Story Telling itu Menghidupkan

Siapa waktu kecil pernah dibacakan cerita, diajak bercerita, atau didongengi menjelang tidur ? Terdengarnya mungkin cukup klise ya...

Tapi saya pernah loh! Waktu kecil, sampai kelas 4 SD kalau nggak salah ~berarti benar~, saya tidur bareng eyang putri dari mama. Menjelang tidur, biasanya mata susah sekali untuk tertutup, akhirnya eyang putri pun bercerita bahwa beliau tak serta merta menjadi seorang nenek seperti sekarang.

Potret masa kecil hingga masa muda pun mengalir diceritakan dari malam ke malam. Dan saya masih mengingatnya persis sampai saat ini. Seperti saat masa kecil yang sekolah pada zaman Belanda, kemudian sekolah pada zaman Jepang, sampai eyang yang akrab saya pangggil Titi ini masih hafal bernyanyi lagu Jepang kala itu. Saya sangat senang karena punya Titi yang cerdas dan ingatannya luar biasa. Kadang juga kami mempraktekkan dialog Bahasa Inggris sederhana sebelum tidur. 

Di malam menjelang tidur yang lain lagi, Titi menceritakan mencekamnya aktivitas saat Jepang berkuasa, dimana Titi dan saudara-saudara perempuannya yang lain dihimbau untuk mengungsi oleh ibunya. Saat itu, anak-anak gadis begitu dicari. Sambil berlarian, Titi dan saudara-saudara perempuannya dibekali sebaskom jagung atau penganan kecil lainnya. 

Imajinasi saya berlarian, membayangkan masa itu begitu sulit. Tak seperti saya yang saat itu bebas-bebas saja.

Kemudian, masih di ranjang dan kamar yang sama di kota kecil yang sekarang menjadi cukup maju, yaitu Jember, Titi bercerita soal masa mudanya yang menjadi seorang sekretaris di suatu perusahaan, sampai akhirnya menjadi istri seorang polisi, kakek saya yang memiliki panggilan Coco.

Sayangnya Coco sudah wafat saat saya berumur 4 bulan. Saya tak sempat mengenalnya, selain dari cerita Titi. Tentang terjemahan kata per kata yang dicorat coret di bawah tulisan arab Al-Qur'an yang lembarannya sudah menguning. Dari koleksi beberapa buku tuanya. Juga dari beberapa sertifikat tanda jasa penghargaan yang ada tanda tangan Bapak Presiden pertama Indonesia, Soekarno.

Puluhan tahun berlalu, saya merasa masa kecil saya yang dekat dengan cerita-cerita sederhana itu membentuk saya yang sekarang. Saya memiliki figur saat itu. Bahwa menjadi seseorang dalam hidup haruslah yang multi talented dan berguna. Supaya kelak saya juga bisa bercerita ke generasi di bawah saya.



***

Cukup throw back nya, sekarang kita kembali di masa kekinian :) 

Jumat kemarin, hari ke-11 di kalender Maret tahun ini, saya tergopoh-gopoh ke Rumah Baca HOS Tjokroaminoto yang saya kelola di pinggiran Bekasi. Padahal mata dan badan saya masih tak bisa diajak kompromi setelah tidur dini hari pada malam harinya.

Tapi, yang membuat saya bersemangat adalah... hari itu saya janji memulai klab perdana untuk story telling pada anak-anak TK dan SD kelas 1 sampai 3 di Sekolah Alam Anak Sholeh Tarumajaya. 

Belum ada persiapan. Pikiran saya masih random selepas mengejar deadline menulis sehari-hari. 

Begitu menginjakkan kaki di pelataran tempat sendal dan sepatu berjejer, rupanya saya telat sekitar sepuluh menit. Anak-anak yang setiap Jumat praktek gerakan dan bacaan shalat 5 waktu sudah duduk lesehan secara acak di teras ruang kreasi Rumah Baca yang diakronimkan menjadi rumba.

"Wah, itu Bu Prita dateng... Sebentar lagi membaca cerita ya...", seru ibu gurunya. Mereka sedang asyik menggambar bersama. 

Dalam hati saya bersorak, masih ada waktu buat memilih bacaan apa yang mau diceritakan, haha... Hm, anak-anak yang masih cukup dini, saya pikir cerita yang simple dan ada pesannya. 

Akhirnya pilihan jatuh pada Seri Hupi dan Hupa : Teman Baru (A New Friend) terbitan Dar! Mizan. Sederhana, namun mengena. 


Buku cerita pilihan


Tokoh-tokoh yang lucu

Rupanya Mbak Firma Sutan ingin menyampaikan pesan tentang tidak boleh ber su'udzon atau berprasangka buruk pada teman yang baru dikenal. Meskipun terjadi sesuatu di sekitar kita, seperti kehilangan barang-barang yang dialami teman-teman Hupi dan Hupa di sebuah hutan bernama Hutan Lestari. Rupanya kehilangan barang itu disebabkan kelalaian teman-teman sendiri, entah lupa atau ketinggalan barang. Oke, cocok lah ini buat anak-anak yang kadang sering ngusilin temennya, pikir saya.

***

Satu persatu anak-anak done menggambar bebas, masuklah ke rumba dan menyerbu buku-buku dengan menggebu. Ah, ini yang dinamakan mereka butuh akses. Bukan karena minat bacanya rendah. Meski hanya melihat gambar dan membaca sedikit tulisan, paling nggak rasa ingin tahunya begitu besar.

Semua sibuk membolak balik halaman buku. 

Untuk menghilangkan nervous saya pribadi, karena saya sudah lama tak story telling di depan anak-anak yang banyak. Hm, terakhir kalau nggak salah 2010. Ya, saat mengawal edu games di Taman Apsari Surabaya. Itupun orang per orang. 


Saat story telling perorangan tahun 2010
  
Saya pun mengajak mereka foto-foto dulu, hehehe...


Mana bukumu ?

Dan, mulailah saya mengajak mereka berkenalan dengan Hupa, Hupi, Kimo Molly, dan nama-nama lucu lain. 

Sambil agak berkeringat meski AC menyala, saya memegang buku sambil membacakan cerita dengan ekspresi dan variasi suara yang masih tipis bedanya antar tokoh. Maklum, amatir! 

Serunya, anak-anak yang sekitar 20-25 orang itu menyimak, ternganga, dan cekikikan saat saya memperagakan gaya berjalan Kimo yang berbadan besar dan kehilangan sepatunya. Atau saat saya menirukan kipasan tangan Pavita yang centil saat kehilangan kipasnya.

Melihat mereka tertawa-tertawa kecil seperti itu buat saya sudah merupakan sesuatu yang....wow banget...! Mereka terhibur dengan story teller yang asal-asalan ini, hahaha...

Setelahnya, saya tutup dengan pertanyaan-pertanyaan kecil tentang tokoh dan isi ceritanya. Dan, mereka pun bertepuk tangan senang dibacakan cerita. Dua orang ibu gurunya juga memperhatikan di belakang. Besok besok gantian ya, Bu! Harap saya dalam hati.

***

Sehabis bercerita sederhana itu, saya merasa kok badan saya kayak habis olahraga ya ? Segar dan berkeringat. Dan, jiwa saya ikut bahagia. Mungkin kadangkala selain mendapat inputan berupa bacaan-bacaan yang sekarang sudah tak terbendung, kita juga memerlukan output. Supaya seimbang pastinya. 

Lebih jelas tentang story telling, cek disini ya. Terutama buat para orang tua, anak muda yang calon  orang tua, pengelola perpustakaan, guru, wajib memiliki skill ini.

Buat saya, membaca cerita itu menghidupkan. Menghidupkan imajinasi dan rasa penasaran yang terus menerus. Apalagi kalau dilakukan kontinyu, selain motorik berkembang, kemampuan berbahasa, memproduksi pengetahuan baru, dan tentu mencintai buku adalah efek samping turunannya.
Membaca cerita = imajinasi - gambar : onboardly.com

Hm, saya rasa saya sudah membuktikannya. Bahkan bukan dibacakan cerita, hanya diajak bercerita dan berdialog pun hasilnya luar biasa. 

Jangan percaya saya ya :) Let's start it.




















Prita HW

2 komentar:

  1. saya juga selalu teringat story telling yang diceritakan mama saya sebelum bobo..terkenang hingga sekarang saya memiliki anak2. Semoga bisa menjadi inspirasi selalu.
    Salam kenal dari Kudus ya mbak Prita
    (@cputriarty) IG & Twitter

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar kan mbak ? Diajak cerita2an waktu kecil itu emang membekas banget :D *tosdulu
      Sekarang diturunin ke anak ya mbak ? Smg saya juga tar kl udah punya anak2 yg lucu, doakann..
      Makasi mbak udah mampir, keep sharing^^

      Hapus