Rumah Pelangi (masih) di Bekasi, Kalian Tak Sendiri

Rumah Pelangi Bekasi

Apa yang kalian bayangkan saat mendengar Pelangi? Warna warni pasti ya, dan kerinduan yang dalam untuk melihatnya setelah hujan turun. Ini sering dianalogikan sebagai sesuatu yang baik dan indah selalu turun setelah peristiwa hebat semacam hujan lebat. Saat berkunjung ke Rumah Pelangi Bekasi secara tidak sengaja di Sabtu yang mendung, 27 Agustus lalu, saya pun merasa ada sesuatu yang indah, warna warni, dan berhikmah dalam di balik sisa bangunan tua yang masih berdiri kokoh di tengah permadani hijau itu.

Berkali-kali di timeline media sosial, saya di-tag tentang keberadaan Rumah Pelangi yang bertempat di sebuah bangunan tak berpenghuni berwarna abu-abu tanpa cat dan sudah lama tak terurus.

Rumah Pelangi Bekasi
Ijonya itu loh :)

Pemandangan selain gedung apa adanya itu adalah ladang hijau dan sawah, timbul pertanyaan, dimanakah ini? Ternyata masih di Bekasi, dan baru saja dirintis oleh beberapa anak muda asli daerah. Semacam putra daerah lah mereka ini kalau lagi kontes-kontesan kayak di TV :D

Bersama Okta dan Nadhia Ainun yang keduanya relawan Rumah Baca HOS Tjokroaminoto (rumbahos), ikut serta si kecil Mutiara Kasih yang pustakawan cilik rumbahos. Kami ‘diculik’ oleh Om Bisot yang ngakunya tukang ojek hore buat para relawan yang ingin saling anjang sana sini untuk sekedar beramah tamah dengan sesama relawan pendidikan lainnya.

Rumah Pelngi Bekasi
Anjang sini nih

Tujuannya satu, menyebarkan semangat berbagi dan memberi suntikan energi untuk kawan-kawan yang sedang memulai langkah baiknya.

Menuju Rumah Pelangi, kami harus menyeberangi semacam kali dan menumpangi eretan atau perahu kecil gitu lah ya :) Lah kok bisa? Ya, ternyata letak tempat bermain dan belajar untuk adik-adik itu berada diantara Kali CBL dan Kali Cikarang, tepatnya di Kampung Babakan Kali Bedah, Desa Sukamekar RT. 001/RW 011, Kecamatan Sukawangi, Kabupaten Bekasi.

Kelakuan, sempet-sempetnya motret yak

Baru saya tahu di sesi ngobrol kecil dengan para pendiri dan relawan pegiat Rumah Pelangi, kalau kampung mereka ini spesial, tak dilewati JNE ataupun kalau sedang tertimpa bencana seperti banjir, bantuan jarang sampai, bahkan tak pernah dilewati. Wow, ini sesuatu yang langka. Secara, ini masih Bekasi, yang banyak di-bully semacam planet lain atau apalah. Lah, gimana para pem-bully ini misal diajak kesini ya? Ini batin saya, miris.

Dari Tarumajaya tempat rumbahos berada, kemudian menyeberangi kali, kami pun menyusuri kampung yang mayoritas warganya bertanam pohon pepaya untuk diambil daunnya, dan juga singkong. Awalnya jalanannya bagus, tambah masuk, tambah asliiii bangettt.

Jalanan apa adanya, sawah-sawah terbentang luas, sesekali kami temui makam Tionghoa yang akrab disebut kuburan Cina. Masuk kesini, saya makin merasa pembangunan Kabupaten Bekasi sama sekali belum merata. Apalagi di luar pulau ya, lagi-lagi saya hanya membatin.

Rumah Pelangi Bekasi
Wuih, mata segerrr, dimana ini? Bekasi!

Rumah Pelangi Bekasi
Kuburan Cina paling mewah dideket Rumah Pelangi

Begitu sampai di lokasi, tampak Lala, penggagas Rumah Pelangi yang warga asli sini dan tercatat sebagai mahasiswa PGSD UPI Serang, Banten ini sedang mengajarkan adik-adik yang jumlahnya puluhan itu untuk bertepuk semangat.


Rumah Pelangi Bekasi
Lala sedang berbagi cara membuat origami bangau terbang

Tampak ibu-ibu dari anak-anak itu sedang menunggui anaknya. Saya langsung berbaur dengan ibu-ibu dan seperti biasa, kepo to the max tentang asal gedung ini dan lain-lain. Ternyata, gedung ini adalah gedung wakaf dari si kakek Lala yang hampir pasti selalu banjir saat musim hujan tiba, sehingga saat Lala kelas 4 SD, semua murid dipindahkan ke MI. Dan sejak saat itulah gedung tersebut mangkrak. Kurang lebih 10 tahunan. Pantas saja, jika kemudian, kami tak bisa menemukan listrik, dan melihat dinding polos tak bercat yang penuh coretan.

Setelah selesai bertepuk semangat, Lala mengajarkan adik-adik membuat origami sederhana yang begitu saya mengikutinya, ternyata berbentuk bangau terbang (eh, bener ga yah?). Nantinya origami bangau terbang itu akan digantung menghiasi ruang Rumah Pelangi ini.

Rumah Pelangi Bekasi
"Begini ya, dilipet kesini..."

Saya dan relawan rumbahos langsung menyebar ke adik-adik tadi. Maklum, buat yang kecil-kecil usia TK atau kelas 1-2 SD, banyak yang bingung dan berebutan memastikan lipatannya benar hampir setiap kali Lala memberikan instruksi baru, “Teh, kayak gini teh?”, ucap mereka sambil mengangkat tinggi-tinggi lipatan origaminya. Kami pun membantu Lala supaya tak kewalahan, “Iya, bener kayak gitu, keren,”, jawab saya.

Sementara kami sedang asik ber-origami ria, teman-teman Lala yang lain sedang asik membereskan buku-buku yang baru dirapikan di pojok ruangan. Sehabis sesi bermain itu, saya sempat mengintip, dan trenyuh juga melihat buku-bukunya.


Rumah Pelangi Bekasi
Buku yang ditata apa adanya

Mayoritas buku pelajaran, dan sepengamatan saya hanya setumpuk atau dua tumpuk buku dan majalah anak-anak yang layak baca sebagai bacaan menarik.

Ya ampun, lagi-lagi saya bersyukur dan sedikit tertohok juga, betapa rumbahos begitu kaya sumber bacaan daripada mereka. Dan akses mendapatkannya tak sesulit mereka. Saya berjanji akan memilah dan memilih koleksi rumbahos yang belum ter-input untuk mereka.

Buku adalah hak setiap orang. Lagi-lagi saya dibenturkan pada doktrin yang saya dengungkan sendiri untuk menyikapi deretan angka minat baca anak Indonesia yang rendah (katanya). Padahal, bukan anak-anaknya, aksesnya yang kurang. Garis bawahi ya, ini masih di Bekasi, yang kota penyangga ibu kota!

Saat saya berinteraksi dengan beberapa anak, saya bertanya, “Ini tadi rumahnya mana aja? Kesini naik apa? Jalan kaki, sepeda?”, tanya saya.


Rumah Pelangi Bekasi

Rumah Pelangi Bekasi

Rumah Pelangi Bekasi
Berjibaku dengan anak-anak

Mereka berebutan menjawab, “Jalan kaki”, “Sepeda”...

Lalu saya iseng nyambung-nyambungin pertanyaan, “Ada yang naik motor? Mobil?”

Seorang anak perempuan kecil menjawab lantang, “Aku punya mobil. Mobil bak, punya bosnya ayah...”

“Berarti itu bukan punya ayahmu, punya bosnya ayahmu...”, kata anak yang lebih besar.

Hahaha, saya hanya tersenyum simpul melihat mereka. Dialog kepolosan seperti ini saja mampu menyentuh kalbu yang susah untuk saya ceritakan. Temen-temen harus merasakannya langsung. Saya suka baper kalau lagi ada di kumpulan emak-emak yang lagi ngerumpi parenting atau pendidikan terbaik untuk anaknya. Jadi ingat dengan anak-anak minim akses seperti mereka, boro-boro mikirin pola pengasuhan terbaik buat anaknya. Bisa sekolah aja untung, mungkin itu pikir orang tuanya.

Yeah, balik lagi ya :) Setelah acara ngobrol-ngobrol itu, kami berkeliling lokasi sekitar. Depan dan kanan kiri banyak ditanami tanaman terong. Sebenarnya itu juga masih termasuk tanah wakaf, tapi karena belum terpakai, maka dimanfaatkan untuk menanam terong itu.


Rumah Pelangi Bekasi
Ketauan kan siapa yang pegang HP mulu, hahaha :)

Di dekat situ, juga terdapat kuburan Cina yang mewah. Saya kurang paham, apakah dulu ada sesepuh-sesepuh yang memang orang Tionghoa atau memang orang luar yang memiliki tanah di situ sehingga dimanfaatkan untuk makam keluarga. Menurut penuturan relawan Rumah Pelangi, versi keduanya sama-sama ada :)

Tak terasa hari pun sudah sore, dan mendungnya itu bikin was-was. Kami berjanji saling bertukar kunjungan, dan saya juga berjanji pada diri saya sendiri untuk membawa buku-buku jika kembali kesini.

Melintasi kampung ini dan merasakan keriuhan semangat adik-adik untuk bermain dan belajar membuat saya terus berenergi untuk selalu bergerak. Semoga temen-temen yang membacanya juga ya :)

Rumah Pelangi Bekasi

Mengandalkan penguasa negeri untuk melongok menurut saya agak susah jika mereka tidak ‘berkepentingan’. Ya, ini kenyataan di tengah sistem seperti ini. Sambil terus menanti sistem pemerintahan Islam semacam daulah khilafah Rasulullah SAW zaman dulu kembali (yang sudah dijanjikan di sebuah hadist), tak ada salahnya berikhtiar.

Sebuah langkah besar selalu dimulai dari langkah kecil yang terus menerus. Tetap semangat kakak-kakak Rumah Pelangi, kalian ga sendiri!

Buat kawan-kawan yang ingin berbagi, sila hubungi saja ya lewat medsos atau CP nya^^



Foto-foto : kompilasi Ainun, Okta, Tiara

Prita HW

24 komentar:

  1. wah.....terimakasih mba ,....kerennn

    BalasHapus
    Balasan
    1. pengalaman pribadi lbh enak share nya, hehe

      Hapus
  2. Entar kalo launching datang yah mbak :D yah mudah2an gak banjir lagi hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. inshaallah siapppp, yuk ah barengan, yg penting waktunya cocok :)

      Hapus
  3. Selalu ada lentera dalam kegelapan ya mba, walau nyala awalnya kecil smoga nanti akan semakin terang berkobar. Aamiin

    BalasHapus
  4. seneng liat anak2 happy gini

    BalasHapus
  5. Dari apa yang aku lihat, aku perlu banyak bersyukur atas apa yang sekarang aku peroleh. Bisa mengenyam pendidikan yang layak dan memperoleh fasilitas2 lainnya. Tapi salut yah, anak2 ini begitu antusias. Semoga kedepannya segala pelayanan publik bisa merata ke seluruh penjuru nusantara, supaya semua orang bisa menikmati fasilitas yang sama

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mb, jadinya kita banyak ngaca dan belajar juga :) amin amin, pelayanan publik yg disesuaikan kondisi geografisnya..

      Hapus
  6. sosok2 inspiratif, om bisot, para relawan, juga dikau mbk prita, smoga dkau bs ngikutin jejak kalian, doain yak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. walah, inspiratif apa toh mb? ini hanya melakukan hobi, haha..yuk ah cuz, di sekitar mb Inda pasti juga banyak yg bs dibantuin :)

      Hapus
    2. Saya mah cuman ngojekin mbak Prita kak :)

      Hapus
  7. kayaknya, baru sekarang ya saya kunjungan kesini mbak?
    Salut mbak, saat sekarang banyak generasi muda yang lebih suka konsumtif gadget dan sosmed dan hanya pandai komentar, ternyata masih ada generasi muda yang turun langsung

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyes mas, salam kenal ya^^ iya mbak, terlebih mrk ini generasi asli desa tsb. Inshaallah kalo virusnya kesebar, akan banyak anak2 muda lain yg melakukan hal sama di kampungnya, amien..

      Hapus
  8. Thanks for sharing infonya Mbak, bisa jadi jalan untuk yang ingin berbagi untuk Rumah Pelangi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mb, sy sengaja nulis ini spy banyak temen2 yg ikutan ketularan semangatnya, termasuk semangat berbagi^^

      Hapus
  9. Salut dengan pemuda yang masih memiliki kepekaan untuk membangun rumah pelangi ini. Semoga kegiatannya semakin bertambah, jadi rumah pelangi makin berwarna warni

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mb, apalagi anak2 muda asli kampung sendiri tuh.. Biasanya kan pada merantau dan ninggalin kampung kan :)

      Hapus
  10. Berkah selalu untuk kakak2 relawannya, insya Allah. Sukses ya untuk semoga programnya :)

    BalasHapus
  11. Aku juga tinggal di bekasi, tapi aku ga tau ada daerah ini :(
    Iya ya mbak, jomplang kalo baca2 di forum parenting ngomongin masuk sekolah mana dan uang pangkalnya, sementara mereka2 ini bisa sekolah (entah disekolah apapun) udah alhamdulillah

    BalasHapus
    Balasan
    1. mbak Ratusya Bekasi mana? Aku jg 'diculik' ga sengaja mb, hehe..

      Hapus