Minat Baca Anak-anak Tidak Rendah Kok, Sekarang Sudah Ada Let's Read!




Bicara atau ngerumpi tentang minat baca bagi saya ibarat masuk ke suatu ruang yang luas, warna warni, nyaman, dan bertemu banyak orang menyenangkan. Tapi meski berlama-lama disana, herannya makin saya terbawa arus keasikan tersendiri, dan tak mau keluar. Saya ingin selamanya berada disana. Begitulah dunia membaca, buku, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu mengalir dalam jiwa saya, semacam DNA, mungkin begitu. 

Saya beruntung akhirnya ditakdirkan mengenyam studi strata 1 di jurusan yang asing dan banyak dipertanyakan oleh orang-orang. Semacam : "belajar apa sih disana?". Iyap, jurusan saya saat itu masih baru, saya angkatan perdana. Ilmu Informasi dan Perpustakaan Unair pertama dibuka di tahun 2003. Tapi dari situ pulalah, akhirnya aktivitas literasi yang makin jauh membawa saya hingga saat ini bermula. 

Bayangkan saja, setiap masuk kelas yang isinya hanya 23 orang itu, saya selalu "dicekoki" data-data minat baca anak Indonesia yang rendah dari berbagai macam survei penelitian. Terus terang, saya yang sejak kecil suka membaca, dari meminjam di kios persewaan buku tetangga, hingga membaca bungkus-bungkus bekas belanjaan seperti cabe, tempe, dan sebagainya yang sering dilakukan eyang putri, merasa ada kejanggalan. Membaca bagi saya adalah petualangan. Raga kita tak kemana-mana, tapi jiwa dan pikiran mengembara, jauh dari sekedar membuka jendela dunia. Saya masuk melalui pintu kemudian menjejakkan kaki kemanapun saya mau. 

Saya lantas tertantang membuktikan sendiri. Saya datangi teman-teman pegiat literasi yang saat itu sudah merintis membuka taman bacaan. Ada yang saya tahu profilnya dari googling, surat kabar, rekomendasi kawan. Saya berhasil mengumpulkan mereka dalam satu forum yang kemudian menamakan diri sebagai komunitas Insan Baca di Surabaya. Saat ini, alhamdulillah mereka adalah punggawa di daerahnya masing-masing. Ada mantan mucikari di ex lokalisasi Dolly, ada yang menemani anak-anak jalanan yang tak bersekolah formal, ada pula yang merangkul anak-anak di lingkungan pasar tradisional, dan berbagai latar lainnya. 

Saya bersyukur sekali bisa menyaksikan langsung kisah-kisahnya. Dan, dari hasil blusukan selama jadi mahasiswa itu, saya menyimpulkan, bahwa minat baca anak-anak Indonesia, setidaknya yang saya saksikan langsung di Surabaya dan Jawa Timur, tak rendah. 

Mereka selalu riuh saat disuguhkan buku-buku bacaan penuh warna, meskipun itu buku atau majalah bekas. Apalagi saat ada kakak-kakak relawan yang menemani. 

Menumbuhkan Minat Baca Anak-anak Rusun di Pondok Baca Bocah 


Setelah lulus kuliah di tahun 2008, saya sudah mulai merintis menjadi freelancer selain menjadi staf di sebuah NGO lingkungan hidup dan kebetulan sekali merintis perpustakaannya untuk di-make over dan dijadikan bahan skripsi saya. Di tahun itu pula, saya pindah mengontrak di sebuah rumah susun di daerah Surabaya timur. Mayoritas mereka adalah ex warga stren kali yang terkena penggusuran.

Saat saya sedang menata buku di rak-rak mungil rumah kontrakan yang luasnya 3 x 8 meter, anak-anak tetangga itu mengintip dengan seksama, penasaran, dan bertanya : "buku-buku apa saja yang ada disana?". Terus terang saya surprised. Tak menyangka sama sekali. Hingga, kondisi itu membuat saya bertekad mengumpulkan donasi buku bekas dari kawan-kawan yang saya kenal dan terciptalah Pondok Baca Bocah.

Susah nggak meningkatkan minat baca anak-anak rusun saat itu?


Sama sekali tidak. Karena dari awal mereka penasaran, saya pun membuat mereka nyaman dengan bebas membaca di ruang tamu saya yang cukup beralas karpet dan terdapat bantal-bantal kecil. Saya temani mereka membaca bergiliran mirip taddarus, lalu kami mengobrol tokoh dalam cerita, bagian mana yang mereka suka, dan kenapa. Terakhir, apa yang didapat dari membaca buku tadi?

Di lain waktu, saya juga menawarkan mereka untuk membuat mading, bahannya dari buku apa saja yang ada disana. Alhamdulillah, seiring waktu, banyak CSR yang masuk dan memberikan buku-buku berkualitas, termasuk ensiklopedia dan juga tutorial handycraft warna warni. 

Ada hari khusus buat saya dan mereka membuat handycraft dari bahan bekas. Sumbernya dari majalah atau buku tutorial koleksi Pondok Baca Bocah. 

Selain itu, mereka ingin belajar Bahasa Inggris, karena sempat ada relawan dari Inggris yang mampir dan mengajak anak-anak bercerita tentang kisahnya bisa sampai Indonesia. Jadilah, saya dan kawan yang sukarela membantu, membuat program Fun English. Seru sekali. Saat membahas tentang pakaian misalkan, kami minta mereka membawa 1 setel pakaian (atasan dan bawahan) untuk dipresentasikan. Saat membahas peralatan dapur, saya ajak mereka ke dapur saya yang minimalis untuk mengambil alat-alat yang mereka sukai, dan begitulah metode yang dipakai. 

Makin mereka merasa butuh dengan bacaan, karena semua interest activity yang diadakan saat itu tak bisa lepas dengan bahan bacaan yang kami punya. Puncaknya, mereka juga meminta outdoor class saat liburan. Kami pernah mengajak ke Monumen Kapal Selam dan juga kampung hijau yang memproduksi bahan-bahan recycle. Pulangnya, mereka menuliskan hasil petualangannya.

Sekian tahun terlewati, ingatan itu rupanya membekas di diri anak-anak. Kini mayoritas dari mereka sudah lulus SMA, berkuliah, bahkan bekerja dan menikah. Mereka cari profil saya di Facebook, dan akhirnya terhubung sampai saat ini di sebuah Whats App Group. Bahagia sekali ternyata mereka bisa memiliki pekerjaan lebih baik dari yang orangtua mereka jalani dulu, seperti tukang bangunan, buruh cuci baju, pedagang keliling, atau pekerja serabutan. Saat ini, ada yang bekerja kantoran, SPG, dan masih kuliah di kampus negeri ternama. MasyaaAllah.   


Aktivitas menyenangkan ini akhirnya saya replikasi sesuai sikon saat saya harus berpindah kota dan dipercaya menjadi koordinator Rumah Baca HOS Tjokroaminoto di Bekasi, setelah saya menikah dan belum memiliki anak. 

As always, sambutan anak-anak luar biasa. 

Pengalaman Pribadi Menumbuhkan Minat Baca Anak (Sendiri) sejak Balita

Pada judul di atas, sengaja saya menambahkan kata (sendiri), karena sejak awal masuk ke dunia literasi yang berhubungan erat dengan minat baca anak, saya belum pernah memiliki anak biologis. 

Barulah pada 2018, alhamdulillah Allah menitipkan buah hati yang lucu dan menggemaskan serta bisa diajak kompromi dengan rutinitas freelancer yang jamnya serba tak pasti. Namanya Tangguh, saat ini ia berusia 2,5 tahun. 

Saya lagi-lagi bersyukur karena si Tangguh ini meskipun belum bisa membaca (ya iyalah, masih tergolong toddler ya, hehe), sudah sangat dekat dengan buku. Dia suka mengamati gambar-gambar di dalamnya dengan detil. Entah itu bentuknya, warnanya, jumlah benda atau orang dalam gambar, dan sebagainya. 




Kok bisa?

Ada beberapa hal yang saya terapkan sejak awal.




Pertama, saya dekatkan dia dengan buku yang bertebaran dimana-mana. Artinya, secara fisik, ia tahu kalau buku sudah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari. Membaca bukanlah hal mewah. Ia sama saja dengan kebutuhan makan, minum, bermain, mandi, dan lainnya. Kebiasaan saya juga sih, selain di rak buku, buku juga ada di tempat tidur saat menjelang tidur ataupun bangun tidur. Ada pula di meja tulis, di atas meja dekat laptop, karpet, di tempat-tempat dimana memang kami beraktivitas. 

Kedua, dia tahu orang tuanya suka baca buku. Orang tua adalah role model utama bagi anak. Nah, ini penting banget. Saat melihat ayah bundanya nggak segan untuk selalu baca buku, tanpa disuruh pun, ia akan penasaran dan coba menirukan hal yang sama. Children see, children do. Anak ibarat spons yang menyerap apa saja di dekatnya. 

Ketiga, mulai dari apa yang dia suka dan sesuai kebutuhannya. Ketika anak kita berusia balita, maka kita juga support bacaan yang sesuai, misalnya yang lebih banyak gambarnya, kalimat tidak terlalu panjang dan kompleks atau terdiri dari kalimat sederhana. Lebih bagus juga misal memilih board book, buku kain, dan bahan lain yang aman buat bayi. Satu lagi, kebutuhan orang tua saat mengasuh balita adalah menuntaskan motorik dan sensoriknya. Maka, pilihkan juga buku yang juga banyak aktivitasnya. Bisa yang dilengkapi mode swipe and clean dan dilengkapi spidol, menempel stiker, memindahkan sesuatu, dan sebagainya.

Keempat, luangkan waktu untuk melakukan interest activity bersama. Ini yang juga penting. Terkadang karena kesibukan yang tak bisa diprediksi, atau bahkan terus mengular, banyak orang tua yang memandang remeh soal ini. Padahal, bagi anak yang paling berharga adalah waktu bermain bersama. Aktivitas menarik ini bisa mengacu pada apa yang saya terapkan saat di Pondok Baca Bocah atau rumah baca, tinggal dimodifikasi saja. Yang jelas, berliterasi bersama anak di rumah itu sangat perlu sekali. Dampaknya, signifikan insyaaAllah kalau konsisten. 

Yang biasa saya lakukan adalah read aloud. Di sela-sela itu, sambil mengamati dan menghitung benda, bermain warna, dan menirukan suara dan bunyi-bunyian dari gambar. Selain itu, bisa menggambar apa yang ada di dalam gambar, atau menciptakan aktivitas turunan lainnya. 

Harus kreatif? Ya iyalah, karena itu tugas orang tua untuk upgrade dan bertebaran sarana untuk belajar ilmu parenting yang bisa kita dapatkan. 

Digital Life Generasi Alpha, Sesuatu yang Tak Bisa Dihindari


Siapa yang khawatir dengan anak-anak yang kecanduan gadget? Nah, kadar kecanduan ini bisa relatif ya, moms. Sebab, anak-anak yang lahir pada rentang 2010-2025 termasuk dalam generasi alpha yang karakternya khas, tergantung banget sama yang namanya teknologi. Dan, itu mau nggak mau mempengaruhi caranya berinteraksi dan juga cara belajarnya. Ini nih yang seringkali bikin orang tua yang kebanyakan generasi Y alias para millenial kelabakan. Soalnya generasi alpha sudah sangat mahir scroll layar smartphone atau membuka aplikasi sendiri, bahkan kadang mengirmkan pesan atau gambar ya moms, hehe.

Lalu, masihkah kita akan berkutat pada persoalan : menggunakan teknologi dan tidak? Kecanduan gadget atau tidak, dan sebagainya. 

Saya rasa kita harus mulai berpikir dari sudut pandang yang lain, yang lebih segar dan juga lebih menantang. Kehidupan digital sesuatu yang tak bisa dihindari seiring berkembangnya zaman. Maka, tugas para orang tua untuk cari tahu bagaimana cara mengkombinasikannya dengan tepat. Orang tua gaptek? Rasanya bukan lagi zamannya.

Beberapa waktu lalu, saya sempat live talk dengan Presiden Komunitas Coding Mum Indonesia yang juga seorang ibu yang kebetulan punya anak gadget freak sekaligus techno freak. Namanya Mbak Heni Prasetyorini. Ibu rumah tangga yang juga pernah mengalami depresi namun berhasil bangkit dan memiliki branding sebagai ibu rumah tangga digital. 




Menurutnya, anak yang gadget freak sama dengan anak-anak yang juga gila menggambar, menulis, olahraga, memotret, desain, dan serangkaian hobi lainnya. Teknologi hanya medianya saja, maka tugas orang tualah yang harus mengimbanginya. Seperti Mbak Heni yang akhirnya berkonsultasi tentang anaknya dengan sang trainer saat mengikuti workshop coding mum pertama kali hingga mengajak anaknya menghadiri event berbau tekno. 

Jika di-relate pada persoalan minat baca anak, apakah lantas kita akan mem-versuskan buku konvensional dengan buku digital? Saya rasa ini bukan untuk membandingkan, tapi bagaimana inovasi kita untuk bisa combine keduanya. Dan, jadi media untuk merangsang minat baca generasi alpha makin bertumbuh.

Tentang ini, saya sangat mengapresiasi kehadiran Let's Read yang diprakarsai Asia Foundation lewat program Books for Asia. Seperti apa?   

Inovasi Let's Read untuk Menumbuhkan Minat Baca Anak-anak

Saat saya cari tahu lebih lanjut tentang aplikasi yang satu ini, jujur saya jadi girang banget! As we know, kebanyakan platform semacam perpustakaan digital biasanya jarang yang dikhususkan untuk pembaca anak-anak. Kalaupun ada diantara buku-buku dewasa, sangat sedikit koleksi buku anak-anak digital yang dimiliki. 




Adanya inovasi Let's Read ini benar-benar menjadi solusi dan alternatif untuk combine aktivitas membaca yang menyenangkan dengan tidak meninggalkan karakteristik generasi alpha. Buat para orang tua dan juga guru atau pendidik yang langsung bersentuhan dengan anak-anak, tentu senang sekali jika dapat men-download langsung aplikasi Let's Read

Saat saya coba aplikasi ini dan juga read aloud beberapa bacaan untuk Tangguh, setidaknya ada beberapa kelebihan yang bisa jadi pertimbangan :


  • Aplikasinya ringan dan tidak memberatkan memori smartphone.
  • Sederhana karena tombol-tombol serta fiturnya mudah dioperasikan.
  • Tersedia ratusan bacaan anak dengan format digital yang berkualitas.
  • Ilustrasi yang menarik dan segar.
  • Tersedia dalam bahasa nasional (Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dsb), serta bahasa lokal berbagai negara (termasuk Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, dsb). Ini karena Let's Read ingin mengangkat kearifan lokal melalui bahasa daerah yang kurang populer. Ini juga memungkinkan anak maupun orang tua belajar otodidak bahasa lainnya.
  • Bisa dibaca langsung secara online maupun di-download secara gratis untuk dibaca secara offline. Pas banget buat yang tiba-tiba kuota menipis atau wifi sedang ada masalah, hehe.
  • Bisa fleksibel mengatur ukuran gambar dan teks sesuai kenyamanan anak dan orang tua.
  • Bisa mencari melalui judul dan nama pengarang melalui kolom search di pojok kanan atas, atau memilih berdasarkan pilihan bahasa, level kesulitan bacaan (sesuai usia dan kemampuan anak), ataupun label (tema) yang tersedia.

Gimana, moms? Lengkapppp banget kan ya? Ini bisa jadi referensi siapa saja yang mencari sumber alternatif, hasil inovasi bacaan bermutu dan teknologi. Bisa untuk orang tua, pendidik, pegiat literasi, dan siapa saja yang ingin menyaksikan minat dan budaya baca terus tumbuh.

Apalagi, Let's Read juga mewadahi kolaborasi pegiat literasi dan masyarakat secara umum untuk mengambangkan buku cerita yang kaya akan nilai budaya bangsa melalui lokakarya dan kegiatan lainnya. Jadi, siapapun kita, kita bisa ikut berkontribusi untuk anak-anak Indonesia, dan juga Asia.

Sudah siap jadi bagian, moms dan mentemen yang lain? Awali dengan men-download Let's Read di >> https://bit.ly/downloadLR


Percayalah, membaca adalah perintah pertama yang Allah turunkan lewat Rasul Nya, Muhammad SAW, ia mengandung banyak makna dan hikmah yang akan mendukung peradaban manusia kini dan nanti. Berliterasi sejak dini akan mampu membantu proses berpikir sesuai fitrah manusia, dan akhirnya membuat manusia berdaya dengan melejitkan potensi yang sudah melekat dalam diri.



- Wassalam -




Prita HW

35 komentar:

  1. Ah mbakkk... Berasa ditampol kanan kiri. Barusan saya otot ototan sama di sulung buat dia mau buka bukunya. Saya sadar kalau emang gak pernah memperlihatkan saya sedang baca buku, yang ada bawa hapeee terus. Harus mulai ngasih contoh nih, bukan nyuruh nyuruh aja, hikz... Makasih banget tipsnyaa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe, iya mbak, saya juga ngerasain kok kalo kita sekarang udh teramat dekat sama HP kan yak. Makanya ada kalanya pas naroh HP bbrp jam, khusus baca dan main bareng, hehe. Selamat mencoba mbak, cerita2 lagi yak

      Hapus
  2. Setuju, Mbak. Ini juga pernah dibahas waktu datang ke salah satu acara blogger tentang minat baca. Anak-anak sebetulnya senang membaca. Cuma memang gak dibiasakan atau medianya yang gak ada. Tetapi, kalau digital begini mungkin jangkauannya juga bisa lebih luas, ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. insyaaAllah begitu mbak,krn bisa download dulu dan dibaca offline atau diprint. Jadi aman kalo ga ada data atau sinyal ya

      Hapus
  3. Let's Read keren buanget!
    Iya nih, ortu dan semua pihak kudu bahu-membahu supaya kita semua makin semangaaattt menularkan minat baca ke anak

    BalasHapus
  4. nah untungnya jamans ekarang tu membaca buku banyak aplikasinya ya mbak :) ebook juga ada, ga kayak jaman kita dulu, mau beli buku fisik juga ga mampu hkarena harganya yang luar biasa mahal :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyes betul mbakk, sekarang banyak alternatifnya istilahnya

      Hapus
  5. Wah, let's read ini solusi banget buat generasi anak2 kita yang serba digital ya mba, jadi tetap membaca tapi secara digital. Nice.

    BalasHapus
  6. Lho mbak Prita kuliahnya di Ilmu Informasi dan Perpustakaan Unair? Pantesan ya sering melibatkan diri dengan literasi. Ada temanku kuliah di perpustakaan Uniar juga tapi gak tau jurusannya Ilmu Informasi apa bukan. Yang pasti mereka sekarang kerja di Perpustakaan daerah. Ada 2 anak, satunya Perpusda Lamongan, satu lagi Perpusda Tuban. Asik ya tiap hari mainannya buku. Apalagi sekarang ada aplikasi membaca versi digital. Ketika pegang buku males, pegang HP aja bacanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. he eh mbak Yun, kalo yg di Unair, pasti jurusan perpus S1 itu adl Ilmu Informasi & Peepustakaan. Kalo D3 nya PSTP sebutannya. "mainannya" buku, hahaha. He eh mbak, sekarang banyak alternatif, lbh mudah

      Hapus
  7. Saya merasakan manfaat mendekatkan anak dengan buku di usia dini Mba terutama si sulung. Dulu aku rajin beli buku dan membacakannya sejak masih dalam kandungan alhamdulillah sekarang terasa hasilnya anaknya jadi senang banget membaca bonusnya sudah jadi penulis waktu masih kecil ..alhamdulillah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. masyaaAllah tabarakallahu Mbak Ida, semoga bisa nular ke anakku dan anak2 yg sdh kenal literasi sejak dini

      Hapus
  8. aku pernah mendengar Asia Foundation ini mba tapi baru tau kalo Let's read ternyata bagian dari mereka, baru banget cobakarena baca review ini, ternyata ceritanya bagus dan colorful.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, salah satu program dr Asia Foundation. Yes, ga nyesel download kan, wkwk

      Hapus
  9. Loh, mbak berarti pustakawan yah? eh apa sih sebutannya?
    Aku perlu berguru ke Mbak Prita tentang menyusun buku-buku di rumah supaya gampang carinya.

    Btw, anakku juga suka baca Let's Read lho. Udah lama aku pakai apps ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wahh, udh lama pake Lets read ya mbak? Kereeenn. Hm, iya mbak, kalo lulusan dari IIP itu bisa disebut sarjana perpustakaan meski gelarnya jamanku dulu masih S.Sos, hehe. Kalo pustakawan lebih mengacu ke profesinya. Bisa mbak, aku pernah tulis sih next kushare yaa insyaaAllah di IG

      Hapus
  10. Kak Pritaa...
    Aku adik kelasmuuu...hehehe...aku Unair 2004 Jurusan Saintek.
    Dan zaman dulu, membaca memang aktivitas yang sangat wajar sekali yaa...karena gadget masih belum secanggih sekarang.

    Btw,
    Membaca juga termasuk aktivitas membaca bia gadget juga gak, kak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai mbakkk, kirain adek angkatan di IIP, haha. Sainstek mah dulu MIPA ya sebutannya? Di kampus C dong. Duh, jadi inget naik bus antar kampus, hehe. He eh mbak, membaca itu aktivitasnya. Medianya bisa kertas, bisa teknologi kayak gadget, dsb yg digital based.

      Hapus
  11. Yaa Allah Mbak, saya jadi terinspirasi nih. Pengen punya perpustakaan buat anak. Kebetulan dinujung gang ada rumah kosong milik desa. Coba deh ntar tak ngelobi pamong biar diijinin buat dibikin perpustakaan aja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayuk mbak, dicoba aja kolaborasi. Yg terpenting adalah menghidupkan perpustakaan itu dengan interest activity. Buku2 adl penunjang awal. Gudlak ya, tar bisa lanjut cerita2 deh.

      Hapus
  12. Anak-anak dari kecil suka dibacain buku cerita, sekarang udah gede udah bisa baca masih pengen dibacain bukunya, lebih suka nonton juga, gimana ya biar mereka suka baca sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bacanya gantian kayak taddarus tadi mbak, separagraf masing2 gitu, trus ngobrol2. Nonton gpp,trus ajakin cari sumber bacaan yg setema sama yg ditonton. Selamat mencoba mbak

      Hapus
  13. The reason why the kids nowadays don’t really read is because there are other interesting things they can do, like games. So we really really have to work on it

    BalasHapus
    Balasan
    1. yes, true mom. That's why Let's Read become some innovation to solve that problem IMHO

      Hapus
  14. Menyenangkan sekali bisa menumbuhkan minat baca anak sedari dini ya mbak. Apalagi pondok buku adalah salah satu cara membudayakan baca di rumah. Btw saya juga pakai aplikasi ini untuk anak-anak mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pondok Baca Bocah mbak, hehe. Yes, appsnya keren ya

      Hapus
  15. saya baru mulai nih mba mengajak anak-anak untuk membaca, telat sih baru sekarang mulainya tapi gak apa deh daripada gak sama sekali hehehe. Mau coba juga ah aplikasi ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. gpp mbak, ga ada kata terlambat buat belajar kan? Cobain juga aja apps ini mbak

      Hapus
  16. Luar biasa pengalaman di Rumah Baca Bocah-nya mbak. Jadi berkat buat sesama. Saya juga pakai app ini lho, bisa diprint juga utk dipakai pribadi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pondok Baca Bocah, mbak 😁 Aamiin doanya. Yes, asik ya mbak bisa diprint sendiri

      Hapus
  17. keren deh rumah bacanya ya mencerahkan anak-anak rumah susun say, Seru banget ya aplikasinya, jadi solusi menyediakan bahan bacaan untuk anak

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah mbak. yes, appsnya serruuu

      Hapus
  18. luar biasa dedikasinya mba Prita dalam mengenalkan literasi ke anak sejak jaman kuliah. Bangga sekali aku padamu mbak :) Aku juga sudah donlot Lets Read, untuk bahan belajar selama dirumah aja, ternyata koleksinya lengkap, ilustrasinya juga bagus, Luigi aja suka banget. Aku sepakat anak-anak pasti sukalah sama buku, hanya aksesnya yang gakpunya ya mbak. Apalagi buku berbahasa Inggris harganya juga rada kurang terjangkau :) Semoga dengan Lets Read anak-anak makin tumbuh minatnya dalam literasi ya mbak :)

    BalasHapus
  19. Selalu terkesan dengan gaya tulisan, Mbak Prita.

    Pengalaman mengenalkan literasi saat sambil berkulit, sungguh mulia, Mbak.
    Pasti seneng banget ya, bisa sambung lagi dengan mereka via medsos.

    Mbak, aku lagi giat belajar baca produktif ni.
    Doakan ya :)

    BalasHapus
  20. menurutku minat baca yg ga tinggi itu bukan semata karena buku mahal, namun lebih ke lingkungan. kalau temen2 kita pada suka baca, ikutan kebawa. apalagi kalau sejak dini di rumah ayah bundanya biasain aktivitas ini

    BalasHapus