Ber-taman
sayur organik adalah slogan menarik yang digaungkan oleh Komunitas
Brenjonk Lestari. Adalah Cak Met, inisiator Brenjonk, yang sempat
berbagi cerita dengan saya tentang sukses komunitas ini mengorganisir
dan meningkatkan kapasitas petani di Dusun Penanggungan, Trawas,
Mojokerto, Jawa Timur.
Konsep ber-taman sayur organik ini sepertinya relevan dengan konsep urban farming untuk Surabaya yang dikemukakan Kepala Bidang Pertanian dan Kehutanan, Syaiful Arifin dari Dinas Perikanan, Kelautan, Peternakan, Pertanian, dan Kehutanan (PKPPK) kota Surabaya beberapa waktu lalu.
Konsep urban farming yang tak memerlukan lahan
luas mengingatkan saya pada kisah sukses Cak Met tentang bagaimana
memotong mata rantai perjalanan tanaman sayur dari ladang hingga ke atas
piring dan meja makan. Ia dan komunitasnya menawarkan kursus gratis
cara menanam, merawat, dan mengembangkan lahan terbatas samping kanan
kiri dan depan belakang rumah menjadi lahan tanaman sayur mayur.
Sehingga, tak heran bila melihat sayur mayur konsumsi keseharian tumbuh
di polybag atau kantong plastik dan pot dengan konsep ini.
Dan memang, selain tanaman pangan seperti jagung dan padi, urban farming dapat
diterapkan pada jenis lain seperti sayur mayur, kacang-kacangan,
umbi-umbian, dan buah-buahan. Caranya pun cukup mudah, karena organik,
keperluan pupuk pun bisa kita penuhi langsung dari sampah organik sisa
bahan dapur dan makanan.
Yang
menarik adalah kontrol langsung dari kita atas kualitas sayur yang akan
dikonsumsi. Apalagi, tidak terkecuali dari kita saat ini sangat identik
dengan berbagai rupa penyakit yang semakin menggila dengan gempuran
makanan instant yang mudah didapat. Ditambah, laju perubahan iklim
terkait dampak pemanasan global yang semakin membuat ketahanan fisik
menjadi terancam.
Indonesia
dikenal sebagai negara agraris. Disebut demikian, sebab sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, selain didukung potensi
wilayah yang tersedia. Kira-kira begitu doktrin yang sudah kita terima
sejak duduk di bangku sekolah dasar dulu.
Menengok
kekinian yang ada, profesi petani tampaknya mulai dianggap sebelah mata
bila tidak mau dikatakan terpinggirkan. Petani nampaknya kalah populer
dengan profesi lain yang lebih digembar gemborkan di wilayah perkotaan.
Praktis, bertani sering dikategorikan sebagai pekerjaan wong ndeso.
Benarkah demikian ? Silahkan berkomentar…
Tapi, ada baiknya kita lihat bersama seperti apa sih konsep bertaman sayur organik ala Brenjonk ini ?
Wah, segar yah !
Jadi,
jangan ragu untuk bertaman sayur organik sekarang juga. Kata Cak Met,
“Ganti saja tanaman hias di kos-kosan atau rumah dengan sayur organik,
pupuknya bisa dari macem2, mulai dari sisa makanan, dsb. Kalo gelombang
cinta kan ga bisa ditumis ?”
Hm, agaknya tak salah kalau ajakan Cak Met yang dinobatkan sebagai Fellow Ashoka 2007 karena inovasi social entrepreneur-nya ini, kita buktikan sendiri.
Yang perlu dijadikan catatan dari konsep urban farming
adalah dorongan yang serius dari pihak pemerintah, utamanya Pemkot
Surabaya, yang katanya akan segera merealisasikannya. Namun, menurut
saya sih, petani yang sudah memiliki lahan, harus tetap diberikan
kebebasan untuk bercocok tanam dengan media yang sudah ada. Dan yang
miskin lahan, bisa mencoba alternatif ini. Ga
asik juga kan kalau harus dipaksakan semuanya dengan konsep polyback
dan pot ? Biarkan para petani berkreasi sesuai seleranya... Yang
penting, tingkatkan kesejahteraannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar