Menikmati Jawa Tengah, Merampai Kenangan Kota-kota yang Bersahaja

Mengingat nama Jawa Tengah disebut, ingatan saya langsung melanglang buana pada kota penuh kenangan bernama Semarang. Begitu juga kota-kota lain yang cukup intim dengan si Semarang, seperti Solo, Ambarawa, Salatiga, Kendal, Pekalongan, Pati, Tegal, dan Wonosobo.

Sebenarnya memang banyak kota di Jawa Tengah, tapi yang saya ingat dan saya sebutkan itu memang kota-kota yang pernah saya singgahi. Entah itu sekedar lewat, beli oleh-oleh, sekedar bermalam karena suatu acara, mencoba wisata kuliner, atau sekedar lewat melakukan perjalanan, dan serangkaian kegiatan nomaden para pejalan pada umumnya.

Tapi, kisah yang mau saya bagikan disini tentu bukan kisah ala kadarnya, tapi kisah dimana saya benar-benar jatuh cinta dengan tempat-tempat spesial yang bisa kamu kunjungi juga. Biar saya bisa membagi kemewahan berpelesir bagi yang belum pernah merasakan hal sama.

Petualangan kita mulai dari Semarang.


Buat saya yang berasal dari Jawa Timur dan cukup lama tinggal di ibukota bernama Surabaya, ibukota Jawa Tengah bernama Semarang ini cukup adem ayem dan menawarkan suasana yang berbeda dari julukannya sebagai ibukota. Kota yang majemuk, multi kultur, dan bersahaja. Itu kesan saya pada Semarang.

Mengagumi keindahan Semarang bisa dieksplorasi mulai dari kotanya sampai nanti menuju kabupatennya. Untuk jujugan kota, saya sangat nyaman ketika menghabiskan malam minggu yang kata Lidya Kandouw dan Jamal Mirdad (buset dah jadul banget) disebut sebagai malam yang panjang, seperti di :
Simpang Lima, Lawang Sewu, dan sekitarnya
Simpang lima memang tak ada bandingannya. Lebih dari sekedar alun-alun kota biasa. Tanah lapang yang luas dengan pusat perbelanjaan dan hotel, selain Masjid Agung Kota Semarang bernama Masjid Baiturrahman. Sekedar nongkrong di tanah lapang itu, atau mencoba bersepeda dan bermobil hias dengan kerlip lampu warna warni adalah hiburan murah meriah yang patut dicoba.Kalau sata tak salah ingat, sekitar 20-25 ribu untuk dua sampai tiga kali putaran.


Sepedaan malam hari, aheyy!

Saat lapar mulai menyergap, sentra pujasera berjajar rapi di trotoar. Tinggal pilih sesuai selera. Favorit saya di depan E-Plaza, nasi goreng dan segala nasi sambalnya endes banget. Belum lagi kalau ngemil jagung bakar atau telur puyuh, hmm… Kalau ingin mencoba nasi kucing? Bisa juga. Selain di samping Matahari, favorit saya ada di depan Masjid Baiturrahman, lebih asik karena lesehan.

Nasi kucing kesukaan, per nampan per orang :) Sebungkus nasi itu sekitar 1500-2000.

Aneka kuliner bisa juga ditemui di Jl.Pahlawan, di sekitar Taman Menteri Supeno atau disebut Taman KB, samping Gedung DPRD Kota Semarang. Banyak juga warga yang memilih bersantai di pinggir jalan utama yang indah dengan gemerlap lampu ini.

Kalau ingin mengunjungi icon kota bernama Lawang Sewu yang merupakan gedung bangunan kuno, ambil saja simpang menuju Jl. Pemuda. Saat malam hari, berkunjung kesini akan menguji adrenaline. Wajib memakai guide di malam hari. Jika malam masih panjang untuk dilewatkan, menyeberanglah ke arah Tugu Muda, icon perjuangan kota Semarang. Terdapat taman hijau yang kian cantik di malam hari yang juga bisa jadi pilihan untuk duduk-duduk santai. 

Lawang Sewu = seribu pintu



Air mancur dan Tugu Muda yang magis, keren ya!

Ketika pagi hendak membeli oleh-oleh, cukup arahkan langkah menuju Jl. Pandanaran yang bisa ditempuh melalui salah satu simpang di Simpang Lima.Aneka oleh-oleh seperti lunpia, bandeng presto, tahu bakso, kue moci, semuanya bisa diborong. Bahkan, ada yang menyediakan kue-kuenya untuk dicoba-coba sebagai tester.
Kota lama 

Naik vespa cuma 20 ribu loh keliling kota lama, asik banget

Tak hanya Gereja Blendhoek yang bisa dieksplorasi disini. Kalau beruntung di Sabtu dan Minggu, ada pasar barang antik dengan barang-barang kolosal untuk memanjakan mata. Ada Taman Sri Gunting dengan pepohonan besar-besar untuk bersantai. Di sebelahnya persis, ini yang paling sering saya kunjungi. Kafe nasi kucing bernuansa modern tapi tetap bergaya lama. Lauknya juga bikin ketagihan. Ada banyak pilihan kafe disini, termasuk Retro Café yang pernah sedikit saya ulas di bagian Semarang yang lain.

Pasar barang antik dadakan setiap Sabtu dan Minggu, menggoda ya!
Gombel dan Kawasan Jl.Rinjani
Kontur kota Semarang yang naik turun membuat kita tak perlu repot untuk menikmati suasana malamnya. Ada dua yang juga rutin jadi tujuan saya kalau kangen suasana romantis :)

Pertama, daerah Gombel yang jalannya menanjak, dari arah kota menuju ke arah Tembalang. Ada kafe-kafe ala ala yang outdoor space dengan meja dan kursi permanen. Mungkin ini dulunya tempat-tempat duduk biasa, lalu dimanfaatkan oleh beberapa pedagang minuman dan makanan. Menikmati roti bakar atau jagung bakar dengan segelas kopi susu atau teh hangat sambil menikmati lampu-lampu kota dari sini sangat menenangkan hati. Porsinya cukup, harganya juga murah ala warung pada umumnya.


Cari angin di Gombel, syahdu banget

Kedua, ada di kawasan hotel-hotel yang juga menanjak, namun masih di dalam kota, yaitu Jl. Rinjani. Dekat dengan arah Rumah Sakit Umum dr. Soebandi Semarang. Kafe-kafe di dalam hotel juga oke, namun dengan harga yang lumayan. Pilihan hematnya ada di kafe tak bernama dengan suasana yang tak kalah romantis. Menu favoritnya dari nasi goreng sampai cemilan tersedia. Suasana Semarang malam hari juga tertangkap jelas dari sini.  Saya sering menyebutnya kafé tanjakan.

Semarang malam hari sungguh romantis, suer!

Sam Poo Kong dan sekitarnya
Terletak di daerah Simongan, kelenteng penanda kedatangan Cheng Ho yang masih digunakan untuk sembahyang, ziarah, dan juga tujuan pelesir. Siang hari pun bisa berkunjung kesini. Namun, suasana malamnya memberikan nuansa yang berbeda lewat deretan lampion merah meriah yang tersebar menggantung.
Magis mirip di film-film ya!

Favorit saya setelah dari Sam Poo Kong adalah kafe sederhana di depan teras rumah dengan andalan minuman bernama Jarem (jahe rempah). Minuman hangat yang tak hanya berisi jahe, tapi juga kunyit, serai, dan perasan jeruk nipis. Rasanya? Jangan ditanya, sangat pas dengan tenggorokan dan cocok untuk penghangat badan atau penangkal masuk angin. Beragam pilihan nasi kucing dan lauk dengan harga terjangkau juga tersedia. Dijamin puas berlama-lama disini. Suasananya syahdu untuk menemani ajang curhat atau ngobrol sekedar melepas penat.

Saya kangen banget sama ini setelah tinggal di Bekasi, hiks..

Tapi, kalau malam sedang tak panjang seperti malam minggu, ada juga tempat untuk pelesiran sekaligus mengenal apa yang disebut wisata religi. Cocok untuk dilakukan siang hari dan buat yang full atau semi narsis mirip saya pas banget buat berburu foto. Terutama dimana pencahayaan saat pagi atau siang hari memang sangat mendukung. Tempat favorit yang selalu saya ingat seperti :
Masjid Agung Jawa Tengah
Saya dua kali berkunjung ke kompleks wisata religi yang komplit ini. Ada museum perkembangan Islam di Jawa Tengah di lantai bawah, dan wajib untuk mencoba puncak menara di lantai 19. Ibarat puncak Monas yang bisa menangkap Jakarta secara utuh, begitu pula puncak menara masjid ini. Pengalaman saya kesini menjelang senja adalah yang paling berkesan. Cahaya dari langit menjelang senja benar-benar membuat saya takjub sekaligus tunduk dengan kekuasaan-Nya. Pelabuhan Semarang juga bisa dilihat dari teropongnya.


Cahaya dari langitnya muncul begitu saja, masya Allah cantiknya!

Selain menyediakan perpustakaan, pelataran masjid yang luas dan detil bangunan yang menggabungkan gaya arsitektur Islam khas Jawa Tengah, Romawi, dan Arab mengundang decak kagum tersendiri. Apalagi jika payung raksasa ala Masjid Nabawi itu terbuka di saat shalat Jumat, Idul Fitri, dan Idul Adha. Saya belum pernah menyaksikannya juga, jadi lain kali harus kembali :)


Ini kali pertama saya ke Semarang dan langsung ke Masjid Agung Jateng setelah googling

Kelenteng Cheng Ho di Jalan Lombok

Suasana ibadah kental juga disini, karena saya turis, setiap sudut begitu berharga :)

Bukti keragaman etnis di Semarang bisa ditemui juga di Jl. Lombok. Terdapat kelenteng Cheng Ho yang juga masih digunakan untuk ibadah. Ada juga tempat kuliner untuk mencicipi lunpia khas Semarang yang sangat terkenal karena banyak diulas di program kuliner televisi.

Lunpia, salah satu makanan khas Semarang. Coba deh, pasti ketagihan!

Keluar dari Kota Semarang, mari langkahkan kaki atau lajukan kendaraan menuju Kabupaten Semarang. Bila ingin merasakan keriuhan suasana sekitar kampus Undip yang dipenuhi muda mudi dan penjaja makanan murah, boleh berbelok sejenak ke arah Tembalang yang juga berada di Kabupaten Semarang.

Bila tidak, langsung lurus saja menuju pusat Kabupaten Semarang yang disebut Ungaran. Ungaran merupakan kawasan dataran tinggi yang memanjakan warga Semarang dan sekitarnya untuk sekedar menghirup oksigen bersih dan sedikit menepi dari suasana kota. Tempat yang pernah saya singgahi ada dua :
Umbul Sidomukti
Tempat ini layaknya sebuah playground yang luas di tengah keindahan alam yang masih alami. Banyak pilihan yang bisa dicoba bersama keluarga. Mulai dari jembatan gantung, flying fox, dan banyak lagi. Sayangnya, saya kesini pas musim mendung dan tak lama turun hujan deras. Saya dan teman-teman saat itu pun menikmati saja yang bisa kami nikmati di pinggiran ruang semacam aula. Berkunjung kesini saat musim liburan tiba lumayan padat dan harus mengantri beberapa arena permainan. Persiapkan waktu terbaik rasanya jadi pilihan yang pas.

Lumayan terhibur dengan view ini :)
 Mawar Camping Ground dan Desa Promasan
Kalau yang satu ini adalah tempat paling sempurna untuk melihat keindahan Semarang malam hari. Memang, kesempurnaan yang saya maksud harus ditempuh sedikit lebih jauh dari kota. Dekat dengan Umbul Sidomukti, tanyakan saja arah Pondok Kopi atau Mawar Camping Ground. Kalau sedang ingin menikmati kopi dari café saja, Pondok Kopi adalah pilihan.

Tapi, saran saya bermalamlah menggunakan tenda saja. Selain mungkin untuk mengingatkan kamu dengan kenangan Persami saat Pramuka dulu, ini juga jadi malam yang akan diingat. Bahkan hampir selalu. Hanya mendirikan tenda, menikmati kopi, dan makan malam yang bisa dibeli di warung atau memasak sendiri, kamu akan menyaksikan taburan bintang dan kerlip cahaya Semarang malam hari dengan sempurna. Ditambah lagu Payung Teduh, kamu akan semakin larut dalam suasana hati yang susah dilukiskan lewat kata-kata.


Saya pernah menginap di tenda kayak gini, sempet difotoin mas-mas, eh ga ketemu lagi, fotonya hilang juga. Keren kan!

Kalau ingin sensasi yang lebih lagi, trekking sejenak menuju Desa Promasan kurang lebih 2,5 jam boleh dicoba. Hamparan kebun teh dan Goa Jepang akan kamu temui. Desa yang hanya dihuni 19 KK ini sangat indah. Ada rumah panggung yang didirikan oleh relawan dan masyarakat juga jika kamu ingin sekedar berbagi ilmu dan keceriaan dengan adik-adik disana. Kalau lanjut menuju puncak Ungaran, lanjutkan trekking lagi kurang lebih dengan waktu tempuh yang sama antara Mawar Camping Ground menuju Desa Promasan tadi. Untuk puncak Ungaran, saya juga masih berhutang untuk mengunjunginya.


Kita tinggalkan Semarang. Sekitar kurang lebih dua jam perjalanan, mari melangkah ke Kota Ambarawa.

Ambarawa secara khusus difungsikan sebagai kota militer saat masa pemerintahan kolonial Belanda. Dengan kontur alam yang sangat indah, kamu wajib menginjakkan kaki di :
Museum Kereta Api Ambarawa
Dulunya adalah stasiun kereta api dan saat ini menjadi museum. Koleksi kelengkapan kereta api ada disini, termasuk kereta api uap bergerigi yang merupakan salah satu dari ketiga warisan kereta api uap di dunia. Dua lainnya ada di Swiss dan India. 

Saya pernah ke museum kereta uap tapi cuma bentar banget, belum sempet naik kereta wisatanya :(

Selain museum, ada rute kereta wisata Ambarawa-Bedono PP (Ambarawa Railway Mountain Tour) yang melewati lembah hijau antara Gunung Ungaran dan Gunung Merbabu dengan waktu tempuh 1 jam untuk jarak 35 meter, tiketnya sekitar 50 ribu. Sedang lori wisata Ambarawa-Tuntang PP berjarak 7 km, dan melewati landscape sawah dan ladang dengan latar Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, dan Rawa Pening yang sangat menawan. Lori ini tiketnya cuma 10 ribu. Pengalaman ini pastinya juga tak akan terlupakan. Terlebih buat penduduk kota macam saya.
Rawa Pening

Bening (pake) banget

Sebuah danau yang pening atau bening. Terdapat di cekungan terendah lereng Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran. Danau yang merupakan hulu Sungai Tuntang ini termasuk dangkal dan hampir seluruh permukaan rawanya tertutup eceng gondhok. Kabarnya, upaya-upaya pelestarian lingkungan terus dilakukan meski memang harus tertatih-tatih mengikuti perkembangan tanaman yang pesat. Terdapat rumah makan yang bisa dinikmati bersama keluarga disana. Mirip suasana petani yang sedang berada di tengah sawah sambil menikmati menu buatan istri dari rumah :)

Puas mengunjungi beberapa titik, kita akan menuju ke Kota Solo.

Keraton Surakarta

Auranya bersahaja dan bikin sungkan :)

Seperti halnya Yogyakarta, Solo juga istimewa dengan keratonnya. Tata kotanya sangat mirip Yogyakarta dengan alun-alun yang sangat luas. Nama resminya Keraton Surakarta Hadiningrat. Sebagian kompleksnya terdiri dari museum, dan sebagian lagi ternyata masih berfungsi sebagai kediaman Sri Sunan dan keluarga yang tetap menjaga tradisi budaya kerajaan hingga saat ini. Arsitekturnya mengadopsi gaya Jawa dan Eropa, cukup eksotis. Saya merasa ada aura kebersahajaan yang cukup kental disini.
Pasar Klewer

Ngelewer yuk, ati-ati kelabakan ya :)

Tak jauh dari Keraton Surakarta, mampirlah ke Pasar Klewer. Batik berbagai jenis ada disini. Plusnya, tawar menawar sangat bisa dilakukan. Nama klewer sendiri diambil dari nama kain yang menjuntai  atau kleweran dalam Bahasa Jawa yang sering dipanggul di atas pundak para pedagang pribumi jaman dulu. Membeli oleh-oleh kain batik dengan beragam modifikasi juga bisa berburu disini.
Pasar Barang Antik Triwindu 

Mampir kesini sudah kayak penemuan harta karun :)

Ini tempat favorit saya untuk sekedar merindukan nuansa tempo dulu. Berkeliling di pasar ini rasanya sebuah kesenangan. Setiap berkunjung ke Solo, saya pasti mampir. Ada saja barang-barang kecil nan unik yang ingin saya koleksi. Seperti gelas-gelas enamel yang cocok dibawa saat mendaki gunung, kebaya-kebaya yang bisa dimodifikasi menjadi cardigan, atau sekedar melihat televisi dan radio jaman dulu. Letaknya di pusat kota, Jl. Diponegoro atau di depan Pura Mangkunegaran. Banyak turis mencanegara yang juga berkunjung kesini. Betapa warisan masa lampau kini sangat berharga.
Kafe to Kafe di Manahan
Sedikit ke arah Stadion Manahan, yang tak jauh dari pusat kota Solo, telusurilah jalan yang dekat dengan rel kereta api, dan temukan jajaran kafe yang letaknya tak terlalu berjauhan. Saya lupa beberapa namanya. Ada yang bergaya khas anak muda, ada yang retro, dan sebagainya. Tapi, favorit saya untuk menunggu senja adalah Cafedangan ini. Menunya lengkap dengan harga yang bersahabat. Suasananya juga tenang persis rasanya seperti menghirup aromaterapi berwangi khusus.

Mau menunggu senja disini? Hayuk, sambil belajar motret kayak saya :)

Kita tinggalkan Solo. Dan mari menuju ke Wonosobo.

Wonosobo, kota kecil yang terkenal dengan Dataran Tinggi Diengnya. Sebelum benar-benar sampai di Dieng, kita akan melewati alun-alun kotanya yang cukup riuh tapi tetap berkesan kalem. Tak jauh dari situ, belokkan arah untuk mencoba kuliner khas Wonosobo, yaitu mie ongklok. Yang terkenal, salah satunya ada Mie Ongklok Longkrang di Jl. Pasukan Ronggolawe. Mie dengan bumbu khas yang rasanya juga khas, susah saya gambarkan, Asin, manis, dan gurih. Disajikan panas akan lebih nikmat dengan tambahan tempe kemul (selimut) yang dilapisi tepung dan sate. Hmm.. Air liur rasanya tak kuasa untuk melahap habis seketika begitu makanan ini disajikan.

Rasanya ajib dan nagih, tapi ga semua yang menjual mie ongklok punya rasa yang khas

Lanjutkan perjalanan menuju Dieng. Negeri para dewa atau negeri di atas awan adalah julukan-julukan yang disematkan untuk dataran tinggi mempesona ini. Banyak yang bisa dieksplorasi disini, favoritnya adalah menikmati sunrise di Sikunir dan juga bukit ratapan angin, selain kawah Sikidang dan kompleks candinya. Selengkapnya bisa dibaca di catatan perjalanan saya ke Dieng ini.

Ini loh yang namanya Bukit Ratapan Angin, saya ada disini 2013. Dan sekarang udah bukan spot tersembunyi :(

Terakhir, kita labuhkan diri di sisi perbatasan Semarang lagi, Kendal, tepatnya di Nglimut, Gonoharjo.


Meski berada di Kabupaten Kendal, tapi kamu bisa melewati jalur Ungaran atau Semarang juga untuk menuju ke lokasi argowisata yang masih merupakan lereng Gunung Ungaran ini.

Untuk yang ingin mencoba kemping ceria seperti yang pernah saya lakukan, bisa langsung memesan tenda dan segala macam perlengkapannya yang kemudian dipasangkan di camping ground. Membawa sendiri juga boleh dengan ijin dulu pastinya. Kalau kamu tak begitu suka aroma petualangan yang (mungkin) sedikit ekstrim untuk ukuran bermalam, bisa juga mencoba pilihan homestay.

Paginya, siapkan kaki dan energi untuk berjalan melewati ratusan anak tangga hingga sampai ke air terjunnya yang ada di area paling atas. Lelah tapi memuaskan :) Begitu turun, manjakan diri dengan menghangatkan badan di pemandian air panasnya. Ada yang berupa kolam-kolam kecil dengan suhu panas yang berbeda. Dan ada pula kolam renang biasa yang bisa dijadikan variasi. Saya merasakan sendiri badan jadi lebih segar meski kaki sedikit merasa nyut-nyutan. Pulang dari Nglimut, saya merasa telah melakukan refreshing yang sebenarnya.

Pojok kanan itu tempat kemah saya pas malam tahun baru 2014 :)

Hm, menyusuri Jawa Tengah memang tak ada habisnya. Saya juga belum mengeksplorasi semuanya. Saya haqul yakin akan banyak kejutan lain di destinasi Jawa Tengah yang lain. Buat saya, provinsi di tengah pulau Jawa ini punya nilai rasa yang tak kalah menariknya dengan provinsi yang lain. Tipe geografis yang dinamis memang menggoda siapa saja untuk datang dan mencoba berbagai petualangan alam yang eksotis. Ditambah, budaya kotanya yang bersahaja dan masyarakatnya yang gayeng. Hanya beberapa tempat wisata yang sudah menjadi jujugan publik memang perlu perhatian lebih khusus. Jadi, sudah tahu kan akan menuju kemana saat menjejakkan kaki di Jawa Tengah?

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah

Prita HW

16 komentar:

  1. Waw air terjun dan pemandangannya muantappp sekali mbak bikin penasaran banget nih, ahi hi hi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. banget mas, lengkap pokoknya ada air anget, ada air dingin :) Mampir2 lah mas

      Hapus
  2. Wah lengkap banget mba, bener bener taveler ni mba prita..

    BalasHapus
  3. ahhh jadi pingin pulang ke Jateng, udah setahun gak ke semarang tempat mbah

    BalasHapus
  4. Liputannya asyik euy....
    Ada beberapa yang sudah pernah saya singgahi antara lain keraton, pasar klewer dll. Tapi yang terbaru saya mampir di Simpang Lima, Lawang Sewu dan
    dua Sam Poo Kong..... Mampir nginap di simpang lima semarang setelah pulang mengadiri pernikahan pasangan blogger Rosid-Mariana di Sragen.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, berarti udah lumayan Pak Nur, coba ngecamp di Mawar Camping Ground Pak, beda banget :) Makasi udh mampir :)

      Hapus
  5. Wah aku juga baru tahu kalo ada klenteng ceng ho... kirain cuma sam poo kong aj...
    Sukses ya lomba nya!...Bagus kok..

    BalasHapus
  6. Infonya komplit banget Mbak... :)
    Ohya, sepeda hias itu mengendarainya gampang-gampang-susah :D

    BalasHapus
  7. Lengkap banget. Jadi kangen sama kota Semarang. Pernah disana sekitar 5 tahun. kata teman sudah banyak yang berubah. Pernah sih kesana cuma dua hari. Rasanya masih kurang buat mengulang kenangan.

    BalasHapus
  8. Kongkow di Simpang Lima nya aja udah asyik banget ya. Semarang juga salah satu target kelayapan saya selanjutnya sih :D

    BalasHapus
  9. Semarang kampung halaman bapak, sudah lama rasanya nggak pulang kampung wkwkwk

    BalasHapus
  10. Jawa Tengah saja sudah begitu banyak pilihan ya, Prita... perjalanan yang tak habis-habis hehehehe

    BalasHapus
  11. Dari semua perjalanan mba ini, saya cuma baru 2 lokasi aja. Yang pertama adalah Pasar Klewer, pasar yang benar-benar melegenda. Pernah saya bertemu seorang wisatawan berkebangsaan Inggris yang tahu detail mengenai pasar ini. Yang kedua adalah Batu Ratapan Angin di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Ini sih jangan ditanya, panoramanya super kereen. Cocok banget bagi penggemar fotografi landscape. :)

    BalasHapus
  12. Lihat foto-foto disini, ada Semarang, ada Dieng...
    ah saya jadi kangen tempat2 itu.
    Saya ke Semarang baru sekali. Ngejar nonton Loenpia Jazz, tapi sehari sebelumnya berkunjung ke tempat2 wisata Semarang.
    Kalau ke Dieng, pernah 2 kali kesana. Saat Dieng Culture Fest.

    Salam,

    BalasHapus