Antara Nostalgia, Pengalaman, dan Harapan untuk Kereta Api Indonesia



Siapa sangka saya menulis tentang ini tepat sehari setelah hari Kereta Api Indonesia yang jatuh pada 28 September kemarin. Ah, rasanya jadi sangat pas untuk kembali beromantika dengan kereta api dari kacamata saya.

Semua pasti setuju jika kereta api dalam konteks kekiniannya merupakan the most favourite transportasi publik. Hampir semua orang lebih memilih menggunakan moda transportasi ini untuk perjalanan antar kota dalam provinsi maupun antar provinsi. "Selama masih ada rute kereta api kesana, kalau aku sih lebih memilih untuk selalu naik kereta api. Apapun yang terjadi.", celetuk teman saya sewaktu kami asik mengobrol transportasi yang enak dan nyaman untuk digunakan mudik atau menghadiri fam trip tertentu sebagai seorang blogger.

Sedemikian fanatiknya? Hm, tak salah memang. Saya pun termasuk 'penganut' jenis ini. Alasannya sederhana saja, sekarang kereta api sudah sangat nyaman, bahkan untuk kelas ekonomi pun, terjamin tepat waktu, selalu disediakan pilihan harga promo, dan bisa dipesan jauh-jauh hari lewat beberapa kanal yang disediakan. Praktis, ga ribet. Terlebih, setiap tiba di jujugan baru, hampir pasti letak stasiun kereta api selalu berada di pusat kota. Sehingga, urusan estafet ke tujuan selanjutnya nyaris tak butuh upaya besar untuk menempuh perjalanan sedikit jauh lagi.

Nostalgia Perjalanan denganmu, KAI

 
Bagi saya, perjalanan menggunakan kereta api adalah sebuah perjalanan yang penuh drama. Saat kereta api sedang menjejakkan kaki-kakinya pada rel yang setia menanti, saya yang sedang duduk di salah satu kursi di dalam gerbongnya, selalu memutar drama layaknya sebuah film. Saya merasa sebagai aktor utama yang sedang pergi menuju jauh ke suatu tempat dengan membawa misi tertentu. Dan, seketika, saya merasa perjalanan saya saat itu begitu dramatis. Kemanapun tujuannya.
Saya bagai aktor utama dalam sebuah perjalanan dengan misi tertentu

Maklum, saya memang akrab dengan episode berjudul perjalanan. Sejak saya merantau untuk menekuri bangku kuliah di tahun 2003 hingga lulus di tahun 2008, saya sudah akrab dengan kereta api.

Bagaimana perjalanan Surabaya-Jember, tempat dimana kampus kebanggaan dan kampung halaman tercinta berada sering saya lewati bersama Logawa. Belum lagi ketika saya lulus dan memulai kehidupan nyata, saya juga akrab dengan kereta api rute Surabaya-Semarang seperti Kertajaya, Maharani, atau Jayabaya. Pun rute Semarang-Jakarta seperti Tawang Jaya atau Menoreh. Belum lagi, saat ternyata jodoh saya berasal dari Bekasi, praktis perjalanan saat ia lamaran, hingga kami mudik ke kampung halaman saya di ujung timur pulau Jawa, juga terwakili dengan kereta api yang harus transit. Biasanya kami menggunakan Bogowonto atau Progo untuk rute Jakarta menuju Lempuyangan Yogyakarta,  lanjut menggunakan Sri Tanjung untuk sampai di Jember. Atau Jakarta menuju Purwokerto, kemudian Purwokerto-Jember dengan Logawa.

Kereta andalan selepas transit
Suami saya (kanan) dan kembarannya saat perjalanan menjelang lamaran sekaligus hari sakral itu

Yang paling saya suka adalah melihat pemandangan yang jarang terlihat bila menggunakan transportasi yang melewati jalanan kota biasa. Di jalur kereta api, saya bisa menyaksikan fenomena yang lain. Sawah-sawah hijau yang mulai menampakkan warna kuning keemasan tanda siap panen, pohon-pohon yang menjulang gagah di ujung tebing, sungai-sungai, terowongan, bahkan indahnya matahari terbit dan senja yang silih berganti bila kita melewati pergantian hari dalam perjalanan. Kalau tak sedang membaca atau ngobrol, saya suka sekali mengambil potret view yang sedang saya lewati. Belum lagi kalau tiba di stasiun yang sarat aroma masa lampau yang kini dipoles sesuai zaman.


View yang saya dan suami ambil selagi di perjalanan

Aktivitas lain yang juga saya sukai adalah interaksi dengan penumpang lainnya. Terlebih di kereta ekonomi. Ada sesuatu yang menyeruak saat bisa ngobrol dengan penumpang lain yang duduk berhadapan dengan kita.

Saya pernah bertukar alamat dengan seorang ibu yang menyuruh saya mampir jika pergi ke Telaga Sarangan, atau mahasiswa yang ingin sekali bertemu lagi. Juga ibu-ibu muda yang bercerita tentang anak balitanya yang ditunggu-tunggu hampir 10 tahun lamanya. Kadang saya juga bertukar bacaan dengan yang lain.

Atau saat saya iseng menyapa anak muda Eropa yang akan bertandang ke Bromo dan bercerita kalau ke Indonesia adalah impiannya, dan ia berusaha menabung untuk itu. Ah, silaturrahim memang bisa datang dari siapa saja. Tak perlu cemas dengan tindak kriminal sekarang, insyaallah semuanya aman terkendali.

Saya sedang meminjam buku bacaan penumpang depan saya yang ternyata mahasiswa Jember

Tapi, saya pun pernah punya pengalaman tak nyaman dengan kereta api, bukan, bukan jaman dulu yang serba semrawut tanpa nomor duduk itu. Kali ini yang saya maksud adalah pengalaman dengan commuter line Jabodetabek. Sebagai newbie di Bekasi saat itu, saya sering memanfaatkan rute Bekasi-Jakarta untuk menghadiri berbagai event blogger di ibukota.

Tapi, saya tak pernah berprediksi akan mengalami drama berdesakan di waktu-waktu semua orang sedang merindukan rumah, jam pulang kantor. Dengan tinggi badan yang tak sampai 150 cm, bisa dibayangkan kegigihan saya bertahan di tengah desakan orang-orang yang lebih tinggi dari saya, meski di gerbong khusus wanita. Hingga alarm berupa batuk yang tak kunjung berhenti, menyadarkan penumpang lain, bahwa saya harus diberi jalan untuk turun di stasiun terdekat. Ppffuhh, alhamdulillah saya berhasil keluar, meneguk habis isi botol minuman yang sedari tadi berusaha saya raih, dan sabar menunggu kereta selanjutnya. 

Lebih baik menunggu sebentar untuk mendapatkan tempat duduk di commuter line


Begitulah. Ada suka duka dengan si kereta api. Namun, justru itu yang selalu dirindukan.

Kereta Api Indonesia di Masa Mendatang : Berkaca dari Pengalaman dan Harapan


Semua pasti tahu, mengapa moda transportasi ini sering diidentikkan moda transportasi rakyat. Menengok sejarah, ternyata peristiwa tanam paksa lah yang menjadikan kereta api pertama hadir di Indonesia. Perannya juga penting untuk perpindahan segala kebutuhan yang bersangkut erat dengan pergerakan politik, ekonomi, pertahanan keamanan, dan budaya. Mengapa pula, kereta api terkesan klasik dan berbau masa lampau, karena transportasi ini merupakan warisan Belanda.

Yang jelas, apa yang ditinggalkan ini menjadi pemantik untuk lebih baik lagi mempreservasi jejak sejarah supaya manfaatnya bisa dirasakan oleh semua masyarakat Indonesia.

Kereta api Indonesia kini

Dari pengalaman yang tercermin dalam nostalgia denganmu, KAI, saya menyadari betul tak ada makhluk Tuhan yang sempurna. Begitu juga kereta api. Ia bukanlah seonggok benda mati saja, tapi lebih dari itu. Ada manusia-manusia yang senantiasa menghidupkannya. Ada getir, ada bahagia disana.

Saya juga masih ingat betul masa-masa harus berbekal lembaran koran untuk alas tidur di bawah kolong kursi penumpang, berebut kursi karena masing-masing tak punya nomor tetap. Siapa cepat, dia dapat. Aroma pesing toilet, juga kipas yang dijajakan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berkeliaran untuk menawarkan setitik kesejukan. 

Stasiun lampau yang terus menjadi modern tanpa meninggalkan kesan sejarahnya

Itulah dinamika episode kehidupan, seperti sebuah perjalanan itu sendiri. Lambat laun, stigma kacau itu berubah, terutama di dekade 2010-an saat masa kepemimpinan Ignasius Jonan. Luar biasa, kereta api menjadi sosok yang selalu dinantikan saat ini.

Apresiasi kepada para pekerja PT. KAI pun juga meningkat. Saya pernah menemui seorang teman yang dengan bangga bercerita bahwa dirinya menjadi bagian dari PT. KAI sebagai pilihan profesi barunya. 
Kondektur yang gagah juga salah satu profesi kebanggaan

Sikap responsif dari manajemen KAI juga sempat saya lihat saat di suatu perjalanan, saya dan suami merasa sound untuk menyampaikan informasinya terlalu keras dan bising. Melihat nomor kontak penanggungjawab perjalanan yang dipajang oleh petugas, kami segera menghubungi lewat SMS dan menyatakan keluhan. Berikutnya, sudah ada perubahan pada sound yang membawa informasi lanjutan. Salut.

Petugas KAI dalam balutan ikon baru KAI dan pengunjung saat Car Free Day Jember

Hanya satu yang saya merasa kehilangan, menu nusantara yang dulu sering dijajakan para PKL sebagai penanda bahwa kita telah tiba di suatu tempat dengan geografis dan budaya yang berbeda. Seperti pecel Madiun saat tiba di Madiun, pecel dengan bala-bala dan bihun saat tiba di Jawa Barat, dan masih banyak lagi. Saya kehilangan penanda itu. Dan, lidah rasanya tak bisa begitu saja kompromi dengan menu yang disediakan kereta api era ini. Makanan siap saji yang terpaksa dipesan karena tak ada menu lain. Harapan saya, semoga manajemen KAI bisa mengobati rasa kehilangan saya ini, mungkin juga rasa yang sama yang dialami penumpang lainnya. Sajikan menu alternatif, yang ramah di kantong dan sesuai dengan ciri khas daerah yang disinggahi. 

Fasilitas KAI yang sekarang sudah sangat mumpuni di kelas ekonomi, semoga lebih baik ke depannya

Harapan lain lagi, semoga kereta api Indonesia di kelas apapun, ke depan bisa lebih cepat dan tepat waktu. Mungkin tidak bisa seketika sama persis dengan MRT di luar negeri. Saya sadar negara ini masih dikategorikan berkembang. Paling tidak ada one step ahead yang dituju. Sama dengan perubahan fisik karcis KAI yang kini sangat tertib dengan pengalokasian boarding pass. Apalagi saat KAI menggelar KAI Travel Fair pada bulan Juli 2017 yang lalu, dimana masyarakat sudah bisa merasakan sensasi membeli tiket menggunakan Virtual Reality (VR) yang sekaligus bisa melihat tidak saja kereta jenis apa yang hendak dipilih, tapi juga melihat pilihan destinasi, hingga penginapan.

Hm, saya juga berharap adanya informasi yang terintegrasi tentang penjualan tiket di saat-saat prime time seperti liburan dan hari besar yang bisa diakses di berbagai stasiun, media sosial, hinggal aplikasi tertentu. Dan bagaimana caranya, masyarakat marjinal pun bisa memperoleh akses ini dengan mudah. Misal untuk mereka yang tak cukup baik tersentuh kecanggihan teknologi.



Mengenai akses KAI bagi masyarakat Indonesia di luar Pulau Jawa, semoga cepat terealisasi melalui pembangunan kereta api di koridor Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, dan Papua, termasuk akses pelabuhan serta bandara dan antar kota.

Satu lagi, mengingat pentingnya KAI menjadi bagian dari sejarah bangsa, mengapa destinasi museum, perjalanan lori khusus, dan semacamnya tak dibuat dalam satu destinasi wisata yang informasinya sudah bundling dari pusat dan kemudian diteruskan ke stasiun-stasiun dimana destinasi tersebut berada. Sehingga, untuk mengenal sejarah perkereta apian tak membutuhkan waktu khusus untuk mencari informasi kesana kemari yang berceceran. Menggandeng komunitas penggemar Kereta Api Indonesia rasanya juga bisa dilakukan. Saya yakin mereka akan dengan sukarela mengabarkan pada publik demi tersampaikannya informasi penting. Bukankah menjadikan masyarakat terliterasi akan kereta api juga penting? 

Selamat ulang tahun KAI

Selamat bertransformasi lebih jauh lagi PT.KAI untuk menjadi penyedia andalan transportasi publik yang memberikan tidak saja kenangan, tapi juga kemudahan dan kenyamanan terbaik. Selamat menuju langkah seabad. 

 
Salam Dunia Gairah,

Prita HW

14 komentar:

  1. huau, udah berkali-kali naik kereta ya, hahaha
    aku masih akan naik kereta untuk pertama kalinya, hahaha... Inshaa Allah 2 minggu lagi

    hihihi, yang namanya naik kereta itu selalu meninggalkan momen tersendiri ya, yang beda, yang unik, dan yang khas.
    aku menanti momen-momen seru ituuuuuu
    wkwk

    BalasHapus
  2. Wah setiap orang punya nostalgia masing2 dengan Kereta Api. Yang jaman sekarang lebih nyaman dan tertib. Hebat juga revolusi dunia perkereta apian di tangan Pak Ignasius Jonan. PT KAI benar-benar berubah menjadi lebih nyaman, tertib , on time dan bersih. Saya juga pernah ngalamin jaman naik sepur ekonomi sebelahan sama Ayam dan sayur duluu sekali.

    BalasHapus
  3. Huauuuuu, aku baru pertama kali yang kemaren itu mbak, semoga lolos :)

    BalasHapus
  4. Jadi nostalgia nih, aku SMP kelas 3 pulang pergi tiap hari naik kereta, selalu rindu masa2 itu.

    BalasHapus
  5. Bangga deh dengan kereta api indonesia sekarang, jauh banget perkembanganny dengan 10 tahun terakhir. Skrg jauh lbh nyaman banget dan murah juga. Semoga makin maju KAI

    BalasHapus
  6. Saya juga punya kenangan romantis dengan kereta api. Waktu masih kelas enam SD dan 2 SMP jalan-jalan ke Semarang menggunakan kereta api ekonomi bersama ibu dan kakak saya. Semalaman di kereta api bikin badan mau rontok tapi kenangan manisnya melekat sampai sekarang

    BalasHapus
  7. Kereta Api kita udah jauuuuh lebih baik ketimbang yang dulu. Tapi tetep ngarep ada sleeper train Palembang-Lampung (dan juga destinasi lain), biar perjalanan terasa makin nyaman. ^^

    omnduut.com

    BalasHapus
  8. Kangen nasi pecel! Hehehe. Sama kayak om ndut, ngarep ada kereta api dengan tempat tidur euy. Buat jarak jauh mah pasti berguna banget.

    BalasHapus
  9. Aku dari postingan ini jadi tahu satu hal. Ternyata Mas Nana kembar. Aduh, aku kan jadi makin pengen punya anak kembar. Huhu...
    Anyway, aku juga suka banget naik Kereta Api. Sekarang memang jauuuh lebih nyaman. Meski memang harganya sejak tahun 2013 kalau ga salah ya, naik 2-3x lipat, tapi kebayar dengan fasilitas, nyaman, aman, dan bersih. :D

    BalasHapus
  10. Baru merasakan kereta api di 5 tahun terakhir, jadi belum tau banyak sepeeti apa kereta api di era 90-2000an.

    Tapi dari 5 tahun itu saya jg merasakan perkembangan yg semakin baik dari PT KAI.

    BalasHapus
  11. Pertama kali saya naik kereta itu pas tahun 2014 dan rutenya adalah solo-jogja. Setelah itu saya malah makin ketagihan jalan-jalan naik kereta. Maklum di daerah saya di sulawesi belum ada kereta, sekalinya naik jadi excited banget. memang sih moda transportasi paling keren adalah kereta api, selain murah, kita juga bisa bertemu dengan teman seperjalanan. Jadi berasa ingin naik kereta lagi pas ngetik ini. Ada sartu hal yang buat saya tidak terlupakan ketika naik kereta adalah bagian nungguin keretanya di stasiun.

    BalasHapus
  12. Kereta api tuh satu-satunya moda transportasi yg ga pernah delayed atw macet ya, Mbak heheh...

    BalasHapus
  13. Aih aih, lah aku aja ketemu jodoh di kereta api Bandung - Surabaya. Sepertinyaaa harus juga menulis sesuatu tentang numpak sepur nih. Makasih cinta atas inspirasinya..

    BalasHapus
  14. Jujur nya aku baru sekali naik kereta api di indo, itupun pas k jkt-solo. Lumayan bagus memang..dan berharap bgt bisa semakin bagus lg seperti mrt ato lrt di jepang, korea, sing ato malaysia lah yg terdekat. Juga stasiunnya ya mba. Ada lift utk para disabilitas. Bersih dan petunjuknya banyak

    Tp khusus utk comnuterline, spertinya aku ga bakal mau naikin mba :p. Denger cerita anak2buah ku di kantor yg naik kereta k kantor, udh cukup bikin aku merinding :p. Empet2an, pintu ga bisa ditutup, blm lg kereta tertahan dll.. Gpp deh aku hrs gojek ato taxi ke kantor :D. Bakal kalah aku mba kalo hrs sikut2an begitu :D

    BalasHapus