Jelajah 9 Pulau dalam 2 Hari : Merawat Nalar di Kepulauan Seribu





Percaya ga kalau pikiran adalah doa? Seperti ucapan ataupun tulisan? Saya adalah orang yang percaya tentang hal itu. Mungkin juga temen-temen semua? Baru-baru ini saya mengalaminya juga :) Sebelum saya benar-benar hijrah ke kampung halaman di Jember, Jawa Timur, akhir bulan ini, saya sempat berpikir menuntaskan angan untuk menjelajah Kepulauan Seribu yang ada di Teluk Jakarta. Alasannya sederhana, mumpung saya masih di sekitaran Bekasi, wisata Jakarta termasuk destinasi Kepulauan Seribu harus dituntaskan. Tak ada alasan untuk menundanya. Karena dulu saya hanya sempat berkunjung transit di Pulau Pramuka, menginap di Pulau Bira, dan juga Pulau Rambut.Eksplorasinya masih kurang :)

Siapa sangka ternyata kemudian saya benar-benar menjelajah Kepulauan Seribu atas undangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta bekerjasama dengan Indonesia Corners (ID Corners). travel blogger community yang saya ikuti. Surprise, ini memang hadiah dari Allah.

Pagi itu, Kamis, 8 Desember 2016, waktu menunjukkan pukul 02.30, dan saya dan suami belum juga merebahkan tubuh untuk terlelap sebagai tanda beristirahat dari riuhnya aktivitas. Seminggu ini freelance job kami sedikit kacau balau, selain pesanan brand Lapak The Jannah rintisan mulai sedikit ramai, di waktu yang sama, saya harus mengawal sebuah brand hijab sebagai seorang social media admin. Ppffuh, jadwal fast response sukses membuat saya menjadi makhluk asosial yang 24 jam berteman gadget. Lelah.

Tapi, pukul 5 pagi di hari yang sama, kami harus sudah bangun. Badan lemas pun sudah resiko. Pagi itu kami harus bersiap diri memenuhi janji untuk menjelajah Kepulauan Seribu dan berwisata bahari bersama. Kali ini suami saya tidak hanya bertindak sebagai partner satu tim mengelola blog ini, tapi juga sebagai dirinya sendiri yang seorang blogger photographer muallaf :) Kami sudah harus berada di meeting point Dermaga 16, Marina Ancol. Setelah sedikit memacu gas kendaraan bermotor, sampailah kami di dermaga yang dimaksud.

Hiburan si duo kucel, jelajah Kepulauan Seribu!

Pagi itu suasana cukup cerah dan sedikit terik. Speed boat yang kami tumpangi sebenarnya sudah bersandar, tapi kami belum juga menerima komando untuk berangkat. Jadilah, 15 travel blogger yang berkumpul pagi itu saling ngerumpi dan narsis yang secara sadar ga sadar membawa kami ke suasana lebih akrab. 


Menunggu kapal di Dermaga 16 :)

“Kita akan berwisata bahari bersama dan melihat keindahan Kepulauan Seribu. Sudah siap?”, begitu kata-kata Ibu Neneng Roaeni, yang saya ingat ketika menyambut kami.
Beliau adalah Kepala Sub Bagian TU Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta yang pada trip kali ini bertindak sebagai fasilitator dan MC. Selain ID Corners, ada juga Sea Soldier, komunitas yang cikal bakalnya berasal dari Nadine Chandrawinata. 



Siap berangkat!

Tanpa perlu menjawab dengan kata siap, muka cerah berbinar-binar dan tanda tak sabar sudah merupakan pertanda dari kami semua bahwa kami sangat siap lahir batin :)

Saya juga bersemangat, baru kali ini saya menaiki speed boat yang sering diidentikkan sebagai kendaraan mewah mengarungi lautan atau pantai seperti yang sering kita lihat di tayangan film. Badan yang sejatinya masih lemas karena kurang tidur, ternyata tak begitu terasa saat tubuh sudah dimanjakan dengan aroma perjalanan. Hm, dasar pejalan ya! Modusnya bisa aja :) Saya jadi ingat kalau dulu perjalanan saya ke Pulau Pramuka seringnya dari Muara Angke, dan bercampur dengan warga dan belanjaannya dalam satu kapal. Kali ini, sekali-kali jadi turis beneran lah ya :)


Muka-muka bahagia :)

Pulau Bidadari : Pulau Resort dan Sejarah yang Menggoda

Menginjakkan kaki di Pulau Bidadari, kita akan disambut dengan landscape pantai yang putih bersih dan seolah-olah melambai-lambai dengan tulisan BIDADARI. Melangkah sedikit lagi, patung putih yang mungkin sebagai simbol dari bidadari juga ikut menyambut. Kami semua juga disambut hangat mbak-mbak dan mas-mas yang terus-terusan senyum sambil menangkupkan kedua tangannya. Kami dipersilahkan untuk menikmati welcome drink berupa minuman lemon. Ah, nikmatnya. 



Welcome drink, siapa mau?

Perjalanan yang hanya sekitar 30 menit tadi rasanya menjadi spesial begitu mata menyapu sekelebat pemandangan pulau yang juga memiliki dua nama, yaitu Pulau Sakit dan Pulau Purmerend ini. Sepengamatan saya, memang banyak monumen semacam patung atau instalasi lain yang ditampilkan sebagai jejak sejarah. Tak lupa, restoran dan cottages dengan berbagai macam varian.

Dari guide yang sedari awal kami sampai sudah menyambut dan mengajak berkeliling, barulah kami tahu kalau pulau ini merupakan pulau resort sekaligus pulau sejarah.

Disebut Pulau Sakit, karena dulunya sempat menjadi rumah sakit lepra atau kusta yang baru pindah dari Angke. Ternyata di saat yang hampir sama, Belanda juga membangun benteng pertahanan yang disebut Benteng Mortello. Itu terjadi pada abad ke-17. Sempat juga menjadi rebutan antara Belanda dan Britania Raya atau Inggris, hingga pada tahun 1970-an, PT. Seabreez mengelolanya sebagai resort.

View Bidadari dari depan dan saya yang kepanasan tapi maksa foto :)

Suasana restoran yang melengkapi cottages
Berayun dan bermain dengan siluet

Cottages yang tersedia disini menurut saya cukup nyaman. Pulau dengan luas 6 hektar dan tanpa penduduk ini memang didesain untuk wisata. Jika kebetulan kita ingin mengeja waktu dan menikmati setiap pergantian menit yang sudah banyak kita lupakan, bersantailah di pulau ini. Pilihan seperti duduk-duduk sambil berayun malas di pinggir pantai, berteduh di bawah pohon jodoh, atau eksplorasi benteng yang cukup eksotis buat lokasi pemotretan bisa kita lakukan. Atau hanya sekedar memandang luas lautan samudra untuk memanjakan mata. Atau bahkan sedikit berpetualang dengan banana boat, jetski, kano, memancing atau berenang. Untuk berkunjung kesini, silahkan melihat pilihan paketnya disini.

Pulau Cipir : Magisnya Jejak Reruntuhan

Rasanya baru menarik nafas, ternyata saya sudah sampai di pulau selanjutnya. Pulau Cipir yang juga masih merupakan Taman Arkeologi Onrust. Pulau Cipir atau Kuipir juga memiliki nama yang cukup indah di telinga, yaitu Pulau Kahyangan.
Welcome to Pulau Cipir

Perasaan saya ketika tiba di Pulau Cipir adalah bayangan tentang rumah sakit kusta yang dulunya pernah ada disini. Saya membayangkan bagaimana mereka dulu harus berjuang dan diasingkan seperti ini, dan seberapa keras masyarakat jaman dulu berusaha survive dengan kondisinya.

Belakang ini loh yang bekas rumah sakit kusta

Reruntuhan bangunan-bangunan ini buat saya terasa magis. Hanya dengan menyapu pandangan pada sisa-sisa bangunan itu, rasanya kita seperti dibawa ke masa itu. Selain berfoto, kita juga bisa minggir sejenak untuk minum kopi di warung sederhana yang ada disana.

Bagi para pecinta arkeologi dan sejarah, mengamati ini semua pastilah merupakan hal yang menantang.

Pulau Onrust : Pulau yang Tak Pernah Istirahat

Onrust, berasal dari Bahasa Belanda yang berarti sibuk atau tanpa istirahat. Ternyata dulunya, pulau yang dijuluki Pulau Kapal ini merupakan tempat bongkar muat barang-barang komoditi dan juga aktivitas perbaikan kapal. Mungkin karena letaknya yang strategis ya :) Pulau ini juga dikabarkan pernah menjadi sengketa antara Banten dan Jayakarta.

Menurut catatan sejarah, Belanda yang telah mendapat ijin dari Pangeran Jakarta, kemudian semakin sibuk mendirikan galangan kapal, kincir angin, hingga benteng kecil untuk pos pengintai.


Welcome to Pulau Onrust dengan kincir anginnya

Alih fungsi pulau ini sudah memasuki beberapa periode. Sejak dibangun oleh Belanda, sempat dihancurkan Inggris, lalu dibangun lagi oleh Belanda, dan pernah hancur akibat letusan Krakatau pada tahun 1883. Hingga di tahun 1911-1933 menjadi tempat karantina haji, dan di tahun 1940 dijadikan tempat tawanan pemberontak dalam “Peristiwa Kapal Tujuh”.

Tahun 1960-1965 pernah menjadi tempat penampungan para gelandangan dan pengemis, selain tempat latihan militer. Tahun 1960 juga pernah dimanfaatkan sebagai rumah sakit penderita penyakit menular di bawah Depkes RI. Dan, akhirnya terbengkalai sampai awal tahun 1970. Bahkan, tahun 1968 pernah terjadi penjarahan dan pengambilan material bangunan atas ijin kepolisian setempat. Baru tahun 1972, ditetapkan sebagai pulau bersejarah yang dilindungi oleh Gubernur DKI Jakarta.

Weleh-weleh, saya sampai ga habis pikir membaca sejarahnya di buku yang dibagikan gratis saat saya berkunjung kemarin. Memang sesuai namanya, sejarah bertutur jika pulau ini memang tak pernah tidur. Sisa sejarah yang bisa kita nikmati selain reruntuhan bangunan, makam para petinggi Belanda, beberapa makam pribumi, termasuk makam keramat yang kabarnya merupakan makam salah satu tokoh penting di Indonesia, semuanya masih menyimpan misteri.
 

Ini makam orang Belanda itu
Kontras banget kan!

Yang paling mencolok dalam pandangan saya, papan penunjuk arah bertuliskan museum dan penjara. Kontras. Saya penasaran dengan museum yang dimaksud. Ternyata museum itu menempati bekas rumah dokter di jaman VOC, warnanya putih dengan bangunan kuno. 

Dulunya rumah dokter, sekarang museum
Kenali Onrust disini, lengkap

Di dalamnya kita akan melihat sejarah panjang Onrust, dan juga melihat bentuk batu bata, batu lempengan, hingga closet jaman dulu. Saya hanya menghela nafas, betapa perjalanan hanyalah soal waktu. Kita ada, dan kemudian tidak ada. Jejak-jejak peninggalan kita kemudian disaksikan masyarakat setelahnya dengan peradaban yang lebih modern. Lalu, akan seperti apakah peninggalan kita? Saya bersyukur sekaligus bergidik membayangkannya.




Perjalanan ini membuat saya merenung sejenak, seperti apa peninggalan kita nanti?

Pulau Kelor yang Menyimpan Eksotisme Benteng Mortello

Selesai menyusuri lorong waktu, saya dan kawan-kawan menuju Pulau Kelor. Memang, Pulau Onrust, Pulau Kelor, dan Pulau Bidadari disebut juga Pulau Paradiso. Entahlah, mungkin merujuk pada kata surga. 


Welcome to one of Paradiso, jernih dan biru!

Kelor terlihat lebih modern dan kekinian dibanding Pulau Onrust dan Pulau Cipir. Begitu keluar dari kapal, saya langsung disuguhi pemandangan pasir putih bersih dan ikan-ikan yang bergerak hilir mudik manja. 


Benteng Martello masih berdiri kokoh


Di pulau yang berasal dari kata kherkof ini, terdapat makam Kapal Tujuh dan awak kapal dari Indonesia yang memberontak dan wafat di tangan Belanda. Sisa sejarahnya masih serupa tapi tak sama. Ada galangan kapal dan Benteng Mortello dengan batu bata yang lebih berwarna merah batanya. Benteng ini dibangun untuk menghadapi serangan Portugis di abad ke-17. Kabarnya ada pernikahan artis yang pernah digelar disini juga. Memang sih, memandang Kelor secara keseluruhan, tempatnya romantis.


Pulau Untung Jawa : Surga Kuliner Kepulauan Seribu

Pulau kelima yang akan kami jelajahi lagi adalah Pulau Untung Jawa yang terkenal sebagai desa wisata pertama yang menjadi kebanggaan Kepulauan Seribu sebelum potensi pulau-pulau lain ditemukan. Karena Pulau Untung Jawa merupakan pulau yang berpenduduk, tentu penampakannya lebih ramah untuk kita yang makhluk sosial dan akan merasa lega saat bertemu sesama penduduk bumi lainnya :)
Untung Jawa Island yang Ramah
 
Disini, kami akan memanjakan lidah dengan hidangan yang dimasak ibu-ibu penduduk asli sana. Saking mata sudah begitu bahagia melihat warna warni merah hijau kuning sayuran dan ikan yang tersaji, saya berkhianat pada mata kamera. Tak ada gambar masakan maknyus yang berhasil membuat perut kami berhenti meronta. Hm, dibanding masakan seafood yang disajikan di daratan, masakan asli pulau ini sangat berbeda. Fresh from the sea and the oven, both of it :)


Pulau yang sejak tahun 1920-an sudah dipimpin oleh orang-orang pribumi dan pemimpinnya dijuluki bek (lurah) ini ternyata sudah dihuni 6 generasi. Dulunya, mereka tinggal di Pulau Kelor dan kemudian migrasi ke Untung Jawa. Baru pada tahun 2002 ditetapkan sebagai desa wisata nelayan. 

Ternyata selain penghasil ikan, pulau ini juga memiliki kawasan hutan mangrove yang sangat indah dengan jalan setapak yang bisa disusuri. Hanya sampai ke ujung yang berbatasan dengan laut, ternyata jalan setapaknya belum selesai dibuat melingkar yang memungkinkan para pejalan untuk tak kembali arah. Tapi, ada untungnya sih sesuai namanya, pas berbalik arah itulah, formasi ID Corners lengkap, dan kami sukses ber-mannequin challenge setelah beberapa kali gagal dan tragedi yang katanya 'bocor' :)
How a wonderfull mangrive forest
Ceritanya lagi prepare buat bikin video mannequin challenge :)

Merasakan Keramahtamahan Desa Nelayan di Pulau Harapan

Puas  menjelajah Untung Jawa, kami seharusnya menuju Pulau Tidung. Namun, sepertinya sore itu tak mengijinkan. Angin laut mengabarkan bahwa kami harus segera sampai di pulau yang menjadi tempat bermalam melepas lelah seharian. Pulau Harapan lah tempat peraduan itu.
Suasana Desa nelayan langsung terasa hangat

Nemuabang-abang kaki lima di pulau itu sesuatu :)
Konsep hidroponik yang jamak ditemui di rumah warga, nyenengin banget

Berjalan menyusuri kampung rasanya begitu menyenangkan. Membayangkan menjadi penduduk asli sini yang tiap hari memiliki 'halaman depan atau belakang rumah' berupa lautan lepas, rasanya damai sekali. Meskipun ya belum tentu apa yang saya pikirkan benar adanya :) Akses mereka ke Jakarta menggunakan kapal nelayan bermesin motor kurang lebih sekitar 4 jam. Harus cermat mengatur sirkulasi belanja ke kota sepertinya.

Homestay yang kami tinggali sangat nyaman. 4 kamar dan 3 kamar mandi. Memanjang ke belakang, dan 'halaman belakang' nya laut. Hm, merasakan kerudung sedikit berkibar dimainkan angin sambil menyegarkan mata di teras belakang benar-benar pengalaman yang langka. 

Malamnya kami makan malam di area pemukiman penduduk yang memliki sedikit lahan, sambil ditemani organ tunggal. Setelahnya, kami bersama Ibu Neneng dan tim, serta ketua wilayah RT/RW saya lupa, saling bertukar cerita tentang pengalaman hari itu. 

Sayangnya, setelah lagu yang sedikit ngepop, kami disuguhi dangdut. Dan seperti biasa, saya merasa ini bukan genre favorit. Pas banget, suami mengajak kembali ke homestay karena merasa perlu istirahat. Tapi ternyata bukannya langsung tidur, temen-temen lain muncul satu persatu dan kami pun terlibat obrolan gokil. Sampai tibalah Rizki yang tersisa menikmati dangdut bersama dua teman lainnya, membawakan ikan bakar untuk cemilan malam itu. Wah, matur tengkyu lahir batin. Nikmat mana yang kau dustakan? Beramai-ramai menjamah barbeque ikan bakar dengan bumbu sedap nan pedasnya ditemani angin laut yang sepoi-sepoi~

Menikmati Keindahan Biota Laut di Pulau Perak dan Pulau Dolphin

Meski tak sempat berkunjung ke penangkaran penyu di Pulau Kelapa Dua yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari Pulau Harapan, juga tak sempat ke penangkaran elang di Pulau Kotok, saya dan temen-temen memang menunggu-nunggu snorkling! Maklum, selain dua penangkaran fauna yang mulai langka itu, unggulan Pulau Harapan lain adalah wisata air.  

Meski, snorkling nya mengambil area Pulau Perak dan Pulau Dolphin yang jaraknya dekat dengan Pulau Harapan. Dua area ini terkenal dengan terumbu karangnya yang sangat indah. Katanya, bisa-bisa lupa daratan. Hm, tapi apa iya itu berlaku buat saya yang minus 7 ini? Ah, saya gelisah juga, pengalaman snorkling di Pulau Bira dulu tak bisa saya nikmati karena kacamata minus tetap saya pakai dalam kacamata snorkling. Kacau. Dan saya tentu tak ingin mengulanginya. 

Siap-siap basah-basah. Foto under waternya masih inden yak :(

Setelah mendapatkan lengkap arahan menggunakan perlengkapan snorkling, saya akhirnya mencoba untuk melepas kacamata yang akhirnya harus patah karena disimpan di dalam tas. Dan, hasilnya memuaskan. Saya bisa melihat berbagai macam biota laut. Ya ikan-ikan centil berukuran sedang dan kecil, ada pula ikan nemo, sampai terumbu karang yang benar-benar indah. Semuanya jelas. Tumben-tumbenan juga nafas saya bisa diatur dengan baik di dalam air. Saya menyusurinya bersama suami sambil bergandengan tangan :) Dan kawan, ini masih di Jakarta :) Ya, saya ketagihan. Makanya pas ada dua kali kesempatan nyemplung, saya langsung sigap :)      
  

Melongok Pusat Pelestarian Penyu di Pulau Pramuka

Puas main air, kami mengisi perut tanda kelaparan, dan langsung siap-siap untuk menuju pulau terakhir yang kami kunjungi. Sejatinya masih ada Pulau Ayer juga, tapi lagi-lagi belum direstui oleh-Nya. Jadilah kami menuju Pulau Pramuka. Say goodbye dulu sama Pulau Harapan yang sudah ramah menampung kami semalaman :)
Sampai berjumpa lagi!

Terus terang pengalaman saya berkunjung pertama dulu dengan sekarang ini, memang jauh berbeda. Sepertinya dari mulai tempat berlabuhnya, kemudian jalan yang dilewati, semuanya mengalami banyak perubahan. Sudah 4 tahun lalu juga memang :) Tujuan kami kali itu adalah ke tempat pelestarian penyu sisik.
   

Ini dia tempat pelestarian penyu yang wajib kalian kunjungi, nengokin mereka lah :)

Penyu sisik ini ternyata dilestarikan dengan cara ditetaskan telurnya secara semi alamiah, lalu dipelihara hingga saat tertentu, untuk kemudian dilepas kembali ke alam sesuai habitat aslinya. Pemeliharaan dilakukan untuk menghindarkan penyu-penyu dari tangan predator, berupa hama, dan predator gigantis bernama manusia. Tapi, bagi penyu yang sudah berusia lanjut, mereka akan tinggal di penangkaran hingga sisa hidupnya. 

Selain konservasi penyu sisik, Pulau Pramuka juga terkenal dengan jajaran mangrovenya. Mangrove disini sangat dibutuhkan supaya desa tak cepat terkikis air laut karena abrasi. Semoga desa di Pulau Pramuka ini akan terus bertahan ya, doa saya dalam hati.

Ya, ternyata kunjungan ke Pulau Pramuka ini menjadi penjelajahan terakhir dari 9 pulau. Hanya dalam waktu dua hari, saya dan temen-temen lainnya larut dalam perputaran waktu dan aktivitas yang tak bisa dilupakan. Terutama buat saya dan suami, ini jadi honeymoon untuk diceritakan :) 

Buat saya, Kepulauan Seribu memiliki pesona yang kuat. Keindahan alam yang disajikan, juga sejarah yang dikisahkan cukup menjadi daya tarik. Apalagi ditambah wisata air semacam snorkling dan kuliner yang fresh, hmm satu paket keistimewaan. Hanya saja, saya merindukan budaya penduduk setempat yang bisa dinikmati sehari-hari dan melibatkan kita sebagai bagian dari mereka. Bukankah mengasikkan bila satu hari saya bisa merasakan menjadi nelayan dan merasakan menangkap ikan bersama misalnya? Semoga saat saya kembali entah untuk menjelajah pulau yang mana lagi, saya sudah bisa merasakan aura budaya setempat berbaur dengan ritme turis yang merindu suasana sebenar-benarnya pulau. 


Sekarang main air, next jadi nelayan ya :)

Terimakasih Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta atas kesempatan serunya, juga ID Corners. Let's travel together!  


Prita HW

6 komentar:

  1. aku kayaknya baru perdana mampir ke blognya mbak prita. terus aku salah fokus sama banner di atas.
    dunia gairah :))

    membayangkan yang enggak2 deh jadinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. hmmmm bennnnnn. anyway, tengs udah mampir :)

      Hapus
  2. kereen, nyesel deh nggak ikutan snorkeling :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. coba lagi mbak :) harus balik berarti :))

      Hapus
  3. Belum kesampaian jelajah pulau Seribu, mudah-mudahan tahun depan bisa terwujud.

    BalasHapus