhadap dampak dari pandemi covid-19 pada penurunan emisi CO2 tahunan dikatakan terbesar sejak Perang Dunia kedua, dan menurut tim Global Carbon project, emisi karbon tahun 2020 turun 2,4 miliar ton dan angka itu melampaui yang pernah tercatat pada 2009 akibat resesi ekonomi global, tetap saja tidak bisa menyembunyikan penurunan karbon jangka panjang.
Memang sih, beberapa orang banyak yang beranggapan, dengan adanya pandemi hingga hari ini, alam sedang memulihkan dirinya sendiri lewat skenario yang Tuhan kirimkan untuk umat manusia. Aktivitas manusia di luar yang dirasa berlebihan berkurang. Lockdown atau PSBB mungkin membuat asap kendaraan bermotor tak setebal dulu, langit menjadi tampak lebih bersih dan biru. Laut juga tak tercemar dengan tangan-tangan vandalisme, begitu pun pohon, dan lainnya yang terselamatkan karena berkurangnya aktivitas manusia di luaran.
Namun, apakah kita lupa, bahwa sejatinya aktivitas manusia justru berganti ke konsumsi yang lain, seperti meningkatnya energi listrik saat berkegiatan di rumah saja, dan semuanya berjalan online based. Bukankah itu akan membuat produksi batu bara sebagai sumber energi meningkat? Lalu, pertanyaan berikutnya, apakah laju industri dalam memproduksi secara massal produk-produknya tak membutuhkan pasokan energi listrik dan juga air yang sama besarnya sejak sebelum pandemi? Meskipun mungkin, ada beberapa penurunan produksi karena beradaptasi dengan dampak pandemi.
Maka, ada banyak hal yang perlu kita pikirkan sebagai generasi yang peduli terhadap alam yang lebih baik, bersih, dan sehat untuk anak cucu kita nanti. Sudah saatnya berpikir tentang upaya.
Sampai titik ini, penggunaan energi terbarukan yang tentu lebih ramah lingkungan karena sudah disediakan oleh alam dan berasal dari Tuhan, seharusnya tidak lagi menjadi wacana.
Saatnya Energi Terbarukan Bicara
Sumber daya alam Indonesia yang melimpah tentu sudah bukan menjadi rahasia lagi bagi kita, pun bagi dunia. Sejak dulu, tanah emas kita ini banyak diperebutkan. Itu artinya, ada banyak hal berharga yang tidak dimiliki oleh negara atau daerah lainnya jika berbicara tentang SDA dan juga berhubungan dengan potensi lokalnya. Itulah mengapa keunikan ini menjadi ciri penting buat kita, generasi Indonesia.
Energi terbarukan yang berasal dari alam akan mampu melakukan proses renewable dalam waktu yang singkat. Dari hasil bacaan di web Koaksi Indonesia, terdapat beberapa jenis sumber energi terbarukan yang bisa dikembangkan di Indonesia, seperti :
- Surya/solar
- Hidro/air
- Angin/bayu
- Panas bumi
- Bioenergi
- Gelombang laut
Kenapa tak menggunakan bio-diesel (bahan bakar pengganti solar) yang terbuat dari minyak nabati. Dan ini sudah dicoba di banyak negara menggunakan minyak canola, kedelai, buah jarak, minyak kelapa sawit. Bahkan limbah minyak sayur (jelantah) bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuat bio-diesel. Saya pernah menyaksikannya secara langsung hasil project akhir dari sebuah sekolah berbasis lingkungan bertaraf internasional yang bermukim di Bali, bernama Green School, saat mereka bertandang dalam sebuah tur ke kota saya, Jember.
Kenapa tak menggunakan energi angin yang sudah tersedia di alam? Dikutip dari Menjadi Environmentalis Itu Gampang : Sebuah Panduan Bagi Pemula, 2007, total penggunaan energi dunia pada 2004 diperkirakan mencapai 47,760 MW yang cukup untuk memasok kebutuhan listrik rumah tangga rata-rata di Eropa sebanyak 22 juta keluarga. Belum lagi di Amerika Latin, seperti Ekuador yang punya instalasi dengan kapasitas 15 MW, belum lagi India, Cina, dan Filipina.
Kenapa tak menggunakan hidrogen ramah lingkungan dalam hal pemisahan seng oksida menjadi logam seng murni dengan menggunakan energi surya?
Kenapa tak menggunakan energi surya yang melimpah?
Kenapa tak menggunakan energi gelombang dan pasang surut air laut untuk dikonversikan menjadi energi listrik?
Kita, sebagai anak muda perlu tahu alasan kuat mengapa energi terbarukan mau tidak mau harus menjadi pilihan, dan apa konsekuensinya bila tidak bisa direalisasikan dengan maksimal. Meski, memang butuh sinergi jangka panjang antar Pemerintah, peneliti, dan masyarakat untuk mengadaptasinya.
Peran Anak Muda : Menjadi Green Jobbers
Inspirasi Green Jobs dari Kearifan Lokal
Komunitas Pertanian Organik Brenjonk, Mojokerto
Wis Komunalian, Jember
Membangun pola pikir dan budaya 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Lutfan belajar tentang pola hidup berkelanjutan dari orang tuanya, tetapi ia dikelilingi oleh orang orang yang berperilaku merusak lingkungan. Untuk menngubah pola pikir dan kebiasaan ini, Lutfan mendirikan WIS Komunalian. Komunitas ini ditujukan untuk anak muda berusia 9 20 tahun. WIS Komunalian menyelenggarakan lokakarya eco brick di sekolah, penelusuran sampah (trash walk), dan karyawisata yang dibarengi dengan edukasi lingkungan. Sebagai usaha untuk memberdayakan komunitas, WIS Komunalian mempergunakan material yang pernah dipakai, didaur ulang, dan disumbangkan kepada kedai WIS untuk diperjualbelikan. Luftan telah menginspirasi 350 siswa dari 8 sekolah di Jember untuk mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang bersama WIS Komunalian.
Kampoeng Recycle dan Bank Sampah Sahabat Ibu, Jember
Taman Botani Sukorambi, Jember
Madhura (Madu Hutan Raya), Jember
Puasin Jember
Warung Kembang, Jember
Kampung Wisata Belajar Tanoker Jember
Akhirnya
Perubahan iklim di era pandemi ternyata telah mengubah banyak hal, meski belum bisa dikatakan mengatasi efek perubahan iklim setelah sekian lama. Fakta-fakta dan juga inspirasi di atas setidaknya membuat pikiran kita terbuka. Mengambil peran sekarang ataupun nanti tetap akan berdampak terhadap bumi yang kita tinggali.
Memulai menjadi green jobbers merupakan langkah awal kita sebagai generasi produktif Indonesia untuk menciptakan iklim yang lebih baik, termasuk dalam upaya menggaungkan pentingnya energi terbarukan lewat langkah-langkah kecil yang kita lakukan, guna mempercepat pemulihan ekonomi dan sosial Indonesia ke depan. Jangan sampai kita menerima dampak yang lebih buruk dari perubahan iklim berupa kerusakan lingkungan yang lebih parah dari efek pandemi yang sudah kita rasakan hari ini.
Saya setuju dengan Koaksi Indonesia, bahwa pemanfaatan energi terbarukan yang masih terbatas perlu didorong lebih agresif dan masif dengan berbagai terobosan, dai sisi kebijakan, pendanaan, teknologi, dan sumber daya manusia. Dan, itu PR kita bersama.
Bukankah pesan agama, terutama Islam, agama yang saya anut, sudah memerintahkan ini sejak awal dalam Al-Qur'an, yaitu peran manusia sebagai khalifah fil ardh, atau pemimpin di muka bumi, perpanjangan tangan Tuhan untuk mengelola bumi dan isinya.
MasyaAllah info baru nih tentang Rusunawa UMM. Jadi penasaran, apalagi dekat sama rumah hehe.
BalasHapusYang paling aku suka dan semoga nggak cuma trend itu bulk store :) Green jobbers yang sederhana dan termudah tapi kalau dilakukan terus menerus juga berdampak.
Green Job memang sanagt dibutuhkan saat ini. Isu lingkungan harus menjadi konsen bersama. Lingkungan hijau, asri, akan meningkatkan kualitas hidup. Kualitas lingkungan. Semoga green job bisa menjadi salah satu solusi dalam menjaga lingkungan, namun juga memberikan peluang bagi semua untuk menjadi lebih produktif.
BalasHapusHarusnya tuh aku dan kita yang milennial emang berperan juga buat jagain bumi ya... Sedih karena tugas kita sebagai Khalifah fil ardh ngga kita laksanakan..
BalasHapusWell, tulisan ini kudu dibaca temen2 milennial
Pada tulisannya, Mbak Prita.
BalasHapusDi daerah saya ada milenial memiliki usaha bio diesel untuk membantu nelayan supaya bisa memperoleh bahan bakar murah. Bio dieselnya dibuat dari minyak jelantah. Anak milenial bukan semata-mata instan. Mereka punya kelebihan, saya gak setuju sama orang2 yang suka serta-merta memandang remeh generasi milenial yang nota bene, merekalah penggerak negara kita sekarang.
Isu green jobs ini membuat harapan saya akan masa depan Indonesia menjadi lebih besar. Semoga ke depannya lingkungan kita menjadi lebih sehat.
BalasHapusAnak milinial punya banyak pilihan sehingga dia juga bisa menentukan masa depannya tentunya dengan tetap mengupayakan lingkungan agar lebih baik lagi ya, semoga para milienial bisa mewujudkannya
BalasHapusKegiatan ekonomi berbasis lingkungan saat ini bisa menjadi jembatan aksi anak muda Indonesia untuk ikut andil dalam upaya pelestarian lingkungan. Ini sekaligus memaksimalkan potensi generasi millenial yang menyukai hal baru, senang belajar, memiliki banyak pilihan, tech-savvy, dan multi tasker.
BalasHapusYap, setuju bangett dengan konsep Green Job! Anak muda bisa pilih kegiatan/aktivitas/kerjaan yg ramah lingkungan yak
keren ya green jobs ini, sebuah pekerjaan tapi bisa sekaligus memberikan kontribusi pada pelestarian lingkungan. semoga indonesia menjadi semakin baik kedepannya ya..
BalasHapusSenang ya kalau punya anak pecinta lingkungan, jadi termotivasi juga untuk cinta terhadap lingkungan sekitar. Kebetulan anakku studi berbasis lingkungan ambil kuliah jurusan Biologi ITB jadi di rumah minim banget dan bijak juga gunain plastik, sibuk cocok tanam dan segala tindakan mikir dampak ke lingkungan untuk masa depan nanti.
BalasHapuskegiatan berbasis lingkungan saat ini sangat banyak digaungkan ya mbak, bagus sih karena lingkungan kita udah mulai mengkhawatirkan :(
BalasHapusGreen job..terus terang ini istilah yg baru saya tahu.. Ternyata banyak juga macamnya ya mba.. Terima kasih sharingnya..
BalasHapusSemoga semakin banyak nih yang peduli dengan kelestarian alamn ini ya..sehingga alam Indonesia bisa diperbaikin nih...
BalasHapusPeran generasi milenial memang penting banget yes untuk keberlangsungan hidup juga lingkungan. Semoga makin banyak generasi milenial yang tertarik dengan green jobs karena bukan hanya untuk dirinya saja tapi juga untuk lingkungan.
BalasHapusseru juga ya dengan penjelasan istilah Green Job dan berbagai macam contohnya..
BalasHapusThank you udah ngasih pencerahannya mbak
kalau unmuh malang itu emang oke banget si mbaa mendukung untuk konsep green jobs soalnya luas bangeett dan punya beberapa lahan gitu untuk pertanian dan kebun
BalasHapuskemairn habis nonton space sweeper dimana dicerita itu bumi udah engga bia ditinggali lagi karena saking tercemarnya. Untunglaah ada Green Job ini pastinya bisa membantu bumi untuk jadi lebih baik lagii
BalasHapusSeru ya Mbak bahwa ternyata pekerjaan itu ga sesempit pengetahuanku dulu kalau harus di kantor dan di balik meja saja
BalasHapusYa, tipikal anak muda zaman sekarang tentu sangat berbeda dengan zaman kita dulu.
BalasHapusGreen Jobs membuat anak-anak lebih berpikir kritis terhadap lingkungan dan alam yang kudu dijaga kelestariannya demi masa depan.
Mengalir banget mbak tulisannya. Menjadi PR bersama memang. Terutama anak muda, mengambil peran green jobs utk menjaga bumi
BalasHapusBaru tau ada istilah green jobbers, zaman sekararang banyak peluang tinggal pandai2 menangkap
BalasHapusSemoga apa yang dicita-citakan oleh para mahasiswa yang sedang memperjuangkan pendidikannya, dapat diimpolementasikan saat mereka mencari pekerjaan ya, Mbak
BalasHapusSaat ini ada banyak sekali lapangan pekerjaan yang menggunakan sistem seperti yang diterapkan oleh green jib, semoga dimudahkan dan diberi kesempatan untuk sukses. Kalau mereka sudah suskes, anak-anak muda lainnya pasti akan mengikuti jejak pekerjaan yang sukses namun tetap memperhatikan lingkungan bahkan menciptakan lingkungan yang hijau