“It’s All About Learning...” Sebuah Catatan Kajian Islam : Fitrah Manusia


“Kuntum khairu ummah...” atau Kalian adalah generasi terbaik...”, Allah berfirman dalam QS. Ali Imran 3 : 110. Wow, Allah sudah memberikan level top brand nya pada umat Islam, umatnya Rasulullah Muhammad SAW. Apa perasaan kita ketika mendengar atau membaca firman tersebut ?

Sebagian orang mungkin akan merasa bangga, “Wah, alhamdulillah, I’m moslem...”, atau “Selamet deh, gue terlahir Islam...”. Kalau saya sih iya bener, sangat bangga mendapat predikat semacam itu dari Sang Pemilik Semesta. Tapi di saat yang sama juga menjadi miris. Apa benar di zaman yang katanya zaman edan seperti sekarang ini, Islam adalah sesuatu yang membanggakan ?

Islam adalah rahmatan lil ‘alamin, atau rahmat bagi semesta alam. Islam adalah agama samawi atau agama yang diturunkan dari langit melalui Rasulullah Muhammad SAW yang menjadi penutup para nabi. Kedatangannya akan memberi rahmat bagi semesta bila aturan-aturan yang Allah tetapkan dijalankan secara sempurna. Sesuai dengan firman Nya, “...masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya...” (QS. Al-Baqarah 2 : 208-209)

Kegemilangan umat Islam di masa lampau adalah bukti nyata bahwa peradaban dunia pernah ditaklukkan, bahkan sempat memimpin seluas dua pertiga dunia. Felix Siauw dalam Khilafah *Remake, menjabarkan dengan apik episode membanggakan itu, yaitu ketika episode Islam yang dimulai di pertengahan dunia (Timur Tengah) harus berhadapan dengan Imperium Persia di sebelah timur yang sudah berusia 1176 tahun, dan Imperium Romawi yang sudah berusia 650 tahun di sebelah barat. 


Sumber : akun Youtube Al Fatih Studios

Atas ijin Allah SWT lah, batas wilayah Islam yang hanya seluas Madinah, tidak membuat Rasulullah Muhammad SAW memiliki visi yang tidak bisa dinalar oleh akal pikiran manusia, yaitu menyebarkan Islam ke seluruh dunia. 

Lalu, sekarang tengok kehidupan umat Islam di zaman ini, apa yang kita rasakan ? Kita harus terima ketika Islam hanya menjadi ‘barang berharga’ di sesi ibadah ritual saja. Semisal shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji.

“Tapi kan emang itu ya yang ada di Rukun Islam ?”, mungkin ini jadi pertanyaan tambahan dalam benak kita. Iya bener, tapi bukankah Islam agama yang paripurna ? Ia tidak selayaknya hadir saat ibadah ritual semata, namun di segala bidang, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan seluruh aspek kehidupan.

Kurang lengkap apa ketika urusan masuk kamar mandi, makan, minum, berhubungan intim, sampai bersosialisasi dengan masyarakat, bahkan berekonomi semuanya diajarkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist ? 

Merenungkan hal ini kadang membuat saya pribadi resah. Saya sempat bermain analogi sendiri. Kalau ibarat pembuat teknologi layaknya robot, mesin cuci, komputer, dan perangkat lain, kalau terjadi error system, kita bakal pergi kemana dan merujuk ke siapa ? Tentu sebagian besar kita akan langsung sibuk mencari manual book nya, membacanya, mencermatinya, lalu mengaplikasikan langkah-langkahnya. Kalau tetap tak bisa, pasti kita langsung cari alamat service center nya. Iya atau iya ? 


Robot seringkali error system. Sumber : www.pixabay.com

“Kenapa gitu ya, apa nggak bisa diperbaiki sendiri ? Dimodifikasi gitu ?”
“Yang paling tahu kan yang buat, gimana sih, kita tanya sama ahlinya dulu...!”
Pernah nggak secara nggak langsung kita terlibat perseteruan percakapan semacam itu ?

Yes, analogi teknologi itu adalah manusia. Kalau terjadi error system pada diri manusia, siapa yang paling tahu mekanismenya ? Pembuatnya, kan?! Siapa ? Allah Azza wa Jalla Sang Maha Pemilik Kehidupan. Manual book nya pun sudah tersedia, Al-Qur’an dan tambahan Al-Hadist.

Islam : Fitrah Manusia


Itu adalah judul Kajian populer di Masjid Al-Ihsan, Bank Indonesia Jakarta pada Ahad, 13 Maret 2016 yang lalu. Saya penasaran banget sama dua pembicaranya. Yang satu, Ustad Fatih Karim, yang saya kenal sebagai ustad yang berjasa besar dalam proses Ust. Felix Siauw memahami Islam dalam diskusi panjang dan akhirnya kita kenal seperti saat ini. Satu lagi, Sam Brodie yang saya pernah denger, tapi masih belum tahu jelas. Feeling saya, pasti ada sesuatu nih sama orang ini, he’s somebody.
 
Kajian Islam : Fitrah Manusia, dan bersama Sam Brodie usai sesi tanda tangan buku

Saya penasaran, dan searching soal Sam. Ternyata Sam adalah seorang muallaf yang menemukan cahaya Islam melalui proses pembelajarannya. Mantan waria bernama Samantha yang sudah sangat kenyang bergelimang kehidupan mewah dan harta saat menjadi bintang Big Brother di Inggris. Bayangkan saja, penghasilannya mencapai milyaran rupiah. Kisahnya ini ia tuangkan dalam buku, Samuel, Samantha, and Me.

“Setiap hari laper, pengen tahu soal Islam. Posisikan kita hungry. It’s about learning.”, katanya saat saya baru datang mengendap-endap karena sedikit telat di acara itu.

Belum selesai saya terperangah dengan kata-katanya, dia menambahkan, “Kalau misal ada teknologi canggih dan terbaru, misal Iphone 5 dan Iphone 6, kita lebih pilih mana ? Pasti yang banyak fitur paling up to date nya ya. Nah, seperti itulah saya melihat Islam.”

Wow, saya kembali terkesima. Emang bener ya, ada perbedaan seseorang yang memang dari lahir sudah memeluk Islam, dengan seseorang yang mencari cahaya kebenaran itu dengan proses belajar.

Masih tetap penasaran dengan sosok Sam, saya ganti menyimak ulasan Ust.Fatih Karim yang juga lumayan jleb.

“Kalau di London, misalkan belajar tentang Islam begitu bersemangat, wajar, karena minoritas. Sementara, di Indonesia, yang notabene penduduk muslim terbesar di dunia, itu adalah hal yang bertolak belakang. Bayangkan saja, menurut data Susenas 2014, tercatat 53 % umat Islam nggak bisa baca Al-Qur’an. Ini kan miris ya, padahal di sisi lain, Al-Qur’an berjejer sampai berdebu di musholla dan masjid-masjid”, ungkapnya.


Al-Qur'an = manual book. 

Hm, ada benarnya juga. Lah kalau manual book nya aja nggak bisa dipahami, gimana mau menerapkan dalam kehidupan ya?

Karena dasar itu pulalah, Ustad yang domisili di Bogor itu mendirikan Cinta Qur’an. Ada yang sosial dan dinaungi oleh foundation, khusus membantu menuntaskan buta aksara di berbagai daerah di Indonesia. Kemudian ada yang berbayar untuk menjawab tantangan intelektual dengan rutinitas kekiniannya, bahkan bisa privat. Ada tiga metode dalam tahapan belajarnya. Tahrir, untuk belajar membaca Al-Qur’an; Tahsin, untuk mengerti arti bacaannya; dan Tiqror untuk memperbaiki bacaan. Yang paling tinggi adalah Tahfidz, menghafalkan Al-Qur’an. Ia bersama kawan-kawan di foundation yang dibangunnya, juga mendirikan pesantren penghafal Al-Qur’an yang diberi nama Rumah Tahfidz di Bogor.

Iya juga sih ya, kalau misalkan hanya dibaca saja, kemudian tak dipahami artinya, gimana kita bisa mengambil inti sari pelajaran ? Gumam saya. Meski memang, membacanya saja, Allah sudah menjanjikan pahala. Kalau paham artinya, apalagi mengamalkan ? Wah, pasti lebih segalanya. Atau bahkan menghafalkan. Masya Allah. Saya juga punya impian untuk menjadi tahfidz, aminnn.

Tapi kata Ust.Fatih Karim lagi, “Tapi upaya saya dan kawan-kawan itu kan masih terhitung kecil dibanding jumlah penduduk Indonesia yang mengalami persoalan tadi. Makanya inilah perlunya dakwah... Perlu diingat, dakwah adalah mengajak, bukan mengejek”.

Ya, ya, saya manggut-manggut. Memang dakwah saat ini juga butuh inovasi, karena tentu peradaban sudah berubah. Pikiran saya kembali menerawang.

Menyikapi LGBT, Anak-anak Kita Lalu Gimana ?


Saat dibuka sesi pertanyaan, ada banyak lontaran menarik, seperti :

“Bener nggak kalau fitrah nggak akan jadi fitrah ketika tertumpuk oleh lingkungan sekitarnya ?”

“Ada temen saya termasuk LGBT, gimana caranya ya untuk menyadarkan dia ?”

“Lalu, gimana mendidik anak-anak kita ?


Sikap LGBT jangan didiskriminasikan, tapi dirangkul. Sumber : www.pixabay.com

Hm, disini saya akan bahas yang pertanyaan kedua dulu ya, karena dijawab secara langsung oleh Sam Brodie, yang sudah mengalaminya sendiri. Menurutnya, kalau kita tahu ada seseorang yang mengalami disorientasi seksual dan termasuk LGBT ini, seharusnya kita tidak mendiskriminasikannya, tapi harus dirangkul. Dekati mereka secara pertemanan dengan menyayanginya, bukan attack. Juga bisa dengan mendoakan, lebih spesifik, sebutkan namanya.

Sebagai ayah satu anak dan saat ini sedang menunggu calon kelahiran anak keduanya, Sam sharing bahwa sebagai orang tua, seharusnya kita lebih terbuka. Tunjukkan fenomena, ada yang begini loh, dan di sisi lain ada yang begitu loh, supaya belajar untuk nggak menghakimi seseorang. Rasa penasaran harus terjawab, karena kalau orang tua menutup nutupinya, mereka justru akan melakukan riset sendiri. Di zaman sekarang, masih menurut Sam, informasi adalah power. Yap, I’m agree! Untuk cari tahu tentang cara memberi pemahaman pada anak terkait LGBT, cek event terdekat disini.

Giliran Ust. Fatih Karim menjawab, alis saya makin berkerut. Maklum, posisi duduk saya memang pas paling belakang di koridor akhwat sore itu, sedang suami di koridor ikhwan.

Ust. Fatih Karim menanggapi tentang pemakaian istilah LGBT yang bisa jadi suatu propaganda dan harus dilawan. Menurutnya, LGBT adalah turunan dari feminisme, dan feminisme turunan dari liberalisme. Kenapa ini makin merajalela ? Ya, karena Islam sebagai aturan paripurna belum diterapkan secara kaffah. Ada tiga hal pilar kesuksesan Islam, yang pertama adalah individu yang terus menerus memperbaiki diri dan bertakwa kepada Allah SWT, yang kedua adalah masyarakat yang berdakwah, dan yang ketiga adalah pilar negara yang menerapkan syariah. Ini tugas kita bersama. 


Sumber : www.felixsiauw.com

Ust. Fatih Karim pun berpesan, bahwa yang berpengaruh terbesar dalam kehidupan anak-anak adalah keluarga, didiklah anak laki-laki dan perempuan sesuai fitrahnya. Anak perempuan dididik dengan keperempuanan, dan sebaliknya, anak laki-laki dididik dengan kelaki-lakiannya, sehingga fitrahnya akan muncul.

Misalnya, anak laki-laki lebih banyak beraktivitas dengan ayahnya, berolahraga, membantu pekerjaan ayah, dan lainnya. Sedangkan anak perempuan lebih banyak beraktivitas dengan ibunya, seperti membantu memasak, atau membantu pekerjaan ibu. Bukan berarti tak dapat melakukan aktivitas bersama-sama, tapi lebih kepada memilihkan aktivitas untuk merangsang fitrahnya dan menumbuhkan karakter aslinya. 

Fenomena saat ini, keluarga kurang kuat, dengan shalat dan doa pun kurang kuat, sedangkan virus yang kita hadapi sekarang makin besar, sementara antibodi makin menipis. Karena itulah, kita butuh peran Imam sebagai pemimpin dan pelindung rakyat. Balik lagi ke tiga pilar di atas, kan ?

Sekarang, kita harus bersikap seperti apa ? Jawabannya, kembali pada Islam sebagai fitrah manusia. Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Ada baiknya kita kembali merenung. kita diciptakan dari mana, kemudian di dunia untuk berbuat apa, lalu berpulang kemana. 


Pada hakikatnya, dunia adalah tempat kita menunggu. Photo by Nana W.

Rasanya pesan Sam Brodie relevan untuk disimak, “harus to be switch on, jangan melakukan semuanya karena terpaksa”. Wallahu a’lam bis shawab.

Prita HW

2 komentar:

  1. menarik banget tulisannya mbak.. semakin memperkuat apa yang ada di dalam kepala akhir-akhir ini.. apalagi saat mulai membayangi dan merasakan kematian.. rasanya hidup di dunia memang gak ada apa-apanya.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah,makasih udah luangin waktu baca2 mb:) Ini menyarikan dari perasaan pribadi dan info yg didapat dr kajian waktu itu. Alhamdulillah mb,semoga kita masih termasuk "orang2 yang berpikir" yang sering Allah sebutkan di banyak ayat-Nya. It's true,mengingat mati rasanya segala macam lifestyle yg kita bangun, perlu dipertanyakan :) *pelukdarijauh

      Hapus